Generasi muda silat sekarang perlu melihat nasionalisme kebangsaan generasi muda di tahun 40 an yang mampu menjadikan silat sebgai alat perjuangan merebut kemerdekaan, serta membangun silat sebagai olah raga nasional khas Bangsa Indonesia.
Oleh YUDAH PRAKOSO R.
DALAM memperingati Hari Kebangkitan Nasional 20 mei 2022, Perguruan Silat PGB Bangau Putih Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar Orasi Kebangsaan di Sanggar Merti Raga, Dusun Dayu, Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, Bantul Yogyakarta pada Sabtu, 21 Mei 2022.
Orasi Kebangsaan yang bertajuk Silat Dalam Lintasan Tantangan Zaman disampaikan oleh salah satu murid Perguruan Silat PGB Bangau Putih, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H. H.Hum.
Dalam Orasi Kebangsaan ini Prof. Marcus mengawali selain sejarah Kebangkitan Nasional juga pertanyaan tentang bagaimana kita menyikapi kondisi sosial pada masa kini. Setiap zaman, setiap bangsa tentu mempunyai tantangan tersendiri. Berbeda dengan zaman sebelumnya.
Sebagai bangsa yang telah 77 tahun merdeka, Bangsa Indonesia masih dihadapkan pada berbagai persoalan yang kompleks.
Guru Besar pengajar di Fakultas Hukum UGM tersebut melihat bahwa berbagai macam krisis, baik ekonmi, hukum, dan moral dan membusuknya karakter moral sebagian generasi muda Indonesia merupakan dampak dari derasnya arus budaya asing yang masuk. Revolusi di bidang transportasi dan teknologi informatika telah menjadikan dunia ini menjadi sebuah perkampungan global (global village).
Globalisasi mengakibatkan hilangnya Batasan antar bangsa serta memudahkan masuknya kebudayaan, informasi, serta pengaruh negatif dari budaya lain. Karakter sebagian generasi muda yang seharusnya berlandaskan Pancasila dan UUD 45 sebagai jati diri Bangsa Indonesia, sebagian telah tergerus oleh karakter hedonis, kapitalis, dan individualis.
Krisis moral
Menurut Prof. Marcus, persoalan krisis moral merupakan hal paling serius untuk memperleh perhatian. Karena masyarakat sebagai aset pembangunan sudah mulai kehilangan karakter yang sesuai dengan kondisi negara dan bangsa.
Krisis moral dalam masyarakat antara lain dengan 1) hilangnya kejujuran, 2) hilangnya rasa tanggung jawab, 3) ketidakmampuan berpikir jauh ke depan (visioner), 4) rendahnya disiplin, 5) krisis kerjasama, 6) krisis keadilan dan 7)krisis kepedulian.
Keadaan tersebut secara otomatis : menghilangkan jiwa sportivitas, kejujuran, kepercayaan diri, dan rasa saling menghargai dalam diri manusia. Artinya, manusia sudah tidak mampu introspeksi diri, mengakui kekalahan, dan tidak dapat berinteraksi dengan baik dengan orang lain.
Krisis moral tersebut pada akhirnya juga menimbulkan setumpuk persoalan yang dihadapi bangsa ini.
Dari setumpuk persoalan itu menurut Guru Besar UGM yang menjadi anggota Balai Pengawas Pemasyarakatan Kemenkumham dari tahun 2020 sampai sekarang ada beberapa hal yang dapat dikedepankan karena telah dirasakan dan dihadapI bersama. Bukan untuk menumbuhkan pesimisme, tetapi justeru untuk mengunggah kesadaran bersama dalam menyikapinya. Antara lain adalah : 1) Pesoalan Tindak Pidana Korupsi, 2) Persoalan Terorisme, 3) Persoalan Intoleransi, 4) Kemiskinan, dan 5) Pemanfaatan Teknologi dalam hal ini persoalan disrupsi.
“Untuk menyikapi persoalan-persoalan di atas , hendaknya kita semua melakukan refleksi, kita menilai dan mengkaji diri sendiri, berdasarkan kebiasaan, dan perilaku yang selama ini telah kita lakukan, demikian lanjut Prof Marcus dalam Orasi Kebangsaannya yang dihadiri oleh sejumlah anggota PGB Bangau Putih, Pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia Cabang Sleman, dan perwakilan dari beberapa Perguruan Pencak Silat yang lainnya malam itu.
Dalam Orasi Kebangsaan tersebut Prof. Marcus juga menekankan bukan saja ambisi menyelesaikan persoalan bangsa yang kompleks saja, tetapi cukup menjadi bagian yang menciptakan kondisi atau setidaknya membantu menciptakan suasana yang kondusif . Bagi penyelesaian segala persoalan bangsa.
Karakter Kebangsaan
PGB Bangau Putih adalah organisasi olah raga yang berbasis pada pencak silat. Di masa lalu pencak silat adalah alat perjuangan fisik melawan penjajah, dan hingga saat ini masih sangat relevan sebagai alat pemersatu bangsa. Silat dapat menjadi wahana pendidikan karakter.
Hal-hal yang menjadi muatan pendidikan karakter dalam pencak silat setidaknya meliputi aspek moralitas, religious, dan psikologis.
Pencak silat dapat dijadikan sebagai wadah pendidikan karakter, karena nilai-nilai positif di dalamnya mencakup aspek mental spiritual, pengembangan seni budaya, pengembangan beladiri dan olah raga.
Dengan demikian melalui olah raga pencak silat diharapkan dapat membentuk karakter masyarakat Indonesia kearah yang positif, sehingga dapat meningkatlan kualitas hidup. Sebab karakter merupakan konsep moral, yang tersusun dari sejumlah karakteristik yang dapat dibentuk melalui aktivitas olah raga.
Ada pun nilai-nilai yang dapat dibentuk melalui aktivitas olah raga, antara lain : rasa terharu, keadilan, sikap sportif, dan integritas. Adanya perkembangan dan terbentuknya seseorang dipengaruhi oleh kemampuan kognitif dan daya tangkapnya dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial budaya.
Dengan demikian karakter seseorang dapat terbentuk bukan saja karena menirukan melalui pengamatan, melainkan dapat diajarkan melalui olah raga, latihan, dan aktivitas fisik.
Dengah olah raga pencak silat dapat membentuk insan yang Tangguh, Tanggon, dan Trengginas. Demikian Prof. Marcus menutup orasi kebangsaannya.
Menururt Fajar Suharno, Dewan Guru Perguruan Silat PGB Bangau Putih, generasi muda silat sekarang hendaknya secara progresif, kreatif, dan inovatif mengembangkan silat sesuai kondisi kekinian dan masa depan untuk memperkuat semangat nasionalisme kebangsaan. Artinya tidak berhenti silat sebagai olahraga dan beladiri saja.
Sedangkan Ketua Perguruan Silat PGB Bangau Putih Daerah Istimewa Yogyakarta, Ida bagus Yoga Atmaja menyampaikan, Orasi Kebangsaan Perguruan Silat PGB Bangau Putih pertama kali dilakukan pada tahun 2019, di mana pada tahun tersebut elemen bangsa ini terpecah belah secara diametral, bahkan mendekati perpecahan. Yang terkena imbasnya tentu saja masyarakat luas. Hal ini terlihat di media sosial dan jejaring di mana sering terjadi saling menyerang dan saling bertahan sehingga suasana menjadi tidak kondusif.
Ida Bagus Yoga Atmaja melihat kondisi ini juga terjadi di kalangan dunia persilatan. Semangat kebangsaan terlihat seolah akan pudar. Di sisi lain di negara-negara maju justeru semangat nasionalisme terbina dengan baik agar tidak luntur di era globalisasi, digitalisasi dalam memasuki era meta verse.
Oleh karena itu setiap elemen bangsa termasuk di dalamnya para pesilat Indonesia yang jumlahnya sekitar 40 juta perlu mengambil peran strategis dalam membangun smengat kebangsaan yang meng Indonesia dengan menegasikan semua kepentingan sempit atas Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA).
Lebih lanjut Ida Bagus Yoga Atmaja menambahkan bahwa kaum intelektual organic silat perlu berperan melakukan transformasi ide-ide kebangsaan dengan bernas, mengimplifikasi suara-suara kejernihannya melalui berbagai cara dan media yang mudah dicerna oleh generasi muda silat.
Generasi muda silat sekarang perlu melihat nasionalisme kebangsaan generasi muda di tahun 40 an yang mampu menjadikan silat sebgai alat perjuangan merebut kemerdekaan, serta membangun silat sebagai olah raga nasional khas Bangsa Indonesia. (*/dms)