Foto : Jon Tyson / Unsplash
Siapa ingin diperlakukan baik oleh orang lain, hendaknya berlaku baik terlebih dulu. Jika tidak ditanggapi, tapi direspon sebaliknya?
Kita tetap berbuat baik. Tidak ada gunanya kita emosi atau meladeni. Karena tidak ada bedanya kita dengan mereka, jika kita membalas perlakuan jelek itu.
Lebih bijak, kita bertanya pada diri sendiri, maksud dan tujuan dengan berbuat baik itu.
Kita berbuat baik itu semestinya datang dari kedalamanan hati, tanpa sekat dan tidak membeda-bedakan. Berlaku sama untuk seluruh makhluk ciptaan-Nya agar semua bahagia.
Untuk setia berbuat baik itu tidak datang secara ujug-ujug alias tiba-tiba atau mendadak. Berbuat baik itu semestinya dilatih agar jadi kebiasaan. Tanpa kedisiplinan dan latihan terus menerus, mustahil usaha itu membuahkan hasil baik yang maksimal.
Resep sukses berbuat baik adalah keberanian kita meniadakan hukum sebab akibat, lalu menggantinya dengan hukum kasih. Bukan hal mudah, melainkan tantangan yang harus dicermati dengan bijak dan hati-hati agar kita mampu mewujudkannya.
Ada sebagian orang beranggapan, jika kita diperlakukan baik oleh orang lain, kita akan berbuat lebih baik lagi dibandingkan mereka. Jika orang itu berbuat jahat, apakah kita harus membalasnya?
Berbuat salah atau menyakiti orang lain tanpa berani minta maaf itu jadi beban batin. Apalagi, jika benci dan mendendam, karena perbuatan orang lain, berarti kita meracuni hidup sendiri. Hidup kita jadi tertekan, stres, tersiksa, bahkan tidak tentram.
Hasilnya berbeda, jika perbuatan jahat orang itu dibalas dengan perbuatan kasih. Kita tidak hanya memaafkan dan mengampuni orang yang bersalah itu, tapi kita berani mengasihi dan mendoakannya.
Hati yang mengasihi sesama itu tanpa sekat dan tanpa prasangka. Kasih yang ikhlas itu bersumber dari kemaharahiman Allah agar semua makhluk hidup bahagia.
Semoga dengan berani mengasihi sesama, kita jadi kepanjangan berkat-Nya.
Pilih Pengalaman, Gaji Besar, atau Kedua-duanya?