Sumanto Al Qurtubi, profesor yang fokus pada studi politik dan budaya Muslim ini, menyayangkan, mereka hanya “bergairah” mengikuti serta mendakwahkan (yang konon) “perintah” Tuhan untuk berhijab bagi muslimah sementara mereka diam seribu bahasa tak mau mengikuti dan mematuhi perintah-perintah Tuhan lainnya yang bertebaran dalam kitab suci dan teks agama mereka.
Menjadi menarik untuk dipertanyakan: kenapa kelompok militan-konservatif agama begitu bersemangat dengan persoalan “perintah berhijab” ini sementara tidak tertarik dengan perintah-perintah lainnya? Tanya penulis buku Lubang Hitam Agama ini.
Fenomena yang terjadi di kalangan umat Islam ini cukup kontras dengan apa yang terjadi di komunitas Yahudi atau Kristen. Jamak dimaklumi kalau kelompok perempuan ortodoks Yahudi (Haredi Burqa, Yahudi Yaman, Lev Tahor, dlsb) juga berhijab (dan bahkan sebagian mengenakan cadar). Mereka bahkan mengklaim kalau hijab itu adalah “syariat Yahudi.” Begitu pula perempuan Kristen ortodoks di Timur Tengah (Koptik, Maronite, Ortodoks Suriah, Kristen Etiopia, dlsb) maupun kawasan/belahan dunia lainnya juga mengenakan hijab atau apapun jenis/bentuk kain penutup kepala.
Tetapi menariknya, baik kelompok ortodoks Yahudi maupun Kristen tidak mengtransformasi ajaran normatif keagamaan tentang tata busana itu menjadi “kanon resmi” yang ketat (misalnya undang-undang atau Perda) dan diberlakukan untuk semua umat Yahudi/Kristen.
Mereka juga tidak memaksakan aturan atau norma itu bagi umat Yahudi/Kristen lainnya yang tidak sepaham, sealiran, atau sehaluan dengan mereka (misalnya kelompok non-ortodoks).
Sebaliknya, kelompok ortodoks muslim begitu bersemangat untuk mendakwahkan, mengkampanyekan, “melembagakan”, “mengundangkan”, dan memaksakan ajaran normatif tentang hijab dan busana. (*/dms)