“Sudah lama diejek sebagai macan ompong, keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini telah menunjukkan bahwa ada batasan untuk apa yang bahkan ASEAN akan toleransi,” tulis Marzuki Darusman, mantan Ketua Pencari Fakta PP di Myanmar di The Straits Times Singapura. Foto: Frontier
Seide.id – Dalam sejarah perhimpunan bangsa bangsa Asia Tenggara, ASEAN, belum pernah terjadi blok antar negara ini menolak kehadiran pemimpin nasional negara anggotanya. Mengecualikan seorang pemimpin nasional dari pertemuan dua tahunannya, menghalangi arsitek kudeta dan hanya mengizinkan “perwakilan non-politik”.
Langkah tegas ASEAN yang diprakarsasi Brunei Darusssalam dan Malaysia tak pelak merupakan pukulan bagi legitimasi junta militer Myanmar dan kemenangan bagi demokrasi.
Apalagi pada pertemuan ASAN itu, ada dua pemimpin negara adidaya yakni Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri China Li Keqiang berpidato di pertemuan itu.
Sebagaimana diketahui jendral yang mengepalai Junta Myanmar Min Aung Hlaing tidak diundang sebagai dampak krisis politik pertumpahan darah setelah kudeta Februari lalu.
Didirikan pada tahun 1967 oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand, dan diperluas pada 1990-an dengan masuknya Myanmar, Laos, Vietnam dan Kamboja, ASEAN belum pernah mengecualikan seorang pemimpin nasional dari pertemuan dua tahunannya.
Tetapi pada tanggal 15 Oktober 2021 ini, sembilan dari 10 negara anggota (Brunei bergabung pada tahun 1984 setelah memperoleh kemerdekaan) sepakat menolak pejabat Pemerintah Junta Myanmar dan setuju untuk mengizinkan Myanmar diwakili oleh “perwakilan non-politik” mengingat gejolak dan persaingan yang terus berlanjut di negara itu mengenai siapa yang memegang kekuasaan eksekutif yang sah.
Pengamat Asean mengatakan keputusan itu diambil sebagian untuk menghindari rasa malu para pemimpin dunia yang melewatkan pertemuan Asean untuk menghindari kepala junta.
Sejak kudeta 1 Februari, sekitar 1.200 orang telah dibunuh oleh pasukan junta, menurut pemantau lokal, dengan ribuan lainnya ditahan, didakwa atau dihukum karena pelanggaran pidana.
Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina diyakini telah secara aktif mendorong pengecualian Min Aung Hlaing, dengan dukungan dari ketua blok saat ini, Brunei Darussalam.
South China Morning Post menulis, negara-negara Indocina lainnya termasuk Thailand – yang dipandang memiliki hubungan dekat dengan junta – tidak menghalanginya.
Selanjutnya, Myanmar menentang keputusan ASEAN