Bagaimana meyakinkan bahwa tokoh (SBY) itu mempengaruhi dunia, apalagi kaitan dengan Covid-19, dan memburuknya ekonomi dunia, dalam waktu satu detik?
Oleh SUNARDIAN WIRODONO
Mari rileks sejenak. Sesuai pemikiran jubir Satgas Covid-19, PPKM Darurat terus-menerus jika tak hati-hati bisa membuat frustrasi masyarakat. Maka diperlukan relaksasai. Relaksasi itu antara lain, dengan mendengarkan Herzaky Mahendra Putra.
Siapa dia? Ustadz baru? New-comers persinetronan kita? Bukan. Beliau Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat. Tentu berkait dengan hal-hal strategis. Beliau katakan, SBY sebagai tokoh protagonis yang amat diperhitungkan dunia dalam film produksi teranyar Hollywood (2021), The Tomorrow War. Wow!
Saya mohon kesabaran Anda sejenak, untuk mengikuti pernyataan strategis Herzaky. Siapa tahu daya imunitas Anda meningkat. Itu penting di masa pandemi yang gawat-darurat ini. Pernyataan Herzaky lebih dahsyat dari usulan Herman Deru. Gubernur Sumatera Selatan itu menyarankan, agar Presiden mengganti istilah PPKM Darurat dengan istilah PPKM Level 1 s.d. 4.
Apa pernyataan Herzaky? Ia merasa, munculnya SBY dalam film The Tomorrow War merupakan pengakuan dunia terhadap Indonesia, terutama SBY, dalam menjaga perdamaian dunia. Sekali lagi baca soal; terutama. Menurut politikus Demokrat itu, film The Tomorrow War mengambil momen saat SBY bertemu mantan Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown. Peristiwa itu terjadi pada 31 Maret 2009 di sela-sela forum G-20 di London. Film yang disutradarai Chris McKay itu, bisa dilihat di layanan streaming Amazon Prime Video mulai awal Juli 2021 lalu, dan rilis di Indonesia 21 Juli 2021. Chris McKay dikenal sebagai sutradara The Lego Batman Movie (2017)
Protagonis yang Dirindukan Dunia.
“Tentunya ini hal yang baik, patut membuat kita bangga dan bersyukur, karena pertama, salah satu putra terbaik Indonesia, Presiden keenam RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, dimasukkan dalam film yang diputar luas di seluruh dunia sebagai tokoh protagonis dan menentukan,” demikian Herzaky dalam keterangan tertulis, Minggu (18/7/2021) yang ditulis berbagai media online.
Dituturtkan Herzaky, dalam scene yang ditampilkan, SBY muncul sebagai salah satu pemimpin di negara dunia yang bersepakat dengan pemimpin-pemimpin lainnya, dalam usaha menyelamatkan dunia. Scene yang muncul berlangsung sekitar satu detik, dan (sebenarnya hanya) merupakan cuplikan berita. Hah? Satu detik?
Sabar. Baca dulu penjelasan lebih lanjut. Hal itu merupakan bentuk pengakuan kepada Indonesia, khususnya kepada SBY, yang berperan dalam menjaga perdamaian dan ketertiban dunia. “Sebagai salah satu pemimpin di dunia yang ketika menjabat, ikut berperan aktif dalam menjaga dan mempromosikan perdamaian maupun ketertiban dunia, sesuai dengan amanat konstitusi.”
Kemunculan SBY itu, masih menurut penjelasan orang yang sama, juga menggambarkan kerinduan dunia internasional akan sosok SBY, dalam situasi dunia yang sedang krisis dan mengancam keberadaan umat manusia akibat virus corona. “Untuk ikut terlibat aktif dan memberikan masukan-masukan, agar Indonesia bisa segera membaik dan lepas dari jeratan pandemi Covid-19 maupun krisis ekonomi saat ini…”
Sampai paragraf di atas itu, jadi lebay-bubay!
Bagaimana meyakinkan bahwa tokoh (SBY) itu mempengaruhi dunia, apalagi kaitan dengan Covid-19, dan memburuknya ekonomi dunia, dalam waktu satu detik? Apalagi, kemunculan SBY dalam film itu, hanyalah merupakan cuplikan momen pertemuan antara SBY dan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown di ‘10 Downing Street, London, 31 Maret 2009. Itu pun di sela-sela Forum G-20 di London, Inggris. Pertemuan non-formal, dan kita tak tahu apa yang dibicarakan keduanya.
Perjuangan Kelas Negara Berkembang.
Bagi yang julid, bisa melihat apa rekomendasi Forum G-20 tahun 2009 itu, sebagai organisasi baru dengan 19 negara anggota plus Uni Eropa? Ini bukan soal penyelamatan dunia, melainkan penyelamatan negara-negara berkembang di tengah ‘penjajahan bentuk baru’ dari negara adidaya. Sebuah perjuangan kelas karena soal tata-nilai ekonomi global yang tidak adil.
Indonesia, patut berbangga sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk dalam G20. Tapi proses pembentukan G20 sudah dimulai sejak 1998 ketika krisis keuangan di kawasan Asia berdampak pada stabilitas makro-ekonomi dunia. Organisasi G7, dari tujuh negara ekonomi maju, dinilai gagal mencari solusi meredam krisis ekonomi global. Kita tahu dalam kaitan ini, Soeharto longsor dilibas gerakan reformasi 1998.
Usai longsornya penguasa Orde Baru, maka pada era Habibie, Gus Dur dan Megawati, diskusi ke arah terbentuknya G20 terus berlangsung. Hingga kemudian dideklarasikan pada April 2009 saat Indonesia (yang terlibat sejak awal) berada di bawah kepemimpinan SBY.
Kembali ke peran dahsyat SBY dalam film The War Tomorrow, yang hanya sedetik itu. Mari kita selusuri sinopsis film bergenre fiksi ilmiah ini. The War Tomorrow mengisahkan pertarungan melawan alien yang menginvasi bumi di masa depan. Bayangin, pada tahun 2022, sepasukan tentara datang dari tahun 2051, untuk merekrut orang-orang yang siap melawan alien.
Bagaimana bisa terjadi ulang-alik waktu kayak gitu? Salah satu tokohnya, Daniel, punya perangkat khusus yang nempel di lengannya. Bisa membuat perjalanan nembus waktu, kayak sinetron ‘Lorong Waktu, di mana Deddy Mizwar bisa terlihat sakti kayak tukang sulap. Jadi kalau pengin mbukti’in gimana kecantikan Cleopatra dari Mesir, atau Ken Dedes yang bikin gila Ken Arok, karena pangkal paha yang bercahaya, ajakin Daniel. Namanya juga film science-fiction. Ibarat kata ‘gila mah bebas’ atau ‘mabuk mah bebas’, film science-fiction, apalagi dengan teknologi digital masa kini, memungkinkan membuat visualisasi yang tak masuk lubang jarum sekalipun.
Film yang Amerika Banget. Apakah orang-orang dari 2051 tadi ke tahun 2022 menemui SBY? Tentu tidak. SBY tahun itu sudah jadi bekas Presiden. Dan kepada pers, dulu SBY pernah mengatakan hidupnya tidak akan sama lagi usai kematian Ani Yudhoyono. SBY menjadi pemurung dan mudah baperan. Tentu tidak cukup bagus direkrut ke peperangan masa depan. Mau merekrut yang muda yang bercinta? AHY sudah mundur dari dinas ketentaraan. Sementara, pada kenyataannya, Indonesia dalam waktu senyatanya, akan menjadi tuan rumah dalam Forum G20 tahun 2022. Tentu saja, Presidennya adalah Jokowi, meski gegara pandemi ada yang memintanya mundur.
Lha di mana peran SBY? Dalam thrillers memang terlihat ada SBY, namun memang hanya sedetik. Itu pun comotan dokumentasi video pertemuan Forum G20 tahun 2009 (bukan tahun 2022). Mengapa manusia tahun 2051 kelayaban ke 2022, apa tidak terkena penyekatan? Virus corona sudah bisa ditundukkan?
Dalam membangun impresi, atau membagun nuansa peristiwa, upaya meyakinkan penonton (apalagi science fiction) adalah penting. Penggabungan imajinasi, fiksi dan fakta, beririsan tipis dengan data peristiwa nyata dan peristiwa rekaan.
Dalam film itu, di ceritakan mantan tentara yang kini menjadi guru biologi, Daniel Forester (Chris Pratt, pemain dalam Jurrassic World), menjadi salah satu orang yang berangkat ke masa depan. Meski sempat dilarang istri dan anak, ia tetap berangkat ke masa depan demi menyelamatkan bumi. Amerika banget.
Anakronisme dan Kesembronoan Film. Di situ terjadi anakronisme. Karena pertemuan SBY dan Gordon Brown terjadi tahun 2009. Sementara setting waktu yang terbangun tahun 2022, di mana dikesankan dalam film itu memperlihatkan pertemuan antarkepala negara tahun 2022. SBY menjadi salah satu kepala negara yang ada dalam pertemuan tersebut.
Bagaimana bisa terjadi hal itu? Mungkin ini cara kerja serampangan sutradara film yang ingin mudahnya saja. Atau untuk menekan biaya produksi. Nama sutradara dan pemainnya saja, sudah menunjukkan kelasnya. Apalagi hanya untuk scene 1 (satu) detik. Kenapa tidak Jokowi, misalnya, yang muncul dalam setting waktu 2022, karena kelak 2022 Indonesia akan jadi tuan rumah G20? Kenapa tidak membuat live-shoot dengan artis yang memerankan karakter nyata? Mahal, bo!
Di situ mungkin Herzaky membaca dari sudut pandang kepentingan SBY dan Demokrat, dalam menghadapi perang masa depan yang sesungguhnya, di tahun 2024. Itu soal lain lagi tentu. Dan tentunya bisa berbeda dengan kepentingan Chris McKay selaku sutradara. Kalau memakai Jokowi, ribet karena masih sebagai presiden aktif. Dan akan menjadi politis.
Sementara, mengambil video dokumen 2009 tentang pertemuan kepala negara dunia (untuk menggambarkan betapa gawatnya persoalan), dengan setting waktu 2022, hanya ingin menunjukkan atau untuk membangun impresi kegentingan yang diinginkan sutradara. Bayangkan, bumi diinvasi makhluk allien. Itu gawat darurat banget. Film ini istilahnya memanfaatkan moment. Dan itu biasa dalam bisnis. Pas dunia remuk-redam diguncang virus corona.
Itu cara atau logika film Hollywood yang sering karena spiritualitas ‘Hell America’, membuat mereka terlihat ngayawara. Itulah sebabnya, dulu waktu Perang Vietnam, Amerika tampak jaya di layar, tapi rontok di ladang-ladang Vietcong. Sama persis dengan The War Tommorrow. Ini film propaganda banget, untuk menyemangati manusia menyelamatkan bumi. Daniel cum suis, yang ditugaskan melawan alien di pantai Miami, mengalami banyak kendala. Misi itu berubah menjadi bencana, ketika mayoritas anggota yang ditugaskan meninggal. Hanya sedikit yang selamat. Di antaranya adalah Daniel, Charlie, dan Dorian. Nah, sudah ketebak ‘kan endingnya? Meski sulit, Daniel tetap berusaha untuk melawan alien. Sebanyak mungkin alien dilumpuhkan, demi meraih kemenangan. Ia hanya ingin menyelamatkan bumi dan keluarganya, agar bisa terus hidup di masa mendatang. Viva Daniel, my hero!
Di mana peran SBY? Sebagai cameo, tentu saja hanya numpang lewat. Itu pun cuma sedetik. Mau ngomong apa? Bertanyalah pada Harry Tjahjono dari se-Ide. Bisakah beliau meyakinkan penonton, dengan membangun adegan satu detik, mengenai keputusan si Doel akhirnya memilih Saras, dan bukannya Zaenab? Beliau butuh waktu sampai 4 seri film televisi itu, dengan banyak drama. Sampai meninggalnya Benyamin, Pak Tile, Basuki. Untuk bisa ngomong ‘aku cinta kamu’ saja, kalau bukan penulis skenarionya, atau play-boy, bisa lebih dari satu menit.
Pak Tarno saja, yang ahli sulap, masih butuh pertolongan penonton. Apalagi sedetik ngomongin perdamaian dunia? Dunia bul-bul? Pertarungan masa depan memang kejam, apalagi di 2024. | @sunardianwirodono