Seide.id – Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia, hampir seluruh hasil perjanjian Konfrensi Meja Bundar di Denhag Belanda sudah dilakukan kedua negara.
Hanya satu kesepakatan hasil KMB ini yang belum dilakukan Belanda sesuai perjanjian itu yakni diserahkannya wilayah Papua Barat. Bung Karno menyebutnya dengan Irian Jaya. Menurut perjanjian, Papua akan diserahkan setahun kemudian. Itu artinya wilayah Irian seharusnya diserahkan kembali pada tahun 1950.
Namum sampai tahun 1960, Belanda belum juga menyerahkan wilayah Papua atau Irian pada Indonesia. Maka pada bulan Desember 1961, Presiden Soekarno mengumandangkan Trikora atau Tiga Komando Rakyat yang pada intinya adalah merebut wilayah Irian Barat dari tangan Belanda.
Dimulailah mobilisasi umum dan persiapan kekuatan angkatan perang secara besar besaran untuk kampanye Trikora tersebut. Seluruh kekuatan Angkatan perang tidak terkecuali kepolisian terlibat dalam persiapan kampanye ini.
Salah satu unsur kepolisian yang terlibat aktif dalam kampanye Trikora adalah unsur Brigade Mobil atau Brimob yang memang merupakan satuan tempur kepolisian.
Brimob sudah melakukan infiltrasi atau masuk ke wilayah Irian barat lewat udara dan laut sejak awal kampanye Trikora dimulai.
Bentrok dengan Marinir Belanda
Tanggal 15 Agustus 1962
Pasukan Agen Inspektur Polisi 1 Hudaya yang sudah turun dari bukit Tanjung Fatagar berencana menyerang posisi pos tentara Belanda di Fakfak. Bersama pasukan Pranoto mereka akan sekaligus menguji daya tempur tentara Belanda yang masih menguasai Irian Barat.
Saat menuju Fakfak itu pasukan Pelopor kepolisian ini berpapasan dengan polisi New Guyana bentukan Belanda tapi tak terjadi apa apa, namun tak urung posisi pasukan Resimen Polopor ini diketahui oleh Satuan Marinir Belanda.
Saat dikejar oleh satuan Marinir Belanda, pasukan AIP Hudaya berhasil lolos. Itu karena turun hujan deras maka Marinir Belanda kehilangan jejak.
Tanggal 16 Agustus 1962, saat akan memutar mencari kembali pasukan AIP Hudaya, Marinir Belanda mereka malah berpapasan dengan pasukan Pranoto.
Maka kontak tembak sengit terjadi, anggota MenPor Brimob tak menyisakan ruang tembak dalam pertempuran di tengah hutan Irian itu. Marinir Belanda walau mencoba membuka celah untuk sekedar membuat ruang gerak pasukan justru makin terjepit karena medan yg berlumpur dan sulit membuat garis pertahanan.
Satuan Marinir Belanda mau tak mau bergerak mundur dengan susah payah, agar bisa selamat. Namun apes bagi mereka justru saat manuver mundur tadi dari belakang mereka sudah menunggu pasukan anak buah AIP Hudaya.
Maka terjadilah pertempuran paling sengit yang dialami oleh Satuan Resimen Polopor selama operasi Trikora ini.
Posisi satuan Marinir Belanda jelas terjepit oleh MenPor Brimob ini. Tembak menembak dari kedua belah pihak bahkan sampai lemparan granat tangan berlangsung sengit!
Marinir Belanda kalah
Marinir kerajaan Belanda tentu tak menyangka mereka bisa terkepung dan terjepit! Bahkan sampai mortir marinir Belanda habis justru posisi mereka sudah tak bisa kemana-mana lagi, kecuali mundur ke arah pos mereka di Soom.
Dalam pertempuran ini 8 anggota Marinir kerajaan Belanda tewas termasuk sang komandan mereka yakni letnan Deveries.
Satuan Marinir Belanda mundur dengan meninggalkan korban dipihak mereka begitu saja di arena pertempuran! Mundur dengan susah payah kearah Soom!
Yang tak pernah disangka satuan Marinir Kerajaan Belanda adalah lawan mereka sudah memakai senapan AR-15, senjata serbu buatan Amerika yang paling mutakhir saat itu.
Sementara satuan Marinir Belanda masih memakai senjata stand-gun buatan Inggris sisa perang dunia ke 2.
Pasukan ini tentu malu sebab mereka dilatih oleh marinir Kerajaan Inggris bisa dikalahkan oleh satuan pasukan dari negara ‘kemarin sore’
Kelak pertempuran ini dikenang dalam sebuah monumen di bumi Papua.
Ini kisah sekelumit perjuangan Resimen Polopor Brimob Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam merebut Irian Barat.
Sumber: Sejarah Kepolisian Di Indonesia
Beny Rusmawan