Almarhum Arswendo Atmowiloto, kami biasa memanggilnya Mas Wendo, mendapat “Anugrah Pengabdian Seumur Hidup”. Ini tentu dicomot dan diterjemahkan dari “Lifetime Achievement Award”.
Piala tersebut diserahkan oleh Johnny G. Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia kepada puterinya, Caecilia Tiara, mewakili almarhum.
Mas Wendo memang sangat pantas menerima itu.
Cerita tentang tayangan dan tetek-bengek tentang itu sudah diceritakan dengan baik, penuh rasa hormat, cinta dan bangga oleh Ricke Senduk dan Ramadhan Syukur
Aku cuma mau nebeng cerita sehubungan dengan penghargaan itu.
Begini..
Suatu ketika di awal penerbitan tabloid ‘M’. Terlintas di benak mas Wendo untuk membuat penghargaan menyaingi, eh tepatnya mendampingi piala Citra, versi wartawan.
“Di Amrik, piala versi wartawan itu kalok gak salah namanya Golden Globe” kataku memotong.
“Aah, iya, iya. Pinter lu!”
“Iya doong. ‘Kan anak buah elooo!”. Mas Wendo ngakak seperti biasa.
Maka, blingsatanlah aku disuruh membuat desain piala itu, sekaligus mencari orang yg bisa membuat piala itu.
“Bikin yg keren ya,…jangan malu-maluin!”
Bersama mendiang Aries Trianto (kebetulan nama depan kami sama), seorang fotografer, bergerilyalah kami mencari pembuat piala yang “gak malu-maluin” itu.
Kebetulan Aries mempunyai kenalan adik Sidharta, pematung beken itu (bukan GM Sudarta, kartunis terkenal itu), seorang yang juga pematung. Studionya menempati lahan luas yang masih asri di daerah Rempoa.
Kami berbincang tentang ‘filosofi’ dan alasan pembuatan piala itu, supaya sang pematung menangkap apa yang ingin kami sampaikan dalam desainku. Membicarakan kemungkinan-kemungkinan bentuk, bobot, bahan, jumlah produksi dan -tentu saja- harga.
Setelah selesai, agak terkejut, kagum, dan agak takut juga aku melihatnya. Tenyata piala itu agak besar. Setinggi kurang lebih 40 cm, berbentuk persegi panjang (bukan pipih) terbuat dari fiber glass transparan. Di dalamnya ada sosok manusia sedang berdiri, terbuat dari logam berwarna emas (tembaga? kuningan?)…
Hari H, penganugrahan pun tiba. Waktu itu aku kebetulan naik panggung untuk menyerahkan piala itu kepada mendiang Teguh Karya.
Ketika menerima piala itu, ekspresi Oom Steve (begitu kami biasa memanggil), sangat terkejut. Bahkan piala hampir terlepas dari tangannya.
Lalu, dia berbisik:
“Busyet dah,…piala lu berat bangeeet! ”
(Aries Tanjung)