Seide.id – Dalam agresi militer 1 di Jawa Timur, Belanda mengerahkan satuan marinirnya yang mendapat pelatihan langsung di Amerika. Satuan ini juga yang ikut masuk untuk merebut Wilayah Malang termasuk lapangan Udara Bugis.
Serangan marinir Belanda ke Malang sudah memasuki minggu ke 2, namun belum seluruh Malang dikuasai Belanda. Pertempuran sengit masih terjadi di sudut-sudut kota dingin itu.
Pasukan Hanandjoedin dan anak buahnya yang sebagian besar adalah ahli teknik pesawat juga melakukan perlawanan yang tak kalah sengit. Mereka ditugaskan oleh Divisi VII Jawa Timur untuk mempertahankan wilayah Malang Timur.
Truk Halftrack Belanda kena ranjau
Lawan mereka tak main main, kesatuan Ducth Mariniers yang persenjataan nya paling lengkap! Namun bagi anak anak kesatuan teknik pesawat pangkalan Oedara Bugis Malang ini tak penting. Siapapun lawan mereka harus dilawan.
Tanggal 31 Agustus 1947, satuan Marinir Belanda memasuki wilayah Bugis Malang yang menjadi wilayah pertahanan Hanandjoedin. Pertempuran pecah sejak jam 5 subuh sampai menjelang sore belum juga berakhir.
Saling tembak antara pejuang kita dengan marinir Belanda yang di bantu pesawat tempur ‘Cocor Merah’, Mustang P-51, merah makin sengit! Satu halftrack marinir Belanda ringsek terkena ranjau darat buatan anak anak teknik pesawat dan 3 Marinir Belanda tewas didalamnya.
Makin sore persediaan peluru para pejuang makin menipis! Pertarungan tak menunjukkan tanda mereda.
Satuan marinir Belanda akhirnya meminta bantuan angkatan darat mereka untuk bergerak ke arah sawah. Langkah ini menutup celah posisi para pejuang, sehingga mereka tidak bisa mundur.
Hanandjoedin sendiri yang memimpin pertempuran, dengan ekstra kerja keras beliau memompa semangat anak buahnya yang mulai lelah.
Saat sedang menyebrang petak sawah untuk berpindah lokasi, tiba tiba dihadapan mereka muncul satuan AD Belanda!
Terkejut pak Hanandjoedin serta anak buahnya serta merta tiarap! Kontak tembak terjadi dalam jarak hanya 50 meter.
Berondong bunyi senjata mesin Belanda memekakan telinga! Hanandjoedin seraya merayap dan memembalas tembakan seraya berteriak ke anak buahnya. Dalam sengitnya tembak menembak Hanandjoedin melihat satu demi satu anak buahnya gugur tersambar peluru Belanda!
Tercenung sejenak, ia lalu berteriak memerintahkan anak buahnya untuk bergerak ke samping.
Anak anak eks teknisi pesawat itu mengikuti perintah atasan mereka, namun tembakan gencar senapan mesin dari kendaraan lapis baja AD Belanda makin gencar.
Melihat posisi mereka terkepung dan terjepit, beberapa anak buah Hanandjoedin membuat gerakan nekad, mereka berdiri seraya berupaya berlari keluar dari kepungan, namun upaya berani ini berakibat fatal.
Saat berdiri dari kumbangan sawah basah itulah 3 orang anak buah Hanandjoedin gugur tersambar peluru senapan mesin 12,7 mm.
Hanandjoedin menyaksikan bagaimana anak buahnya gugur, ia murka lalu beliau berdiri seraya menembakan habis seluruh senjatanya tanpa memikirkan terkena peluru Belanda.
Setelah peluru senjata beliau habis, ia melempar senjata itu lalu berlari kembali ke tengah sawah…tanpa memikirkan tembakan gencar senapan mesin Belanda.
“Ndan! jangan!!”, cegah beberapa anak buahnya berteriak pada sang atasan! Namun seperti tak mendengar, Hanandjoedin tetap berlari ke tengah sawah untuk mengambil dan membopong tubuh anak buahnya yang tadi tertembak disampingnya.
Anak buahnya yang lain hanya melango menyaksikan aksi nekat Pak Hanandjoedin yang memanggul tubuh anak buahnya itu ditengah desingan peluru!
Sesampai di pinggir pepohonan ia sendiri yang mencoba merawat anak buahnya yang tadi tertembak, namun sayang Prajurit Latif sudah gugur!.
Pertempuran masih sengit sampai maghrib, namun justru saat gelaplah pejuang kita menang posisi! Inisiatif serangan kemudian diambil alih pejuang!.
Mendekati pukul 9 malam kedua belah pihak tetap bertahan, juga tak ada kemajuan. Akhirnya marinir Belanda mundur kembali ke arah kota, korban yang tersisa ditinggal begitu saja di area pertempuran!.
Dalam catatan Hanandjoedin pertempuran 31 Agustus 1947 itu adalah kiprah paling heroik dari anak anak eks teknisi pesawat pangkalan Oedara Bugis Malang. 4 Prajurit Oedara yang semuanya bekas teknisi pesawat gugur dalam pertempuran seharian itu.
Mereka yang gugur adalah prajurit Latip, prajurit Tadjid, kopral oedara Djalal dan kopral oedara Sofyan.
Pada 10 November 1952, keempat makam para Prajurit TNI AU ini dipindahkan ke TMP Bhetek Malang atas permintaan Hanandjoedin.
Sumber: buku Sang Elang H.AS Hanandjoedin karya Haril Andersen
Beny Rusmawan