Oleh DAHONO PRASETYO*
Perang dagang Tiongkok Amerika ternyata sudah diprediksi Jokowi jauh-jauh hari. Semenjak Trump naik tahta, sentimen negatif kepada Tiongkok menjadi agenda politik luar negeri Amerika dalam rangka melindungi kepentingan dalam negerinya. Jokowi yang kemudian perlahan mengalihkan “kiblat” hightech ke Tiongkok sebagai antisipasi untuk tidak menjadi pelanduk diantara 2 gajah yang sedang bertarung.
Indonesia mau tidak mau harus diakui masih menjadi NEGARA PASAR diantara kedua NEGARA PRODUSEN tersebut. Neraca perdagangan kita yang masih lebih banyak membeli daripada menjual menuntut kita pandai-pandai memilih barang.
Sebagai negara pembeli harus diakui kita punya ketergantungan lebih dulu dengan Paman Sam yang sudah lebih dulu “menyandera” kita. Puluhan tahun Orba tidak memberi kesempatan pajangan etalase selain ke barat. Minyak kita ditukar peralatan militer. Kopi dan tembakau barter pesawat tempur. Atau batu bara kita dibayar pakai premium dan solar.
Bahwa selanjutnya ada “supplier” baru yang lebih bagus dan murah, tetapi tidak bisa serta merta memutuskan hubungan dagang dengan Amerika. Tiongkok yang paham kita butuh barang “instant” mulai bergerilya menjajakan mainan plastik Made In China. Radio FM bermerek China hingga jarum, gunting, kuku penggaris grosiran dan barang remeh remeh yang kita malas membuat sendiri.
Perang dagang atau lebih tepatnya perang produk hightech Panas Sam dan Kungfu Panda yang sedang terjadi membuat kita mesti pandai “bermain mata” dengan keduanya jika tidak ingin terkena imbas sentimen perseteruan mereka. Beberapa negara Timur Tengah sudah merasakan embargo
Amerika gegara kurang pandai melihat situasi. Mengkhianati dagang dan kepentingan Amerika bisa berakibat dikeroyok negara produsen lainnya yang nota bene sekutu abadi si Sam.
Jokowi mesti ambil peluang produk dari Tiongkok dengan harga lebih murah, tapi jangan sampai mengkhianati kepentingan Amerika dan kroninya yang sudah beranak cucu di negeri ini.
Perang dagang Amerika Tiongkok adalah berkah dan hikmah bagi Indonesia. Jokowi mesti lihai memainkan situasi yang terjadi di saat mereka sibuk berseteru. Berdiri dengan dua kaki diantara mereka justru membuat kita kuat. Hikmah bagi kita untuk mulai mandiri pada produk-produk massal menjadikan kita suatu saat bisa seperti Tiongkok. Menciptakan segmen pasar sendiri sekaligus belajar alih teknologi.
Perang dagang adalah sebuah komoditas dagang juga. Kapan perang dagang berakhir? Yang pasti
setelah terjadi perang militer.
Jika tak ingin perang militer terjadi maka hentikan perang dagang.
Dan Amerika yang kini sedang mengarahkan perang dagang menjadi komoditas politik berharga tinggi. Bagaimana dengan Indonesia?
Kita sementara sedang mabuk ideologi sambil terheran melihat drone berisi manusia dan sinyal 6G yang sedang diborong Tiongkok.
18/02/2020.
Penulis adalah Master Property Art Director, Alumni Asdrafi (1996), Desain Komunikasi Visual BSI (2005), penulis skenario FTV dan dokumenter. Terlibat di produksi film dan sinetron. Kolumnis.