Seide.id – Melanjutkan pernyataan sikap Menkopolhukam terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Komisi III DPR RI melanjutkan mengadakan rapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud Md, serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta pada Selasa 11 April 2023. Rapat tersebut membahas transaksi janggal di Kementerian Keuangan senilai Rp349 triliun 1.
Dalam rapat tersebut, Mahfud Md yang juga merupakan Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU akan membentuk satuan tugas (Satgas) untuk melakukan supervisi terhadap transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun. Satgas yang dibentuk melihat PPATK, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Kejaksaan Agung, BIN, dan Kementrian Polhukam.
Salah satu hasil dari pertemuan tersebut adalah Komite Tindak Pidana Pencucian Uang akan membentuk Satgas untuk mengawasi tindak lanjut laporan hasil analisis dan pemeriksaan 2009-2022 tersebut. Mahfud yang menjabat sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menjelaskan bahwa fokus pertama Satgas adalah temuan laporan hasil pemeriksaan (LHP) paling besar yaitu senilai Rp189 triliun .
Dalam rapat tersebut, Mahfud Md yang juga merupakan Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU akan membentuk satuan tugas (Satgas) untuk melakukan supervisi terhadap transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun. Dia menuturkan, Satgas bakal memprioritaskan laporan hasil pemeriksaan (LHP) paling besar. Fokus pertama Satgas adalah temuan LHP paling besar yaitu senilai Rp189 triliun. Satgas yang dibentuk melihat PPATK, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Kejaksaan Agung, BIN, dan Kementrian Polhukam.
Nantinya Satgas ini nantinya akan melakukan supervisi penanganan dan penyelesaian seluruh laporan hasil akhir (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP), yang berisi laporan transaksi keuangan mencurigakan. “Harus saya tegaskan, bahwa setiap surat yang dikirim oleh PPATK itu pasti lampirannya adalah LHA atau LHP. Oleh karena itu, tidak bisa dikatakan dari PPATK hanya ada suratnya, tapi tidak ada LHA/LHP-nya,” jelas Mahfud dalam keterangannya di tayangan Youtube Kemenko Polhukam, Rabu (12/4/2023).
Keputusan pembentukan Satgas ini, kemarin sudah didukung Komisi III DPR saat melakukan rapat kerja bersama Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana kemarin, Selasa (11/4/2023). Satgas Komite TPPU akan memastikan apakah proses hukum kepada pelaku tersebut berhubungan dengan LHP yang dikirimkan oleh PPATK.
“Kalau sudah ada yang inkracht sebagai sebuah kesalahan, itu jadi tindak pidana asal, yang TPPU-nya harus dicari,” jelas Mahfud. Selain itu, satgas juga akan mendalami hal-hal yang dilaporkan, bahwa isu atau masalahnya sudah ditindaklanjuti akan diperiksa dan didalami lagi. Sebab, menurut hukum, TPPU yang ditindaklanjuti belum tentu diselesaikan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku turut menelusuri perkembangan proses hukum para pegawainya yang telah ditangani aparat penegak hukum (APH) berdasarkan surat laporan hasil analisis (LHA) yang disampaikan PPATK periode 2009-2023.
Dari nama-nama pegawai yang terungkap dalam surat-surat yang ditujukan PPATK ke APH itu, Sri Mulyani mengklasifikasikannya ke dalam tiga kelompok. Pertama adalah surat ke APH dan Lembaga Negara lainnya yang terkait pegawai Kementerian Keuangan sebanyak 64 surat dengan nilai transaksi mencurigakan Rp 13 triliun.
Klasifikasi kedua adalah surat ke APH yang terdapat keterkaitan dengan pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain seperti perusahaan-perusahaan yang dapat diperiksa petugas Pajak dan Bea Cukai. Terdiri dari 2 surat saja namun dengan nilai transaksi mencurigakan sebanyak Rp 47 triliun.
Terakhir, klasifikasi ketiga adalah surat ke APH yang terkait dengan perusahaan atau pihak lainnya yang tidak menyangkut pegawai Kementerian Keuangan namun berkaitan dengan tugas dan fungsi pengawasan oleh Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai. Terdiri dari 34 surat dengan nilai Rp 14 triliun.
Sri Mulyani menegaskan, data ini harus ia ungkap supaya publik memahami bahwa surat-surat yang disampaikan PPATK ke Kementerian Keuangan maupun ke APH sudah ditindaklanjuti. Ia pun menegaskan telah mengarsipkan surat-surat itu secara rapi dengan pembagian seperti yang ke APH itu. “Kami hanya ingin menyampaikan di dalam forum yang terhormat ini supaya menunjukkan bagaimana kami bekerja, surat-surat PPATK sejak 2009-2023 kami arsipkan secara rapi,” tutur Sri Mulyani.
Dari hasil dengar pendapat antara Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang dihadiri baik oleh Menkopolhukam Mahfud MD bersama dengan Ketua PPATK dan Menteri Keuangan secara bersama dengan Komisi III DPR-RI, maka menandakan berakhirlah polemik yang sebelumnya menyatakan ada perbedaan data antara data Menkopolhukam dan Menteri Keuangan. Selaku Ketua Komite, Menko Polhukam mengatakan bahwa tidak ada perbedaan data agregat dari Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK tahun 2009 – 2023 baik yang disampaikan oleh Menkeu pada rapat bersama komisi XI DPR pada tanggal 27 Maret 2023 dengan yang disampaikan oleh Menko Polhukam pada rapat bersama Komisi III DPR pada tanggal 29 Maret 2023 yang lalu.
Sama sekali tidak keduanya menggunakan base data yang sama dari PPATK, dimana perbedaan sebenarnya terletak pada pengelompokan data. Sedangkan dengan rencana yang telah disetujui bersama Komisi III dalam pembentukan Satgas. Kemudian, Mahfud juga menyampaikan pihaknya akan membentuk Satgas yang melibatkan PPATK, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Bareskrim Polri, Pidsus Kejagung, Bidang Pengawasan OJK, BIN, serta Kemenko Polhukam. Satgas akan mengusut kasus ini dengan membangun kerangka kasusnya dari awal.
“Komite akan segera membentuk Tim Gabungan/Satgas yang akan melakukan supervisi untuk menindaklanjuti keseluruhan LHA/LHP nilai agregat sebesar Rp 349.874.187.502.987 dengan melakukan case building (membangun kasus dari awal). Komite akan melakukan case building dengan memprioritaskan LHP yang bernilai paling besar karena telah menjadi perhatian masyarakat, dimulai dengan LHP senilai agregat Rp 189.273.872.395.172
Maka dengan demikian akan dimulai babak baru pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diharapakan sebagai wujud nyata untuk pemberantsan Korupsi, dan Pencucian Uang di Indonesia. Dan dalam hal ini Partai Perindo akan mendukung sepenuhnya semua usaha baik bagi penegakan hukum di Indonesia
Penulis : Jeannie Latumahina
Ketua Umum Relawan Perempuan dan Anak Partai Perindo
Peluang dan Tantangan mencapai tujuan besar Hilirisasi Indonesia