Prof Zaki dan Coronavirus

Oleh RAMADHAN SYUKUR

JAMAN kuliah. Jaman lagi getol-getolnya diskusi tentang Islam, seorang teman bertanya yang kemudian lucunya dia jawab sendiri.

Kenapa di dunia ilmu pengetahuan tak pernah lagi lahir Ilmuwan Muslim?

Jawabannya, kata dia, karena orang Muslim jika mendapat musibah atau bencana, tak pernah tertarik meneliti sebab akibatnya, lalu mencari solusinya. Mereka lebih suka menyerahkan semua itu kepada ketentuan Allah. Sudah takdir Tuhan. Bahkan yang parah menganggap musibah atau bencana bukan sebagai ujian agar mau berpikir, tapi malah menganggapnya sebagai azab.

Dulu gue tak begitu paham hubungan musibah dengan azab. Sekarang malah makin tak paham. Kalo terjadi pada diri orang Muslim, mereka menyebutnya ujian dari Allah. Tapi kalo terjadi pada non Muslim, mereka menyebutnya azab. Ou em ji.

Ketika kota Wuhan, China, dilanda coronavirus, bangsa ini langsung dituding kena azab Allah, karena sudah menindas Muslim Uyghur. Gila. Apa hubungannya coba? Sementara saat Jakarta dilanda banjir karena tak terurus mereka bilang berkah. Ini kan singit.

Gue maleslah ikut-ikutan menanggapi soal azab coronavirus itu. Soal teori konspirasi. Termasuk soal tuduhan pemerintah Israel (sekutu dagang Amrik) bahwa virus itu berasal dari kebocoran lab senjata biologi China.

Gue lebih tertarik mengikuti perkembangannya, bagaimana hebatnya usaha pemerintah China menangani virus tersebut secepat mungkin. Saking bergerak cepatnya, sampai membangun rumah sakit modern dan canggih pun bisa dilakukan dalam waktu dua minggu. Rumah sakit khusus buat menangani penderita coronavirus. Warbiasyah kan.

Sampai kemudian temen gue mengirimkan artikel tahun 2013 https://www.theguardian.com/science/2013/mar/15/coronavirus-next-global-pandemic?CMP=share_btn_fb.

Nah ini dia, pekik gue dalam hati. Ternyata coronavirus pertama kali ditemukan bukan di China, tapi di Arab Saudi. Kenapa berita itu kemudian tenggelam dan hilang?

Gue cuplik dan terjemahin bebas sebagian artikel lama itu.

PADA pertengahan Juni tahun 2012, Ali Mohamed Zaki, seorang ahli virus Rumah Sakit Dr Soliman Fakeeh di Jeddah, Arab Saudi, dapat telepon dari seorang dokter yang khawatir dengan seorang pasiennya. Pasien berusia 60 tahun itu telah dirawat di rumah sakit karena virus pneumonia yang parah, dan dokter minta tolong Zaki mengidentifikasi virusnya. Zaki pun memperoleh dahak dari pasien dan mulai menelitinya. Dia menjalankan tes lab yang biasa. Hasilnya tak memuaskan. Negatif.

Zaki lalu mengirim sampel ke laboratorium virologi terkemuka di Erasmus Medical Centre di Rotterdam. Sambil menunggu tim memeriksa virusnya, Zaki mencoba satu tes lagi. Kali ini hasilnya positif. Hasil tes menunjukkan bahwa ada infeksi yang berasal dari keluarga patogen yang disebut coronavirus. Flu biasa juga disebabkan oleh coronavirus. Begitu juga infeksi Sars yang jauh lebih mematikan. Tapi kali itu beda.

Zaki lalu buru-buru mengirim email ke lab Belanda untuk memberi sinyal tanda bahaya. Dan yang menakutkan mereka dari hasil penemuan tersebut, ini adalah virus corona yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Untuk mengingatkan ilmuwan lain, Zaki kemudian memposting catatannya ke proMED, sistem pelaporan internet yang dirancang untuk secara cepat berbagi rincian penyakit menular dan wabah ke para peneliti dan lembaga kesehatan masyarakat.

Gara-gara laporan ilmiah tersebut, Zaki harus kembali ke tanah kelahirannya di Mesir, kontraknya di rumah sakit diputus. Di bawah tekanan dari Kementerian Kesehatan Arab Saudi, Zaki dipecat. “Mereka tidak suka penemuan itu muncul di proMED. Mereka memaksa rumah sakit untuk mengakhiri kontrak saya,” kata Zaki kepada Guardian dari Kairo.

Saking serius dan mematikannya, pemerintah Arab tentu khawatir ketakutan itu bisa mempengaruhi mereka yang akan pergi umroh atau haji. Jadi paling aman menutup erat-erat penemuan penting tersebut demi income pemerintah. Dan,

“Saya terpaksa meninggalkan pekerjaan saya karena ini, tetapi itu adalah tugas saya. Ini adalah virus yang serius.” Pesan Profesor Ali Mohamed Zaki.

Dan sejak penemuan tahun 2012 pada pasien pneumonia berusia 60 tahun di Arab Saudi itu, bukan gak mungkin virus tersebut sudah menjalar ke seluruh dunia. Termasuk yang parah di Wuhan, China. Virus yang sementara diduga (dan belum terbukti) berasal dari sup kampret dan ular.

Kalau betul itu penyebabnya. Apa pasien di Arab sana itu juga sempat mengkonsumsi sup kampret?

Yang pasti pemerintah China tak peduli sama ejekan kena azab Tuhan. Yang penting bagaimana para ilmuwan mereka bisa menyelamatkan warganya. Itu jauh lebih berguna bagi keselamatan umat manusia, ketimbang menyerah dengan dalih takdir Tuhan Yang Maha Kuasa.

Keresahan teman gue kenapa di dunia ilmu pengetahuan tak pernah lagi lahir ilmuwan muslim? Terbukti. Jawabannya? Ada di atas.

Dan sampai hari ini penemu vaksin, mulai dari Zhao Zhendong (Sinovac), Ugur Sahin dan Özlem Türeci (Pfizer), Sarah Gilbert dan Adrian Hill (Astrazeneca). Dan andai nanti Vaksin Nusantara sah dan resmi digunakan, itu pun andil dokter Terawan Agus Putranto yang Katolik.

Avatar photo

About Ramadhan Syukur

Mantan Pemimpin Redaksi Majalah HotGame, dan K-Pop Tac, Penulis Skenario, Pelukis dan menekuni tanaman