Penulis : Jliteng
Pada Selasa, 3 Mei 2022, Lebaran hari ke-2, Kardinal Ignatius Suharyo, bersama romo kepala gereja Katedral dan humas KAJ, berkunjung menjumpai Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A.
Kedatangan Kardinal disambut hangat oleh Imam Besar beserta Istri, Ibu Helmi Halimatul Udhmah, kedua putra, seorang putri dan keluarga.
Kardinal berkesempatan mengucapkan Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1443 H, dan bermaaf-maafan di hari itu. Dalam suasana bersahabat, saling bertukar cerita jadi momen yang sangat membahagiakan.
Perjumpaan itu dengan kuat mengisyaratkan kebutuhan dasar manusia, yakni jabat erat penghargaan nan damai yang melahirkan persaudaraan tanpa sekat, entah karena beda agama, suku, atau cara pandang.
Pertemuan dua sosok yang selalu tampil bersahaja itu, bagaikan seteguk air segar di tengah kemarau panjang persahabatan sejati di bumi pertiwi dan dunia ini.
Kini keserakahan dan irihati manusia muncul dengan sebab bermacam-macam, karena manusia haus kekuasaan. Kendaraan atau caranya bisa melalui otot, clurit, agama, ideologi, politik, ormas, paguyuban, iptek, kekuatan ekonomi, sumber alam dan mineral, regulasi, sistem moneter, konspirasi, dan sebagainya.
Mereka selalu tampil untuk memaksakan kehendak, bahkan sampai tingkat RT dengan ulah yang tidak bersahabat.
Puasa yang panjang, belum sanggup membangkitkan manusia dari jatuhnya dalam dosa sehingga manusia cenderung berulah menjadi _homo homoni lupus._ Ide ini dicetuskan oleh sastrawan Romawi, Titus Maccius Plautus (254-184 SM) dalam drama berjudul “Asinaria”artinya manusia adalah serigala bagi sesama manusianya.
Apakah manusia akan tetap jadi serigala liar selamanya?
Sebuah tantangan yang tak mudah bagi setiap keluarga muda untuk mendampingi tumbuh kembang anak-anak mereka dalam kemarau panjang ketulusan dan kesahajaan berbangsa dan bermasyarakat.
Salam sehat dan kalaupun tidak mudah tetaplah rela berbagi cahaya.
Harapan di Awal Mei – Catatan halaman 117