“Dia disukai anak anak muda di sini, ” kata Sudarto, pengemudi GoCar yang kami tumpangi, para jurnalis Jakarta, dari PoP Hotel di Jl. Slamet Riyadi ke stadion Manahan, untuk meliputinya.
Oleh DIMAS SUPRIYANTO
HUJAN turun di seputar stadion Manahan, Solo, Sabtu petang (12/2/2022) itu. Sembari menunggu mobil jemputan datang, orang orang, tua dan muda, berebutan foto bersamanya. Sejak hadir dua jam sebelumnya dia terus di tengah kerumunan. Diiikuti dan diminta foto bareng. Hingga pulangnya. Lalu wartawan berkerumun. Saya memotretnya dengan hp dari belakang.
Sekilas nampak sebagai remaja seumuran anak sulung saya. Dia menjadi magnet kini : bak selebritas ibukota. Padahal dia birokrat, pejabat lokal dan walikota. Tapi histeria masa untuk penyambutannya seperti kepada bintang film atau musisi ternama.
Bersedia mengalah untuk kepentingan tamu tamunya. Foto : Dms.
Gibran Rakabuming memang bukan walikota biasa. Dia anak sulung presiden RI, Joko Widodo. Karenanya dua tiga Paspampes melekat padanya, sesuai protokol. Tapi publik terus mengerumuninya seperti tak peduli. Dia menjadi target untuk foto bareng.
Penampilannya terkesan kaku, tak banyak bicara dan kurang ramah, serta sulit diatur. Tapi dia juga sangat dikagumi.
“Sebenarnya dia ramah sekali dan humble. Di lodji, dia mendatangi meja kami, satu persatu sambil menyatakan ‘ Selamat Datang di Kota Solo’, sembari membungkukan badannya, ” kata Cahaya. Bersama tim Kandang Ayam, pesepakbola lagenda dan pesepakbola daerah, Cahaya Anugrah dijamu di Lodji Gandrung dengan hidangan khas Solo diiringi gamelan Jawa dan guyonan ponokawan dari WO Sriwedari.
“Sayangnya, dia memanggil saya ‘Bu’. Padahal saya kan masih ‘mbak’ atau ‘Kak’ . Mungkin karena pakai masker ya, ” selorohnya.
J. Erwiantoro penggagas dan pelaksana turnamen sepakbola antar wartawan mengisahkan pertemuannya dengan walikota muda ini, beberapa hari sebelumnya.
“Sepanjang pembicaraan dia lebih banyak mendengar dan minta penjelasan, menggali informasi. Sesekali bertanya, karena dia perlu penjelasan menyeluruh, ” katanya. Yang menakjubkan, audensi yang umumnya 30 menit molor hingga dua jam.
Keunikan lain, yang mengakhiri pembicaran tamu yang audensi bukan protokol dan pejabatnya. “Sempat saya tanyanyakan, Mas Gibran mau pakai kaos nomor berapa? Sebab pejabat penggemar bola pakai nomor favurite. Eh, dia menolak. “Kasi nomor sama yang lain dulu, saya nomor berapa saja, ” jawab tuan rumah.
“Kesan dia arogan ya, nggak ada sama sekali. Kami ngobrol kayak teman, ” kata Toro diiyakan oleh Yon Moeis dan Iman yan sama sama ikut audensi menjelang acara sembari menyerahkan piala.
Bahkan Gibran Rakabuming berinisiatif memindahkan arena turnamen pilihan stadion sebelumnya ke standar Manahan, yang berstandar internasional dan meyiapkan penyambutan khusus.
SAMPAI dua hari ke Solo dan keliling saya belum mendengar pergunjingan yang buruk buruk tentangnya.
Di media lokal, tak ada pergolakan atau penolakan. Kesan negatif tentangnya, hanya dia susah diatur protokoler.
Laman SoloPos menulis, banyak sudah pengalamannya menjadi Walikota Solo, 11 bulan terakhir, termasuk saat disambati warga seputar urusan pribadi. Khususnya saat bapak dua anak itu mengungkapkan pengalaman melayani warganya yang sedang menjalani isolasi mandiri (isoman) karena Covid-19.
“Saat varian delta tinggi-tingginya, banyak sekali yang isoman. Itu permintaan warga banyak sekali, karena dikarantina kan tidak bisa ke mana-mana,” ujarnya.
Salah satunya, Gibran disambati warga isoman yang minta dikirimi gas elpiji untuk keperluan memasak. Tak sampai di situ saja, ada beberapa warga yang malah curhat tentang suami atau pacarnya. Gibran dan staf pun sigap mengirimkan logistik yang dibutuhkan.
“Whatsapp dari warga variatif, ada komplain, ada memuji, ada permintaan, termasuk cerita soal suami dan pacar. Semua kita tampung,” tuturnya. “Ada yang sendirian di rumah, maaf, ngadu, pembalutnya habis”
Sejak jadi Walikota Solo, Gibran memang membuka kanal komunikasi selebar-lebarnya bagi masyarakat Solo, baik melalui media sosial, kanal aduan dan WA.
Berbagai keluhan, masukan, komplain, dari warga Solo yang masuk ke berbagai platform komunikasi itu lantas dikumpulkan jadi satu untuk memudahkan dibaca. Berbagai masukan itu lantas direspons Gibran sendiri maupun OPD dan pejabat terkait.
“Dia disukai anak anak muda di sini, ” kata Sudarto, pengemudi GoCar yang kami tumpangi, para jurnalis Jakarta, dari PoP Hotel di Jl. Slamet Riyadi ke stadion Manahan, untuk meliputinya.
“Dia banyak menampilkan spot untuk anak anak muda. Seperti bapaknya dulu, hasil kerjanya nyata, ” katanya.
SEJAK sosoknya memasuki stadion dan pulangnya kerumunan massa mengikutinya. Bahkan hingga depan kamar ganti. Padahal protokol Covid ketat diterapkan. Paspamres mengawalnya. Rekan rekan dari daerah khususnya dari Kalimantan dan Jakarta serta kota kota lain memburunya.
Kabarnya, wartawan lokal kurang menyukainya karena pelit wawancara dan memberikan keterangan. Kaku. Jurnalis banyak terima berita yang sudah jadi press release – atau merespon kejadian seperti kasus kondektur bus yang nakal dan lainnya.
Tapi kerumunan wartawan di stadion Menahan kemarin sore, mematahkan sinyalemen itu . Mereka berebutan wawancara yang bertanya jawab dengan antusias.
“Saya bikin goal karena dikasi umpan sama pemain legenda, ” katanya, memgenai tendangan yang melahirkan goal bagi kemenangan tim putihnya.
Dengan nomor punggung 7, Gibran mencetak goal berkat umpan bola dari Kurniawan Dwi Yuliantoro. Skor 5-2 untuk tim Garuda Putihnya .
“Ya. Main bola waktu hujan itu berat, capek, ” tambahnya. “Terima kasih teman teman daerah yang bersedia mencoba rumput di stadion Manahan, ” tambahnya.
Pernyatannya pendek pendek. Saya mencuri dengar sembari membayangkan anak saya di rumah yang jadi walikota.
Dia, seumuran anak saya! ***