Playboy Bangun Lagi Lewat Podcast ‘Terpanas’

Majalah pria dewasa ini punya rubrik andalan yang berbobot dan berkelas: The Playboy Interview

Oleh AYU SULISTYOWATI

BANYAK yang tak sadar sejak edisi pertamanya, majalah Playboy bukan cuma menjajakan foto-foto panas perempuan seksi. Hugh Hefner, sang pendiri sadar betul ketika ia membuat majalah ini di tahun 1950-an, Amerika Serikat sedang krisis budaya. Perang sudah usai, dan anak muda – kaum pria muda tepatnya – seperti kehilangan arah, mau apa? Tak ada lagi yang perlu diperangi.

Hefner dengan pintar mengambil momentum itu dengan membuat sebuah majalah yang ‘memadukan’ pikiran dan raga, budaya dan perempuan telanjang. Dan lahirlah Playboy pada Desember 1953 dengan cover Marilyn Monroe yang legendaris itu.

Sepanjang sejarah Playboy, sekilas hanya menjual kemolekan dan kepanasan fisik perempuan. Namun sebenarnya majalah ini punya rubrik andalan yang berbobot dan berkelas: “The Playboy Interview”. Wawancara dengan seniman, budayawan, penulis hingga politikus ini kabarnya telah dibikin transkripnya dan akan dibuatkan serial podcast-nya.

Playboy Enterprises berkerjasama dengan Audio Up segera me-launch serial berisi interview-interview terpanas tadi. Rachel Webber, CMO Playboy Enterprises mengatakan kalau audio (podcast) adalah media paling cespleng untuk menghidupkan tokoh-tokoh luar biasa yang pernah mereka wawancarai di masa sekarang. “Podcast sedang popular.”

Audio Up sendiri adalah studio podcast yang didirikan oleh Jared Gutstadt dan aktor Dennis Quaid ini sedang menyeleksi tak kurang 500 interview paling ikonik untuk ‘dibacakan’ ulang oleh sederet bintang.

Jimmy Jellinek, chief creative officer Audio Up mengatakan kalau serial podcast ini terinspirasi oleh wawancara-wawancara paling bersejarah, seperti saat pembawa acara David Frost mewawancarai presiden Richard Nixon. Bahkan wawancara tersebut lantas belakangan difilmkan oleh Ron Howard lewat Frost/Nixon di tahun 2008 yang mendapat lima nominasi Oscar itu.

“Saya ingat betapa wawancara itu memberi dampak (bagi pendengarnya) selain juga penting dan bersejarah. Tak heran bila film Frost/Nixon benar-benar ditulis berdasar wawancara tersebut,” kata Jellinek.

Ia juga mengatakan kalau sudah ada beberapa pihak yang tertarik untuk mengadaptasi podcast ini ke serial TV atau drama panggung, bila nanti sukses. “Namun yang tak kalah penting, bagaimana sosok-sosok penting dari dunia seni, budaya hingga politik di abad 20 dan 21 yang pernah terekam ini kembali bisa didengar suaranya.”

Dalam musim pertama yang rencananya akan mengudara September 2021 yang akan datang sudah siap 16 episode, dengan durasi satu jam. Telah terpilih delapan bintang yang akan ‘menyuarakan’ ulang, masing-masing akan membawakan seorang tokoh yang diwawancara dalam dua episode.

Aktris Desperately Seeking Susan Rosanna Arquette sebagai feminis Betty Friedan, Kevin Corrigan sebagai Frank Sinatra, Taye Diggs sebagai Muhammad Ali, aktor Meksiko Gael Garcia-Bernal sebagai Salvador Dali, lalu ada putri pasangan Ethan HawkeUma Thurman: aktris Maya Hawke menyuarakan penulis feminis Helen Gurley Brown.

Nominator Oscar Michael Shannon sebagai sastrawan Tennessee Williams, Shea Wingham menyuarakan bintang klasik John Wayne dan aktris seksi Gina Gershon sebagai penulis Italia Oriana Fallaci.

Melihat deretan rencana episode dan para pengisi suaranya, The Playboy Interview tampaknya bukan hanya akan jadi podcast panas, tapi juga penting serta sangat layak dinanti. Bila sukses, ini juga akan mengingatkan banyak orang kalau Playboy Enterprise bukan hanya sukses jualan majalah dan video panas, tapi juga tampil sebagai penyumbang sejarah dunia intelektual dan seni.***

Avatar photo

About Ayu Sulistyowati

Mantan Senior Editor di Catchplay, Penulis Lepas Rumah Beruang Production, Penulis Naskah Lepas di Paso Film Centre, Editor Majalah Prodo, Editor In Chief kemana.com, Sekretaris di Bloomberg, Reporter di cewekbanget.id (1995-1997)