Perang…
Ada banjir air mata
Ada gelimang darah
Di antara reruntuhan puing
Pesta pora api senjata
Gelak tawa jutaan peluru
Senyum bangga rudal
Dilahirkan jemari pemiliknya
Raja Kesombongan
Ratu Keserakahan.
Gelimang darah sesama manusia
antara bahak tertawa
jutaan peluru senjata
dipertontonkan seperti pesta
Banjir air mata dan hiteris ketakutan warga
tak dihiraukan seperti sampah
Kobaran api dan puing
bangunan yang runtuh
sorak dibanggakan laksana
pesta panen raya di ladang
Dan
sepertinya para pelaku perang
adalah robot tanpa nurani
mereka tanpa air mata
adalah mesin tanpa jiwa
mereka tak punya darah
yang dikendalikan penguasanya
Raja Kesombongan
Ratu Keserakahan.
Wahai
Para Raja Kesombongan
Seberapa nikmatmu berpesta
di atas gelimang darah sesama
Wahai
Para Ratu Keserakahan
Berapa lama banjir air mata memperpanjang kehidupanmu
Adakah kekuasaanmu abadi
oleh jutaan jiwa korban perang.
Jiwa-jiwa merana berteriak
dari gelimang darah
Jasad-jasad terkapar
dibasahi banjir air mata
Korban kematian tragis
ditangisi sanak keluarga
sesama yang cintai kehidupan
hanya mampu daraskan doa
sujud mencium Bumi
tengadah menatap mentari
Adakah kuasa Ilahi
hentikan perang ini
Adakah kasih surgawi
lindungi segenap insani
sadarkan jiwa nurani
Raja Kesombongan
Ratu Keserakahan
Ataukah
ini bagian tarian semesta
dalam bentangan waktu
karena para pelaku perang
juga generasi kehidupan
putra-putri peradaban?
Perang…
Gelimang darah korban
Banjir air mata ketakutan
Puing-puing reruntuhan
mengelompokkan pribadi insani
menjawab pertanyaan kodrati
Siapakah aku ini
Mengapa saya terlahir
Untuk apa hidup ini
Apa yang mau kulakukan
di hadapan darah, air mata, puing kehancuran, dan ancaman kehidupan.
Dan
Para Raja Kesombongan
Para Ratu Keserakahan
Robot dan mesin perang
Terus bermegah dalam pilihannya
atas nama kebenaran
atas nama kebaikan
atas nama keyakinannya
karena
dirinya adalah penguasa
atas segala sesuatu
dirinya adalah tuhan
atas semua yang ada.