Perundingan Linggarjati sebagai Tonggak Sejarah Berdirinya NKRI

Museum Linggarjati

Dari Linggarjati, Bung Karno dan seluruh delegasi Indonesia di bawah Sutan Sjahrir menunjukkan bahwa peran diplomasi sama pentingnya dengan pertempuran fisik yang dilakukan para pejuang bangsa. Pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia bergaung ke dunia internasional setelah adanya perundingan. Dalam pertemuan itu, Bung Karno hadir memberi semangat delegasi untuk berunding.

Oleh YUDAH PRAKOSO R

MUSEUM Perundingan Linggarjati terletak di Desa Linggarjati, Kecamatan Cilimus, Kuningan, Jawa Barat. Luas kawasan museum ini 4,2 hektar sa vat terpelihara dengan baik. Linggarjati menjadi tonggak sejarah proses berdirinya Republik Indonesia.

Gedung Perundingan Linggarjati menjadi tempat pertemuan delegasi Belanda dan Indonesia pada November 1946. Pertemuan itu berlangsung selama beberapa hari untuk menentukan status kemerdekaan Indonesia.

Pertemuan itu cukup merugikan, karena Belanda hanya mengakui secara de facto wilayah Indonesia yang terdiri dari Jawa, Sumatera dan Madura. Belanda juga harus meninggalkan Indonesia paling lambat 1 Januari 1949.

Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.

Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda selaku pimpinannya.

Terlepas dari hasil perundingan, Gedung Linggarjati sejak lama sudah dijadikan sebagai tempat wisata yang kaya akan nilai historis. Hal ini bisa dilihat dari koleksi benda bersejarah yang tersimpan di dalamnya.

“Sebelum jadi museum kan ini tidak terawat. Banyak yang menjarah tetapi ada beberapa barang yang dikembalikan oleh masyarakat seperti piano,” kata juru pelihara museum Toto Rudianto, Jumat (26/1).

Arsitektur bangunannya cukup menarik dan masih mempertahankan bentuk aslinya. Selain meja dan berbagai perabotan yang bisa menjadi mesin waktu, ada juga foto-foto yang menceritakan proses perundingan Linggarjati.

Mulai dari kedatangan Belanda hingga diskusi yang dilakukan Sutan Sjahrir di taman belakang. Sebelum digunakan sebagai tempat perundingan dan museum, tempat ini mengalami banyak perubahan dalam fungsinya.

Beberapa kali menjadi hotel dari pihak Belanda, Jepang dan Indonesia, juga pernah menjadi Sekolah Negeri Linggarjati tahun 1950-1975. Tahun 1975, Bung Hatta dan Sjahrir akan dipugar dan dijadikan museum.

“Hingga akhirnya, 1976 gedung ini ditetapkan oleh pemerintah dan diserahkan pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk dijadikan museum memorial,” katanya.

Sementara, Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, mengatakan bahwa kunjungan ke Linggarjati sengaja dilakukan sebagai penyempurna perjalanan napak tilas Bung Karno dan sejarah bangsa Indonesia.

“Linggarjati menjadi salah satu bagian tonggak sejarah berdirinya NKRI yang sangat penting dalam perjalanan bangsa yang kita ingin pelajari. Komisi A DPRD DIY nantinya akan menyusun sebuah buku tentang perjalanan napak tilas sejarah Bangsa Indonesia untuk dibukukan di akhir periode,” kata Eko.

Terlebih DIY menjadi daerah pertama yang memiliki Perda Pancasila dan Wawasan Kebangsaan. Buku itu nantinya bisa menyempurnakan bagaimana perjalanan pemikiran dan spiritual dalam penyusunan perda.
Menurutnya, di Linggarjati, Bung Karno dan seluruh delegasi Indonesia di bawah Sutan Sjahrir menunjukkan bahwa peran diplomasi sama pentingnya dengan pertempuran fisik yang dilakukan para pejuang bangsa.

Pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia bergaung ke dunia internasional setelah adanya perundingan. Dalam pertemuan itu, Bung Karno hadir memberi semangat delegasi untuk berunding.

Pesan pentingnya bahwa seorang pemimpin harus punya karakter kuat, jujur, cakap dalam berkomunikasi. Bung Karno sempat ditemui delegasi Belanda di kediaman Bupati Kuningan, hasilnya disampaikan pada Sjahrier sebagai masukan dalam perundingan.

Eko menambahkan, kunjungan ke Linggarjati menjadi insight bagi Pemda DIY untuk serius merawat bangunan-bangunan bersejarah yang sangat banyak di DIY. Komisi A sudah mengusulkan adanya museum.

Hal itu sebagai penanda perjalanan sejarah penting Yogyakarta untuk kemerdekaan Indonesia. “Maka sangat mungkin untuk membangun museum pengingat sejarah bangsa,” pungkasnya.

SEIDE

About Admin SEIDE

Seide.id adalah web portal media yang menampilkan karya para jurnalis, kolumnis dan penulis senior. Redaksi Seide.id tunduk pada UU No. 40 / 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Opini yang tersaji di Seide.id merupakan tanggung jawab masing masing penulis.