Peringatan Joe Biden dan Ibukota Baru RI

Seide.id – Untuk kedua kalinya Amerika memberi peringatan secara tidak resmi kepada Indonesia, khususnya bagi Pemerintah Daerah dan warga Jakarta, tentang kemungkinan banjir rob yang akan menyebabkan sebagian Jakarta “tenggelam”.

Jika sebelumnya Badan Antariksa Amerika (NASA) yang memberi peringatan, terbaru Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, yang langsung woro-woro.  Menurut NASA dan Joe Biden,  kemungkinan ibu kota Indonesia, Jakarta, bakal tenggelam dalam 10 tahun ke depan. Hal ini terkait dengan fenomena perubahan iklim.

Banjir besar di kawasan Bukit Duri / Kampung Melayu, pada Januari 2012 (Foto : Herman Wijaya)

Menurut Biden, dalam pidatonya di Gedung Putih, Selasa (27/7/2021),  jika permukaan air laut naik 2,5 kaki atau 7,6 cm saja, akan ada jutaan orang yang harus pindah dari lokasi yang ditinggali saat ini, untuk tinggal di tempat yang kering. (ia menyebutnya berebut lahan subur). 

Pada 2019 lalu, badan antariksa AS, NASA, juga pernah menyatakan bahwa tanah Jakarta kian tenggelam akibat perubahan iklim dan sejumlah masalah lainnya. Dalam laporan yang diunggah di situs resmi NASA menyebutkan, Jakarta kerap diterjang banjir sejak dulu.

Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Robert Delinom juga pernah mengatakan,  permukaan tanah di Jakarta terus menurun setiap tahunnya. Bahkan pada 2050, permukaan tanah di Jakarta, khususnya Jakarta Utara turun 75 cm dalam kurun waktu 30 tahun ke depan.

Penurunan 75 cm setara dengan satu kaki orang dewasa. Hitung-hitungan 75 cm didapat dari penelitian yang menemukan rata-rata permukaan tanah Jakarta menurun 2,5 cm per tahun. Penyebabnya adalah pengambilan air tanah, tata guna lahan dan jenis tanah muda yang terbentuk dari endapan.

Peringatan NASA, Joe Biden dan LIPI tentu tidak bisa dianggap main-main, karena berdasarkan hasil penelitian dan penginderaan peralatan canggih, dengan melihat perbahan iklim di dunia. Salah satu dampaknya adalah, gunung-gunung es yang semakin mencair di Kutub Utara.

Sebelumnya, meskipun lapisan esnya tumbuh dan menyusut secara musiman, sebagian besar es laut Arktik di wilayah ini dianggap cukup tebal untuk bertahan melalui hangatnya musim panas. Akan tetapi selama musim panas tahun 2020, Laut Wandel di bagian timur dari Area Es Terakhir (Last Ice Area) di Kutub Utara ini telah kehilangan 50 persen es lapisan atasnya.

Para ahli memperkirakan jika seluruh gletser dan lapisan es di bumi mencair, permukaan laut dunia akan mengalami peningkatan sebesar 230 kaki atau sekitar 70 meter. Akibatnya seluruh kota pesisir akan ditutupi laut dan luas lahan akan menyusut.

Kota Pantai

Jakarta, seperti umumnya kota-kota besar di Indonesia, berada di pinggir laut (Kota Pantai), yang merupakan kota-kota lama. Ketika dibangun, satu-satunya alat transportasi jarak jauh adalah kapal laut, sehingga kota yang memiliki pelabuhan, cepat tumbuh.

Namun pertumbuhan kota yang ditandai dengan pertambahan penduduk, infrastruktur dan bangunan-bangunan permukiman, membuat lahan kota menjadi jenuh.

Banjir di kawasan Bukit Duri / Kampung Melayu Jakarta, pada Januari 2012. (Foto: HW)

Masyarakat, industri, perkantoran maupun bisnis perdagangan, mengambil air tanah untuk memenuhi kebutuhannya. Itulah yang menyebabkan terjadi penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut, selain rob di wilayah-wilayah yang rendah. Contohnya seperti bagian Utara Kota Semarang yang selalu terendam rob.

Untuk mengantisipasi kemungkinan buruk tenggelamnya ibukota akibat turunnya permukaan tanah dibarengi dengan naiknya permukaan laut, pemerintah sudah berancang-ancang untuk memindahkan ibukota ke ibukota baru di Kalimantan.

Usulan pemindahan ibu kota Indonesia dari  Jakarta  ke lokasi lainnya telah didiskusikan sejak presiden Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden SBY mendukung ide untuk membuat pusat politik dan administrasi Indonesia  yang baru, karena masalah lingkungan dan  overpopulasi Jakarta.

Pada tanggal 29 April 2019, Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa.  Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa ibu kota baru akan dibangun di wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Alasan wilayah di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara dijadikan lokasi ibu kota baru adalah kecilnya risiko bencana alam di wilayah itu, lokasi yang “ada di tengah-tengah Indonesia”, lokasi di dekat kota Balikpapan dan Samarinda yang sudah berkembang, “infrastruktur yang relatif lengkap”, dan adanya 180 hektare tanah yang telah dikuasai pemerintah.

Ibukota baru juga diprediksi akan  meningkatan perdagangan dan investasi di ibu kota baru dan provinsi sekitar. Selain itu, pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur akan meningkatkan produksi dari sejumlah sektor non-tradisional seperti sektor layanan di antaranya sektor pemerintah, komunikasi, hotel, perdagangan, keuangan dan pendidikan.

Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menyebutkan hampir 54,48 persen aktivitas ekonomi Indonesia berpusat di Pulau Jawa. Sisanya, sebesar 21,58 persen di Sumatera, Kalimantan 8,20 persen, Bali dan Nusa Tenggara 3,05 persen, Sulawesi 6,22 persen serta Maluku dan Papua sebesar 2,47 persen.

Pandemi Covid-19

Pembangunan ibukota baru diperkirakan menghabiskan anggaran Rp.500 triliun, yang akan ditanggung bersama antara pemerintah dan swasta. Disain sudah dibuat, pematangan lahan sudah dimulai.

Namun tanpa diduga, sejak awal 2019 pandemi covid yang berasal dari Wuhan, ikut menyerang Indonesia. Sampai saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan penularan covid tertinggi di dunia.

Pemerintah lalu memfokuskan semua daya untuk menangani covid-19, baik untuk upaya pencegahan, menangani pengobatan masyarakat yang terpapar hingga kematian. Upaya itu dilakukan juga sambil menjaga agar kemunduran perekonomian tidak membuat masyarakat benar-benar terpuruk.

Tahun 2021 saja total anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional atau PEN naik menjadi Rp744,75 triliun.

Para peneliti ekonomi dan beberapa fraksi di DPR, meminta agar anggaran yang dimiliki pemerintah, difokuskan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi warga, dengan mengenyampingkan ambisi membangun ibukota baru.

Sementara, menurut pemerintah, proyek itu justru bermanfaat memulihkan ekonomi warga yang anjlok akibat pandemi.

Bila mendengar pernyataan NASA, Joe Biden hingga LIPI, situasinya memang seperti ayam dan telur. Mana yang lebih dulu.

Apakah pembangunan ibukota baru akan dilanjutkan, agar ketika prediksi tenggelamnya Jakarta terbukti, Indonesia sudah mengantisipasinya.

Opsi lainnya, manfaatkan saja dana yang ada untuk penanganan covid dan pemulihan ekonomi, sambil berdoa agar prediksi NASA, Joe Biden dan LIPI salah semua! Kita adalah bangsa relijius. hw

Avatar photo

About Herman Wijaya

Wartawan, Penulis, Fotografer, Videografer