Seide.id -Barangkali masih banyak masyarakat yang belum mengenal ayam asli Nusantara ini, kecuali masyarakat Cianjur dan Sukabumi. Karena ayam ini berasal dari daerah tersebut. Menurut para pakar pelung, keberadaan ayam pelung ini sudah dikenal lebih dari satu abad lalu.
Konon, asal-muasal ayam pelung ini dimulai tahun 1850, ketika ada seorang kiai yang tinggal di desa Bunikasih Kecamatan Warung Kondang, yang terletak di kaki Gunung Gede. Kiai itu bernama H. Djarkasih atau yang kini lebih terkenal sebagai Mama Acih bermimpi di datangi Eyang Prabu Surya Kencana yang berpesan untuk mengambil seekor ayam di suatu tempat.
Keseharian Kiai Djarkasih sebagai petani, pagi pergi ke ladang untuk bercocok tanam hingga tiba waktunya istirahat saat mendekati waktu dzuhur. Sebagian kecil hasil ladang untuk makan sehari-hari dan sebagian dijual ke pasar.
Suatu hari dalam perjalanan ke ladang ia menemukan seekor anak ayam yang berbulu jarang namun badannya terlihat berisi-montok dan tegap. Kiai Djarkasih lalu teringat akan pesan eyang Surya Kencana dalam mimpinya. Ia membawa pulang ayam itu dan memeliharanya.
Dari hari ke hari, pertumbuhan ayamnya itu cukup cepat. Badannya yang besar, tegap, dan bulunya yang mengkilap sangat berbeda dengan ayam kampung biasanya. Setelah ayam itu mulai berkokok, ternyata suaranya khas, merdu–mengalun dan panjang.
Suaranya yang merdu berirama dan panjang tersebut, oleh kiai Djarkasih disebut sebagai Ayam Pelung.
Ayam pelung jago itu lalu dikembang-biakan dengan ayam kampung betina biasa. Bagi masyarakat Cianjur, kokokan ayam pelung adalah simponi indah penuh damai yang menyejukkan hati. Bahkan banyak orang yang menggunakan kokok ayam pelung di pagi hari sebagai pertanda waktu sholat subuh.
Ayam pelung yang kokokannya khas itu berkembang cepat di Cianjur, hingga meluas ke daerah lain. Karena keistimewaannya, ada sebagian penduduk yang percaya, bahwa memelihara ayam pelung dapat mendatangkan rezeki, ketentraman, dan kebahagiaan hidup.
Posturnya yang tinggi besar dengan bobot rata-rata 4-6 kg untuk pejantannya. Suara kokoknya yang khas; berirama, mengalun, dan merdu menjadi daya tarik tersendiri.
Saking banyaknya penggemar ayam pelung dan keistimewaan kokoknya yang merdu mengalun dan berirama itu, maka banyak orang mengadakan kontes suara ayam pelung. Dari komunitas kampung hingga kota besar. Beberapa penilaian dalam kontes tersebut sesuai keistimewaannya, antara lain: bobotnya, warna bulu, postur, dan suara indahnya.
Ayam pelung yang berhasil meraih gelar juara itu harganya langsung melambung, karena biasanya akan jadi rebutan para penggemar untuk mengkoleksinya.
Jika bicara hobi, maka harga menjadi ‘intangible’. Dan mereka tetap enjoy menjalaninya.
Alangkah indahnya, jika di kawasan Nusantara ini ayam pelung berkokok berbarengan saat masuk waktu sholat subuh, subhanallah…
Jan Praba