PERJALANAN DI ATAS AWAN

Riuh lalu lalang. Deru mesin dan pancaran mata suram dan garang. Ruma-rumah berhimpit nyaris tanpa batas dinding. Celoteh anak-anak usia menyusu *_menirukan budaya tiktok_* dan *pantat tumpah di sembarang tempat*.

*GAUL GARDU RONDA* kini berbah hanya *_selembar kaca_* dihidangkan jiget *_sexy dancer_* serta *gurauan splastik dan satire* yang mengiris peradaban yang kian tergilas *_gebyar silau cahya postmo_*.

Tak ada yang salah apa pun bentuk perubahan yang terjadi.

Tak ada yang salah di

 kelereng gunung bahkan di leher gunung *tumbuh subur kafe, hotel, vila, resto dengan menu pantat dan paha*

Siapa yang mampu mrncegahnya kecuali hanya *sikap rasa, sikap jiwa  sikap sadar, sikap perduli pada diri masing-masing pribadi* untuk tidak *_ikut mengibarkan panji sejumlah teori POST segala apa yg dianggap PASCA atau POST_*

Gegap teori *post socio morality* hilangnya moralitas sosial, bergema di langit jiwa kemanusiaan bagai temban-tembang *_dangdut pantura, koplo, latin rock_* dan sejenisnya.

*PERJALAN DI ATAS AWAN*  hanya selintas malam di Malang.

Dulu *_Setan padang karautan, Ken Arok , berlaga di wilayah Suber Soka, lembah Panawijen yg berpenduduk SINUNGSARI, di mana Ken Dedes di besarkan,  sungai yg membelah antara dua dusun Polowijen – Karang Asem, telah berubah nama bule, RIVER SIDE dengan sejumlah isi perilaku sosial postmo_*

Sudah tak ada lagi Din Sum atau Lasagna, pizza, fried chicken asing di telinga orang yg mencangkul di sawah.

*Dan semua tak ada yang salah atas nama perubahan.*

Bandung 08 04 2021