Pernikahan Dini Anak Sekolah dan Angin Segar Presiden untuk Pendidikan Tatap Muka

JOKOWI MADIUN

Presiden Jokowi saat menyaksikan vaksinasi untuk pelajar di Mejayan, Kabupaten Madiun

Oleh RAHAYU SANTOSO

Seide.id – Kunjungan Presiden Joko Widodo di Kabupaten Madiun Kamis (19/8/21), tidak hanya meninjau pabrik Porang, jenis tanaman komuditas ekspor yang sedang naik daun. Namun, saat meninjau pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bagi pelajar Kabupaten Madiun, Presiden Jokowi juga meniupkan angin segar ke dunia pendidikan, yakni presiden memberi lampu hijau ihwal diijinkannya Pembelajaran Tatap Muka (PTM).

Vaksinasi bagi pelajar, dilakukan di SMP Negeri 3 Mejayan, Kabupaten Madiun. Pada kesempatan tersebut, Presiden Jokowi mengatakan bahwa kegiatan belajar tatap muka dapatsegera dilakukan. “Kita semuanya berharap anak-anak itu segera bisa belajar tatap muka,” ujar Presiden Jokowi usai meninjau

Jelas ini merupakan angin segar bagi pendidikan nasional kita. Sebab diakui atau tidak, sistem daring selama ini ada beberapa hal yang lepas dari prediksi. Khususnya dampak penggunaan gadget bagi anak pendidikan dasar dan menengah.Salah satu contoh di wilayah Kabupaten Madiun sendiri. Selama daring, ada 160 anak putus sekolah. Yang membuat miris alasan putus sekolah di antaranya menikah usia dini.

Informasi ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Madiun, Siti Zubaidah, dalam jumpa pers belum lama ini. Zubaidah tentu tak asal ngomong. Karena didukung data Pengadilan Agama Kabupaten Madiun tentang permohonan dispensasi nikah dini yang meningkat tajam.

Siti Zubaidah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Madiun

Apa yang dilontarkan Zubaidah bisa dikatakan bagai gunung es. Di Indonesia ada 541 kabupaten dan kota. Kalau satu kabupaten saja mencapai 160, bisa diduga angkanya pasti sangat signifikan. Karena tetangga Kadiun, yakni Kabupaten Ponorogo malah selama 7 bulan terakhir lebih dari 160 permohonan dispensasinikah dini.

Hal ini. menurut Zubaidah, lantaran dipicu perubahan pola hidup anak-anak. Apalagi dengan kurangnya pengawasan dari orang tua. Dengan memegang gadget, pelajaran dari paling hanya 2 jam saja. Selebihnya anak-anak akan menggunakannya untuk hal-hal yang mestinya belum siap dilakukan. Misalnya masuk dunia sosmed. Mereka belum siap menghadapi virus sosmed yang tak kalah ganasnya dengan Corona.

Apalagi bila orang tuanya, bapak ibunya, sehari-hari masih harus berpeluh-peluh mencari kehidupan. Tentu tidak bisa disamakan dengan keluarga mapan, punya gaji bulanan, ibu di rumah, tentu lebih bisa melakukan pengawasan.

Lagi pula ada hal yang tak bisa tergantikan dengan kehadiran seorang guru di tengah anak didik. Menurut pengamat pendidikan dari Universitas Brawijaya, Aulia Lukman Azis, bahwa selamanya profesi guru tidak akan tergantikan oleh teknologi. Dikatakan dalam proses belajar mengajar secara tatap muka ada nilai yang tak bisa diambil oleh siswa. Seperti pendewasaan sosial, budaya, etika dan moral yanghanya bisa didapatkan di lingkungan pendidikan.

Terjerumus di Sosmed

Konten di internet, kita tahu, banyak yang tidak layak untuk anak-anak. Dari game yang membuat anak-anak kecanduan seperti Free Fire, konten Youtube dengan dialog yang merusak bahasa anak-anak. Dan bahasa ini banyak ditiru anak-anak.

Keasyikan belajar tatap muka yang lebih terawasi dibanding belajar lewat daring

Belum lagi menghadapi predator yang mengancam anak gadis. Dari berita yang saya dapat untuk kolom Bondet Reborn di New Malang Pos, banyak anak yang jadi korban sosial media. Melalui Facebook yang kemudian dilanjut ke WA. Mereka dirayu dan selanjutya digiring ke ranah yang mestinya hanya untuk orang dewasa Dari pengalaman hampir 10 tahun memegang rubrik Bondet (penyimpangan seksual) di Jawa Pos, jarang saya mendapat berita pelecehan seksual terhadap anak-anak. Yang banyak perselingkuhan orang dewasa. Sekarang justru berbalik.

Banyak anak-anak belasan tahun jadi korban pelecehan seksual. Bahkan ada yang hamil. Sebagian baru ketahuan setelah perutnya membuncit. Ini karena predatornya selalu mengancam, dan korban ketakutan.

Solusi Cerdas

Apa yang disampaikn Presiden Jokowi untuk melaksanakan kembali PTM jelas merupakan pilihan tepat. Karena dengan masuk kembali ke sekolah, paling tidak mengurangi kegiatan anak-anak yang tidak proporsional. Catatan Presiden Jokowi asal semua pelajar sudah divaksin merupakan solusi cerdas. Dan mungkin masih banyak lagi solusi untuk mengamankan ranah sekolah dari penyebaran Covid-19.

Sayang kalau energi anak-anak banyak dihabiskan dengan aktvitas yang bisa merusak mereka. Contoh konkritnya banyak yang putus sekolah karena menikah usia dini. Belum lagi kalau ditinjau dari sisi kualitas pendidikan. Naik kelas atau lulus ujian sekolah yang tidak terukur. Bahkan terkesan pokoknya naik kelas. Rasanya, dalam hal PTM harus ada kebijaksanaan tegas, tapi tetap terukur.*

Avatar photo

About Rahayu Santoso

Penulis, editor, studi di Akademi Wartawan Surabaya, tinggal di Madiun