Jokowi memilih influencer – para pesohor yang memiliki jutaan pengikut di laman instagram, tiktok dan Youtube – bukan semata selera sendiri, tapi (patut diduga) atas saran penasehat politiknya di bidang media. Untuk itu awak media konvensional harus mawas diri: intropeksi.
OLEH DIMAS SUPRIYANTO
TAUKAH ANDA bahwa Raffi Ahmad memiliki 60 juta follower, Atta Hallilintar 30 juta, Gading Martin 24 juta, Irwansyah 16 juta, Willie Salim 11,8 juta, Meicy Villia 11,1 juta, Dian Ayu Lestari 1,7 juta dan Ferry Maryadi punya 1,2 juta follower di instagram saja.
Nama nama itulah yang diajak Presiden ke IKN (Ibu Kota Negara) dan bermotor meninjau progres pembangunan jalan tol di sana. Para pesohor itu kemudian memamerkan foto kebersamaan dengan presiden di akun masing masing.
Jokowi kini lebih mempercayai influencer ketimbang awak media konvensional – baik cetak, teve, maupun online. Demikian kesan yang tersirat. Meski awak media konvensional diajak serta nampaknya – sekadar pelengkap saja.
Jokowi memilih influencer – para pesohor yang memiliki jutaan pengikut di laman instagram, tiktok dan Youtube – bukan semata selera sendiri, tapi (patut diduga) atas saran penasehat politiknya di bidang media. Untuk itu awak media konvensional harus mawas diri: intropeksi.
Sebab, tingkat kepercayaan publik terhadap berita di media kini tergolong rendah. Menurut laporan Digital News Report 2021 yang dirilis Reuters Institute for the Study of Journalism, rata rata 39%. Hanya 37 persen responden yang percaya pada berita di mesin pencarian dan 31 persen responden percaya pada berita di media sosial.
Bandingkan dengan media daring—termasuk media sosial— menjadi sumber berita paling populer, terutama di kalangan urban, yakni sebesar 89 persen, disusul media sosial sebesar 64 persen. Untuk mengakses berita, ponsel pintar menjadi alat terpopuler sebesar 85 persen, disusul komputer sebesar 37 persen.
TINGKAT kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo di penghujung jabatannya pada periode ke dua – masih di atas 75 persen – menunjukan hantaman dan kritik media konvensonal kurang direspon publik/rakyat. Apalagi penyampaiannya kadang sarkastis, sinis, dan melampaui kepatutan.
Para jurnalis dan presenter berita di teve kerap mencampurkan fakta dan opini – bahkan membuat insinuasi – serta menghadirkan lebih banyak narasumber dari kubu oposisi yang kecewa, ketimbang yang mendukung dan obyektif. Memanfaatkan politisi yang sedang kehilangan kekuasaan dan stress.
Temuan survei Indikator Politik Indonesia yang digelar 18-21 Februari 2024, ada 76,6 persen responden yang cukup/sangat puas dengan kinerja Jokowi., kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, dalam konferensi pers daring, Rabu (28/2/2024).
Dari Litbang Kompas merilis hasil survei kepemimpinan nasional yang sampelnya diambil pada periode 27 Mei-2 Juni 2024 yang menempatkan kepuasan terhadap kinerja Presiden Joko Widodo dan Wapres Maruf Amin di posisi tertinggi dalam lima tahun terakhir kepemimpinan mereka.
Manajer Litbang Kompas Totok Suryaningtyas menyampaikan, angka tersebut naik dari periode sebelumnya pada Desember 2023 yang mencapai 73,5 persen menjadi 75,6 persen.
Capaian kepuasan Jokowi tertinggi terjadi pada April 2023 lalu, yakni 82% – menembus rekor para pemimpin dunia. “Kinerja presiden pada April 2023 dinilai positif oleh 82%, yang menilai negatif itu ada 17,5%. Jadi tampaknya ini dalam data LSI adalah capaian tertinggi kinerja presiden, penilaian positif tertinggi kinerja presiden dari masyarakat,” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan.
Kalau memakai angka LSI dan SMRC, maka approval rating pemerintahan Jokowi-Ma’ruf merupakan yang tertinggi di dunia. Merujuk pada data yang dikumpulkan oleh Morning Consult Political Intelligence pada 23-29 Agustus 2023, approval rating Jokowi mengungguli rekor yang dipegang Perdana Menteri India Narendra Modi sebesar 76 persen.
Approval rating pemerintahan Jokowi berjarak sangat jauh dari Lula da Silva (Brasil, 50 persen), Joe Biden (AS, 40 persen), Justin Trudeau (Kanada, 40 persen), Emmanuel Macron (Prancis, 26 persen), Olaf Scholz (Jerman, 25 persen) dan Mark Rutte (Belanda, 25 persen).
Tingginya tingkat kepuasan memperlihatkan aspirasi publik yang lebih mendukung wacana keberlanjutan. Publik cenderung akan memilih pasangan capres-cawapres yang dinilai paling mampu melanjutkan program-program Jokowi.
Sementara itu, temuan survei Data Riset Analitika yang dipublis akhir Januari 2024 lalu, menunjukkan 81,7 persen publik merasa puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sebanyak 9,3 persen di antaranya merasa sangat puas dipimpin oleh Jokowi.
Hanya 14,5 persen yang menyatakan tidak puas, termasuk 2,3 persen yang merasa tidak puas sama sekali, dan sisanya 3,8 persen tidak tahu/tidak jawab.
Merekalah yang mengirim pesan kebencian tentang pemerintah Jokowi dan dijadikan narasumber oleh media konvensional. Sehingga kubu Jokowi lebih memilih influencer sebagai andalan pencitraannya. Dan efektif.*