“Bukan hidup seadanya, melainkan berani menerima dan mensyukuri hidup ini apa adanya agar kita bahagia.”
Wanita baya itu memejamkan matanya. Tidak terasa air matanya mengembang. Ternyata ia tidak salah memilih laki-laki itu untuk jadi suami, dan mendampingi hidupnya.
“Kau serius jadian sama dia?” tanya In sambil mengguncangkan tubuh sahabatnya.
“Emang salah?!”
“Salah sih, tidak, tapi jauh dari sasaran,” goda In terus ngakak.
Ya, semua teman dekatnya tidak percaya, ketika ia memutuskan untuk serius dengan lelaki itu, S yang jadi ayah dari anak-anaknya.
Bagaimana mereka mau percaya. Jujur, S bukan tipe lelaki pilihannya yang keren seperti Hen, enerjik seperti Kus, atau yang macho ala Rizal.
Anehnya, dan entah karena apa, ia merasa dekat dan akrab dengan S. Padahal S belum lama dikenalnya. Penampilannya yang bersahaja dan senyumnya yang khas, membuat ia ingin mengenal S lebih dekat lagi.
S, tipe lelaki jujur dan tidak aneh-aneh. Ia pernah memancing S untuk menemaninya ke suatu cafe sambil nonton live musik bersama teman-teman. Dugem istilah kerennya anak now. Apa jawaban S?
“Sesekali itu tidak masalah. Kita sekadar tahu. Asal tidak kebiasaan, apalagi jadi gaya hidup.”
Ia terperangah dengan jawaban itu. Ternyata apa yang dikatakan In benar adanya. S, termasuk lelaki langka, model kuno, dan antik.
Bagi S, kebutuhan dan yang hendak dilakukan itu ditentukan berdasar skala prioritas. Alasannya, agar kita tidak dikuasai donya karep alias keinginan daging. Kita tidak harus mengada-ada demi gengsi. Karena hal itu suloyo dan menjerumuskan diri sendiri ke jurang penyesalan.
Kejujuran, ketekunan, dan keuletan S dalam bekerja membuat ia makin mantap untuk memilih S sebagai pendamping hidupnya. Ia tidak kesirep oleh S seperti yang dituduhkan banyak teman. S adalah jodoh yang dianugerahkan Allah padanya.
Kini, ia melihat bukti itu. Perilaku hidup jujur yang diterapkan suaminya dalam berkeluarga telah membuahkan hasil baik. Kejujuran itu tidak sebatas memberi rasa damai dan bahagia, tapi juga kehormatan keluarga.
Bahagia, karena kita berani mensyukuri yang ada sebagai anugerah Allah yang luar biasa. (Mas Redjo)