Seide.id – Nama pedangdut Ayu Ting Ting kembali ramai dibicarakan. Sebuah petisi berbunyi “BLACKLIST AYU TING TING DARI DUNIA PERTELEVISIAN” muncul di situs online change.org.
Petisi ini pertama kali muncul pada Juni 2021 lalu, sampai Selasa (3/8/2021) pukul 13.00 WIB, petisi itu telah ditandatangani oleh 25.000 orang.
Pembuat petisi, Putri Maharani, mengaku ingin Ayu ditendang dari televisi, lantaran dianggap tidak memiliki etika yang baik.
“Pada acara Pas Sore, terlihat waktu acara tersebut live di Trans7 terlihat Ayu Ting Ting menendang salah satu talent Pas Sore,” tulis keterangan petisi dari situs change.org pada Juni 2021 lalu.
Petisi itu ramai lagi setelah orangtua Ayu Ting Ting menandatangani rumah orangtua seorang perempuan berinitial KD di Bojonegoro, Jawa Timur. Ayu tak terima jika putri semata wayangnya, Bilqis Khumairah Rozak, dihina oleh perempuan yang berprofesi sebagai TKI di Singapura itu.
Meski sudah meminta maaf, Ayu tetap akan menempuh jalur hukum. Ia ingin memberikan hukuman untuk KD.
Beragam Petisi
Lahirnya sebuah petisi yang ditujukan untuk artis, memang cukup aneh. Biasanya petisi ditujukan untuk pemerintah atau pejabat publik.
Petisi adalah pernyataan yang disampaikan kepada pemerintah untuk meminta agar pemerintah mengambil tindakan terhadap suatu hal.
Di beberapa negara, hak masyarakat untuk mengajukan petisi dilindungi oleh hukum.
Petisi belakangan ini memang populer jadi alat menyuarakan pendapat masyarakat Indonesia kepada pemerintah. Mulai dari kasus begal motor di Depok, Jawa Barat, pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan, hingga kasus Rohingya.
Untuk polemik yang menimpa Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Budi Waseso, bahkan terjadi “perang” petisi antara pendukung dan penggugatnya. Ada enam petisi, masing-masing tiga untuk pendukung dan penggugat.
Di Indonesia sendiri sudah bermacam-macam petisi lahir. Dan sejak adanya petisi online yang difasilitasi oleh change.org, sasaran petisi tidak hanya pemerintah. Salah satunya ya yang meminta agar Ayu Ting Ting “digusur” dari televisi itu.
Petisi paling terkenal di Indonesia adalah Petisi Soetardjo, sebutan untuk petisi yang diajukan oleh Soetardjo Kartohadikoesoemo, pada 15 Juli 1936, kepada Ratu Wilhelmina serta Staten Generaal (parlemen) di negeri Belanda.
Petisi ini diajukan karena makin meningkatnya perasaan tidak puas di kalangan rakyat terhadap pemerintahan akibat kebijakan politik yang dijalankan Gubernur Jenderal de Jonge. Petisi ini ditandatangani juga oleh Sayyid Ismail Alatas, I.J. Kasimo, Ko Kwat Tiong, G.S.S.J. Ratulangi dan Datoek Toemenggoeng.
Isi petisi adalah permohonan supaya diselenggarakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan negeri Belanda dengan kedudukan dan hak yang sama.
Usul yang dianggap menyimpang dari cita-cita kalangan pergerakan nasional ini mendapat reaksi pro dan kontra, baik dari pihak Indonesia maupun pihak Belanda.
Setelah kemerdekaan, petisi paling menghebohkan adalah lahirnya Petisi 50, pada 5 Mei 1980. Isi petisi memprotes penggunaan filsafat negara Pancasila oleh Presiden Soeharto terhadap lawan-lawan politiknya.
Petisi ditandatangani oleh 50 orang tokoh terkemuka Indonesia. Di antara mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution, mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, mantan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Ali Sadikin, mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dan Mohammad Natsir.
Para penandatangan petisi ini menyatakan bahwa Presiden telah menganggap dirinya sebagai pengejawantahan Pancasila; bahwa Soeharto menganggap setiap kritik terhadap dirinya sebagai kritik terhadap ideologi negara Pancasila.
Akibat lahirnya Petisi 50, semua penandatangan petisi tersebut hingga keturunannya kehilangan hak perdata selama Soeharto menjadi Presiden RI. hw