Pramono Anung – Rano Karno, Andalkan Oranye , Bukan Merah

Pramono Anung Kampanye

Apakah banteng sedang terkapar dan “luka dalam” dan “teramat dalam” akibat pertarungan di Pilpres 14 Februari 2024 kemarin? Tumbang dan PDIP pun remuk redam – yang diawali keyakinan “menang satu putaran”. Sebaliknya, “panen gabug”. Gagal. Luluh lantak, dengan hanya meraup 16% suara, dan jadi juru kunci.

OLEH DIMAS SUPRIYANTO PRAMONO ANUNG

JIKA mencermati wajah kampanye Pramono Anung dan Rano Karno di seantero ibukota maka nampak nyata bahwa mereka tidak membawa simbol PDIP – meski keduanya kader PDIP. Tak ada gambar banteng, tak ada wajah Megawati Soekarno, junjungan mereka. Siapa senior yang turun ke pangung kampanye? Tak jelas! Mega jarang nampak orasi untuk mendukung mereka.

Warna merah tidak dominan, melainkan oranye. Di berbagai tempat mereka mengandalkan oranye!

Padahal biaya kampanye mereka sangat besar. Berlipat lipat dibanding pasangan cagub lawannya. Dan Jakarta menjadi “pertaruhan hidup mati” bagi mereka. Tapi hadir di medan laga tanpa simbol merah, tanpa muka banteng, sebagai identitas mereka. Penampakan di jalanan tidak mewakili partai banteng bermoncong putih itu.

Ada apakah? Apakah banteng sedang terkapar dan “luka dalam” dan “teramat dalam” akibat pertarungan di Pilpres 14 Februari 2024 kemarin? Tumbang dan PDIP pun remuk redam – yang diawali keyakinan “menang satu putaran”. Sebaliknya, “panen gabug”. Gagal. Luluh lantak, dengan hanya meraup 16% suara, dan jadi juru kunci. Bahkan tak bisa melampaui pasangan Anies – Muhaimin, orbitan Nasdem yang disponsori Surya Paloh. Notabene bukan kader partai.

Ketua Tim Pemenangan Pilkada 2024 PDI Perjuangan, Adian Napitupulu tak lagi jumawa sebagaimana sebelumnya. Dia harus menelan ludah, menelan pil pahit, dengan pernyataan yang menuai semooh kini. Sebelumnya Adian meminta Ganjar Pranowo “agar cepat cepat menjahit jas” sebagai optimisme bakal dilantik sebagai “presiden baru” yang terpilih.

“Nggak seru melawan capres yang berkali kali kalah, ” katanya, jumawa, mencibir Prabowo – Gibran. Hasilnya, menuai pukulan balik. Kalah telak dalam satu hantaman. Prabowo – Gibran lah yang menang satu putaran, bukan Ganjar – Cak Imin.

Dan selain tumbang, Banteng moncong putih tak nongol di Pilgub Jakarta, berganti menjadi oranye.

TIDAK ADA rasa percaya diri untuk tampil – nampaknya. Mana simbol Banteng ketaton (banteng mengamuk) yang diandalkan?

Mereka kini bersandar kepada JakMania, massa pecinta bola fanatik dan potensial Persija – yang menyimpan dendam kesumat pada Bobotoh Persib – sebagai asuhan Kang Emil Ridwan Kamil.

Dukungan Prabowo Subianto sebagai Ketum Gerindra dan dan kehadiran Jokowi di kampanye Ridwan Kamil – Suswono, apaboleh buat, harus direspon siap siaga Pramono Anung – Rano Karno bakal “di-Ganjar-kan” di Jakarta – dengan hasil yang juga mengenaskan. Meski hasil survei terus naik.

Masuknya Anies Baswedan menjadi pendorong untuk mereka bersemangat lagi, setelah sowan kepada Amin Rais. Agak nyeleneh, tapi itu kenyataannya.

Anies Baswedan harus menelan harga diri setelah digagalkan maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta dan dilecehkan meski sudah datang ke kantor PDIP lantaran “Ibu Ketum” menolaknya. Ajakan untuk mendukung kini diterimanya.

Gagal jadi “pengantin” diminta jadi “pendamping pengantin” pun jadilah. Apaboleh buat. Ketimbang nganggur. Pendukungnya pun serta merta manut. Biru kata Anies, biru pendukungnya. Merah kata Anies, merah pendukungnya. Oranye kata Anies, oranye juga pengikutnya. Rencana coblos semua nomor batal sudah.

Maka, bukan hanya Pramono – Rano Karno yang memerlukan dukungan Anies Baswedan dan pengikutnya. Melainkan juga sebaliknya. Anies Baswedan memerlukan Pramono – Rano Karno sebagai kendaraan untuk panggung politik 2029 – 2034.

Sebab tanpa mereka, Anies berpotensi jadi gelandangan politik, menyusul Amin Rais. Tak ada jabatan di pemerintah, tak punya partai – bagaimana bisa ngelenong dan naik panggung? Mau ngebodor sama siapa? Dalam rangka apa? dan siapa yang mau nanggap?

Amin Rais sudah nyinyir – senyinyir-nyinyirnya – kepada Istana dan Pemerintah Jokowi. Tapi hasilnya, malah dia makin tersingkir. Partai yang dia dirikan hanya meraih suara “nol koma”.

Dengan menumpang sementara pada Pramono Anung dan Rano Karno, Anies bisa punya ruang ekspresi dan ancang ancang untuk panggung berikutnya. Menumpang pada Jokowi sudah, Prabowo sudah, Jusuf Kalla sudah, Surya Paloh sudah, kini Anies Baswedan menumpang sementara di “rest area” Pramono dan Rano Karno.

Sementara itu, dengan strategi mengandalkan warna oranye, Pramono Anung – Rano Karno optimis memenangi Pilkada Jakarta. Warga Ibukota siap siap saja, jika dia menang, maka kepemimpinnya akan masuk dalam bayang bayang “Ibu Mega” dan Ketum Partai.

Mereka akan kembali menjadi “petugas partai” sebagaimana ditegaskan berkali kali oleh Ibu Ketum. “Saya ingatkan kalian semua, ya! Kalian itu petugas partai! Kalian petugas partai. Kalau tidak mau diatur partai, ‘out’ ! Keluar!!” ***

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.