SUNARDIAN WIRODONO
Anglingdarma, seorang raja muda yang tampan. Gagah perkasa, serta arif dan bijaksana di negri Bajanegara, tempat di mana kini bupati dan wakil bupatinya bersengketa di medsos.
Syahdan, menurut sahibul jamil, yang sekeluar dari penjara disuba-subya pemujanya, maka pada jaman dulu kala, adalah betapa romantisnya perkimpoian Prabu Anglingdarma dan Dewi Setyawati. Sebuah kisah cinta yang tak masuk akal. Tapi adakah kisah cinta yang masuk akal?
Karena kearifannya, raja ini dihormati dan dijunjung tinggi rakyatnya. Belum ada medsos soalnya pada waktu itu. Palingan, ada juga yang membullynya diam-diam.
Hatta, pada suatu hari, Prabu Anglingdarma berburu di hutan. Dan bertemulah dengan Dewi Setyawati, perempuan cantik anak Begawan Maniksutera. Khas cerita-cerita dongeng. Tapi tidak, ada banyak rintangan cinta di sini.
Setyawati Menolak Disentuh
Sebelum akhirnya Setyawati mau diboyong, terlebih dahulu Anglingdarma harus mengalahkan Batik Madrim, kakak angkat Setyawati. Pertarungan yang dahsyat. Di panggung kethoprak, dua petarung itu bisa silih berganti menjelma menjadi hewan yang buas dan ganas.
Namun, meski sudah sebagai isteri, Setyawati tak mau disentuh Anglingdarma. Apalagi meladeni. Bahkan pun ketika Batikmadrim diangkat sebagai pepatih negeri.
Secara hyperbolik dongeng ini menuturkan, sebelum menerima pinangan Anglingdarma, Setyawati tidak sudi diduakan. Setyawati sebagai puteri Jawa, tak mau bersikap kayak perempuan yang rela dipoligami, dengan janji mendapat sorga dan ketemu Tengkuzul beserta 7777 bidadari.
Arkian, meski sudah setahun perkawinan, Setyawati tetap enggan melayani Anglingdarma. Hingga Setyawati mengetahui suaminya punya kesaktian yang disebut ‘aji gineng’. Anglingdarma adalah raja sakti, yang bisa mengetahui percakapan semua jenis binatang. Setyawati minta diajari ajian itu, agar bisa mengerti gossip peri-kebinatangan, dan berjanji mau meladeni suaminya.
Minta Dibuatkan Api Unggun
Anglingdarma menolak permintaan itu. Dan tetap menolaknya meski Setyawati mengancam hendak bunuh diri. Hingga Setyawati minta dibuatkan api-unggun, ia memilih mati membakar diri, karena penolakan suaminya itu.
Sebagai suami yang sabar (sabar dari Hong Kong?), Anglingdarma menyiapkan perapian. Dan ia pun berjanji akan menyertai isterinya masuk dalam kobaran api. Mati berdua.
Cilakanya, Anglingdarma mendengar percakapan sepasang kambing (kayaknya suami-isteri, nanti kita cek ada surat nikahnya tidak). Kambing betina minta tolong kambing jantan untuk mengambilkan sesuatu. Kalau tak dituruti, ia akan nyemplung ke kobaran api tempat Setyawati juga akan mencemplungkan diri.
Tapi si kambing jantan menolak, dan didengar oleh Anglingdarma, katanya; “Aku nggak mau nurutin permintaan isteri yang sesat, seperti Dewi Setyawati itu,…”
Berfjanji Setia dan Menduakan Isterinya
Di situ moral dongengnya. Isteri kudu nurut suami. Dan sahlah Anglingdarma membiarkan Setyawati nyemplung sendirian ke kobaran api. Anglingdarma pun jomblo.
Sampai akhirnya, berrtahun dalam kejombloan itu, seorang nenek sihir dan cucu perempuannya, menjebak Prabu Anglingdarma. Si Nenek sihir menyihir cucunya, dimake-over persis Dewi Setyawati.
Anglingdarma yang berjanji bersetia tak menduakan isteri marhumahnya itu, jatuh cinta pada Dewi Setyawati reborn. Dan hups, karena melanggar sumpah, raja yang sakti itu berubah menjadi burung belibis. Terbang ke angkasa. Entah ke mana. Bisa jadi ke Pandeglang.
Moral dongengnya, bagi laki-laki, kalau tak ingin jadi belibis, jangan cintai banyak perempuan. Tapi kalau mau jadi belibis, ya, seterah. Gitu.
TULISAN MENARI LAIN : Motivator dari Koruptor