Foto : Shahariar Lenin/Pixabay
Satu keistimewaan manusia dibanding makluk lain adalah kemampuan berpikir dengan otak – nalar yang dimiliki. Manusia menjadi makluk yang paling istimewa di alam semesta ini. Dan pada saat yang sama ada pengalaman paradoks yakni manusia yang mampu berpikir itu mutlak tergantung kepada sesamanya dan alam semesta ini. Tanpa sesama dan alam semesta, setiap.pribadi tidak akan ada dan hidup.
Lalu, ada juga anomali dan paradoks keistimewaan pikiran. Kemampuan berpikir manusia berbeda setiap pribadi dan sungguh terbatas. Sebaliknya dorongan ingin tahu dengan pikiran yang terbatas itu, sungguh tidak terbatas. Mengagumi berkah berpikir dalam diri sebagai manusia itu, saya tuliskan dalam sajak:
Menertawakan Anomali Pikiran
Sebutir pasir pantai
Puluhan butir lagi
Ratusan ribuan butir lagi
Bahkan berjuta-juta butir
Pasir pantai tak pernah bisa
menutup keringkan samudera
Aku sebutir pasir
Pikiranku itu kerja nalar
tak tuntas kaji pengalaman
apalagi semua realitas semesta
Meskipun
Aku ingin tahu segalanya
Termasuk Sang Maha Pencipta
Aku sebutir pasir pantai
di hadapan samudera Misteri
Dari atas puncak gunung
juga saat di ketinggian pesawat
dan sedang berlayar di lautan
Pikiran mengarahkan mataku
untuk melihat sebanyak-banyaknya
dan yakin bola mataku
mampu menjangkau dan merekam
semua obyek alam semesta
Bola mataku lelah
lalu ngantuk dan tertidur
Dan
Saat bangun dari tidur
kuberkaca melihat mataku
dan kutersenyum malu
“Aku hanya bisa melihat bola mataku
kalau ada alat pembantu seperti cermin dan genangan air bening”
Aku diajari alam semesta
ternyata…..
aku hanya bisa melihat
dengan pikiranku dan jiwaku
dengan hati sanubariku
Bukan
dengan kedua bola mata
Tetapi
melihat dengan kata-kata
yang menulis kulit pengalaman
yang melukis potret realitas
Seperti
butir-butir pasir pantai
dan buih ombak samudera
Pernah kudengar cerita sahabat
Juga membaca tulisan pemikir
para filsuf dan ilmuwan
Bahwa
kemampuan nalar berpikir terbatas
keinginan mengetahui tanpa batas
Dan
semakin banyak berpikir cerdas
semakin mampu memiliki kesadaran
semakin luas memahami realitas
Maka
saya akan semakin paham
Bahwa
saya hanya sedikit pengetahuan
Bahkan
sejatinya tidak tahu apa pun
Karena
sebutir pasir di pantai
tak pernah keringkan samudera
Dua bola mata ku pun
tak pernah menelan angkasa
Dan
setiap hari kusempatkan diri
untuk menertawakan pikiranku
untuk mengejek aneka keinginanku
agar semakin realistis sadari
Keterbatasan kemampuan pikiranku
Kerakusan lapar haus keinginanku
Dan
hati sanubariku tersenyum
jiwaku terpesona hening diam
Ternyata
Aku masih ada di sini
Aku masih sedang menjadi
dan boleh menulis sajak ini
Menyadari Keterbatasan Pikiran dan Pribadiku – Menulis Kehidupan 244