Dalam test Wawasan Kebangsaan kepada petugas KPK, ada pertanyaan, Pilih Al Quran atau Pancasila? Jawaban petugas KPK yang memilih Al Quran dianggap tidak lulus. Yang menjawab Pancasila, lulus. Saya kemudian menyimak tanggapan beberapa tokoh dari ulama, aktifis, profesor, terkesan perbedaan persepsi semakin lebar. Seakan membenturkan antara agama dan Pancasila. Kemudian mereka yang gagal dalam TWK akan membawa kasus ini ke Komnas HAM. Jadi rame dah. Saya akan memberikan masukan secara rakyat jelantah.
Pertama. Pertanyaan itu ditujukan dalam rangka melaksanakan UU berkaitan dengan ASN. Jadi tentu persepsi TWK itu adalah persepsi pemeritah. Dalam sistem politik kita, pemerintah adalah penguasa yang mendapat mandat lewat pemilu. Tentu pemerintah berhak menentuk persepsi kebenaran politik terhadapa aparatur negara. Karena ASN juga adalah bagian dari politik kekuasaan. Mereka harus patuh kepada penguasa.
Kedua, Kalau tidak patuh kepada pemerintah ya petugas KPK atau ASN bisa mengundurkan diri secara suka rela. Engga dipaksa kok jadi ASN. Menjadi rakyat biasa juga tidak buruk. Bebas dari TWK. Mengapa? Pemerintah tidak bisa memaksa rakyat agar persepsi pancasila seperti pemerintah mau. Engga bisa. Mengapa? Karena Pancasila bukanlah idiologi tertutup. Tetapi sebagai idiologi terbuka. Memaksakan kehendak persepsi Pancasila seperti maunya pemerintah itu jelas melanggar HAM. Tetapi tidak berlaku pelanggaran HAM kelau pemaksaan itu kepada ASN.
Ketiga. Indonesia bukan negara religius. Bukan pula negara sekular. Buktinya kita ada menteri agama. Tetapi Indonesia adalah negara yang mempunya nilai nilai religius sebagaimana Filosophi Pancasila pada sila pertama. Kalau negara religius maka sistem kita dibangun berdasarkan agama tertentu. Tetapi kalau nilai religius artinya sistem kita dibangun berdasarkan agama pada umumnya. Jadi harus dipahami dengan baik perbedaan antara negara religius dan nilai religius.
Kalau tiga hal itu dipahami, tentu tidak perlu dibenturkan, Pancasila atau Al Quran. TWK itu hanya ditujukan kepada ASN bukan kepada rakyat. Jadi tidak ada kasus HAM kepada ASN. Kalau kasus HAM bisa diterapkan. Saya kawatir, besok Komandan militer di lapangan juga bisa di adili oleh KOMNAS Ham karena prajurit menjawab pertanyaan tidak sesuai dengan persepsi komandan, kena tempeleng. Kan runyam jadinya.
Saran saya kepada petugas KPK, kalau merasa pemerintah tidak lagi sesuai dengan selera kalian, ya jadi rakyat biasa saja. Berjuang kan tidak harus jadi ASN atau pejabat. Jadi rakyat juga bisa berjuang kalau memang niatnya tulus, bukan fulus. Dah gitu aja.