Perkawinan di Kana

“Apa yang telah dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia.”

Setiap kali menerima undangan perkawinan, laki-laki itu seperti kehilangan gairah hidup. Ia ingat pada anak bontotnya yang bulan depan akan menikah. Tapi ia tidak mampu merayakannya, meski pesta secara sederhana.

Ia memejamkan mata, lalu menghela nafas panjang. Ia merasa ngenes.

Sejak sakit-sakitan, ia berhenti bekerja. Lalu, pandemi panjang memporak-porandakan perekonomian dunia ke jurang resesi.

Uang simpanannya telah tergerus untuk biaya berobat dan kebutuhan harian. Bahkan untuk makan harian ia menumpang pada anaknya. Seharusnya ia merasa bersyukur, ketika anak perempuannya mau menerima kenyataan itu.

“Yang penting pernikahan kita syah, Pak. Kita rayakan dengan makan bersama keluarga saja,” katanya sambil menggenggam erat tangan ayahnya agar berbesar hati, dan legowo.

Penerimaan anak perempuannya itu membuat hatinya makin sedih dan nelongso.

Bagaimana tidak nelongso, karena anak bontot, perempuan satu-satunya, dan pernikahan itu sekali dalam seumur hidup. Yang semestinya dipestakan untuk dikenang. Kelak, untuk diceritakan pada anak cucu.

Jujur, ia merasa tidak berhasil membahagiakan anak bontotnya itu. Padahal, ketika menikah dulu, kedua kakaknya dipestakan. Kenyataan itu yang membuat jiwanya terpukul.

Ia jadi teringat masa jayanya dulu, ketika usahanya sedang maju. Hidup ini seakan dimudahkan. Ketika usahanya mulai goncang, lalu istrinya meninggal, dan ia pun sakit-sakitan. Hidup ini seakan jadi sulit dan berat.

Sekali lagi ia menghela nafas. Ia mencoba memahami makna mudah, sulit, dan beratnya hidup ini. Semua itu ada di pikiran sendiri, mau diarahkan, dirasakan, dan bagaimana cara kita untuk menyikapinya.

Begitu pula, saat anak bontotnya berbesar hati dan berani menerima kenyataan pernikahan secara sederhana, tanpa dengan pesta. Semua itu juga merupakan mukjizat yang wajib disyukuri.

Peristiwa hari ini mengingatkannya pada peristiwa perkawinan di Kana. Ketika Yesus mengubah air jadi anggur. Sehingga tuan rumah itu tidak malu, karena kehabisan anggur untuk para tamu.

Ya, sama seperti lelaki tua itu. Hatinya telah dibukakan oleh pola pikir anak perempuannya yang makin dewasa. Semua adalah mukjizat dan anugerah Allah.

“… karena cinta membawa sukacita bagi semua orang yang percaya.” (Yohanes 3: 16)

Mas Redjo

Saat Hidup Berjauhan Dengan Keluarga

Avatar photo

About Mas Redjo

Penulis, Kuli Motivasi, Pelayan Semua Orang, Pebisnis, tinggal di Tangerang