Ekonomi Perang dan Kemiskinan Global

Saat ini manusia hidup di kampung global, kata aktivis lingkungan David Suzuki. Dengan lantang sejak tahun 1990-an, saintis Kanada turunan Jepang ini, menyatakan perkembangan ekonomi dunia sedang menuju bunuh diri.

Suzuki melukiskan bahwa perkembangan ekonomi dunia kini bertumpu pada dua hal yang destruktif: perusakan lingkungan dan industri peperangan. Jika kondisi ini tidak diubah dan diperbaiki, maka manusia akan menjemput hari kiamatnya sendiri.

Kanselir Jerman Willy Brant (1969-1974), dalam bukunya yang terkenal, Arms and Hunger, melukiskan negara-negara di dunia lebih banyak membelanjakan uangnya untuk persenjataan ketimbang kesejahteraan. Willy Brant, memberi contoh, harga sebuah kapal induk misalnya, bisa untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan penduduk negara di Afrika seperti Ethiopia dan Sinegal.

Saat ini, berapa kapal iinduk yang dimiliki Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, dant Cina? Semua kapal induk dari negara-negara tersebut, tulis Willy Brant, cukup untuk mengatasi kelaparan dan penyakit yang mendera negara-negara miskin di seluruh dunia.

Kondisi ekonomi kampung global seperti dilukiskan David Suzuki dan Willy Brant, kini makin mencemaskan setelah munculnya konflik Rusia-Ukraina.

Rusia sudah mengancam akan menjatuhkan bom nuklir jika Ukraina tetap melawan kehendak Rusia. Vladimir Putin pun sesumbar bahwa Rusia tidak takut terhadap ancaman Barat.

Salah satu sesumbar Putin yang 8menggemparkan dunia adalah “Kiamat dunia yang menentukan adalah Tuhan. Tapi kiamat Eropa, akulah yang menentukan.”

Putin arogan? Tidak. Jika konflik Rusia-Ukraina makin panas dan Eropa ikut campur dengan mendukung Ukraina, ancaman Putin bisa saja terjadi. Rudal nuklir milik Rusia saat ini, lebih dari cukup untuk meratakan daratan Eropa Barat. Bahkan cukup umntuk meratakan Dunia Barat, termasuk AS.

Tapi jangan lupa, jika Putin melakukukan itu, Rusia pun akan hancur lebur. Rudal nuklir milik AS, Inggris, dan Prancis lebih dari cukup untuk meratakan Rusia. Bahkan meratakan Uni Soviet yang hendak dibangkitkan kembali oleh Putin.

Dari kecemasan konflik Rusia-Ukraina saja, ekonomi dunia sudah mulai kejang-kejang. Harga minyak bumi dan gas melejit. Manusia menjerit karena kenaikan harga kebutuhan pokok yang tak tertahankan.

Kini Barat memboikot perbankan Rusia. Rusia memboikot suplai minyak dan gas ke Barat. Eropa Barat panik jika Rusia menghentikan aliran gasnya ke sana. Rusia adalah alah satu negara pengekspor minyak dan gas terbesar di dunia.

Pengaruh perang Rusia-Ukraina akhirnya sampai ke Indonesia. Harga BBM naik; minyak goreng sawit naik; gandum naik; pupuk naik. Dan hampir semua komoditas pangan, pertanian, dan energi naik.

Kenapa terjadi? Bukankah Indonesia tidak “cawe-cawe” terhadap konflik Rusia-Ukraina? Mengapa perang tersebut berdampak pada naiknya harga bahan pangan di Indonesia?
Itulah dampak tak terelakkan dari butterfly effect (efek kupu-kupu).

Seorang environmentalis Edward Norton Lorenz, setelah melakukan penelitian komprehensif, menyatakan: kepakan sayap kupu-kupu di Brazil dapat menimbulkan tornado di Texas.

Ya, kepakan sayap kupu-kupu di Brazil yang berubah akibat kerusakan lingkungan, bisa menimbulkan tornado di Amerika. Perubahan lingkungan tersebut, yang niscaya muncul akibat polusi atmosfir yang kemudian menimbulkan kenaikan suhu bumi, akhirnya memicu gejolak iklim yang berimbas pada tumbuhnya badai laut tornado.

Dewasa ini, jumlah tornado yang menerjang pantai Timur Amerika terus bertambah dari tahun ke tahun. Korban nyawa dan harta pun makin bertambah dari masa ke masa.

Butterfly effect ternyata tidak hanya memporakporandakan permukaan bumi. Tapi juga memporakporandakan ekonomi. Perang Rusia-Ukraina, ternyata menimbulkan butterfly effect terhadap perekonomian dunia. Indonesia pun tidak bisa menghindarinya.

Kembali kepada tesis David Suzuki dan Willy Brant: Persaingan ekonomi di dunia yang bertumpu kepada keserakahan dan syahwat kekuasaan, akan berakibat fatal bagi kehidupan manusia sendiri. Dunia kini tengah menyaksikan peperangan Rusia-Ukraina yang imbasnya mengacaukan perekonomian dunia.

Lalu, adakah cara lain untuk mengatasi – pinjam David Suzuki – problem ekonomi bunuh diri tersebut? Jawabnya: manusia harus kembali kepada jati dirinya. Bahwa Tuhan menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal dan menghargai. Manusia terbaik adalah manusia paling bertakwa kepada Tuhan (Al-Hujarat 13).

Siapakah manusia paling bertakwa itu? Yaitu manusia yang penuh kasih, saling mengasihi, dan paling bermanfaat untuk manusia lain.

Itulah puncak kehormatan manusia. Karena manusia, kata Schumacher, dalam kehidupannya tidak hanya butuh roti (ekonomi). Tapi juga butuh sabda Ilahi (spirituality).

  • AMU
  • Foto: Tugas Sejarah
Avatar photo

About Syaefudin Simon

Jurnalis Senior, tinggal di Bekasi. Penulis beberapa buku termasuk Ghost Writeer. Salah satu buku karyanya yang membaut ia menyesal membautnya adalah buku berjudul Korupsi No Bapak Pemberantas Korupsi