Kesuksesan dua remaja belasan tahun, Iam Tongi dan Putri Ariani, bukan hanya pertanda keberhasilan mereka melainkan juga cermin penting bagi para orang tua, terutama para ayah, agar lebih sering membersamai anak-anak dibandingkan menghabiskan waktu untuk mati-matian mengejar karier atau menekuni hobi sendiri membabi buta, yang tanpa disadari sering mengesampingkan keberadaan anak.
Oleh AKMAL NASERY BASRAL*
PADA tulisan saya tentang peluang Putri Ariani melampaui prestasi penyanyi Inggris Leona Lewis, Sabtu kemarin (10/6), video audisi Putri di America’s Got Talent dalam tiga hari tercatat sudah ditonton 18 juta kali, menuju 20 juta views.
Pagi ini, Minggu 11/6, saat saya mulai menggarap tulisan ini, ternyata angka itu melonjak cepat, sudah mencapai 22 juta views. Terjadi lonjakan 4 juta dalam satu hari, atau rerata penambahan 1 juta views setiap enam jam.
Jumlah ini tak pelak mengalahkan penonton video audisi Iam Tongi, pemenang American Idol 2023, yang sudah tayang tiga bulan dan “baru” mendapatkan 16 juta views.
Perbandingan ini perlu diungkap di awal tulisan, sebab kehadiran Iam Tongi (18 tahun) di ajang American Idol juga tak kalah fenomenal. Video audisinya saat membawakan lagu Monster (James Blunt) membuat mata ketiga juri Lionel Richie, Katy Perry dan Luke Bryan, basah berkaca-kaca.
Iam Tongi yang bertubuh jumbo dengan berat 110 kg/180 cm, tipikal lelaki Hawaii-Samoa yang overweight, berhasil membetot simpati penonton dunia sejak audisi itu. Kurang lebih sama seperti yang didapatkan oleh Putri Ariani hari-hari ini.
Salah satu respon dari tulisan saya kemarin datang dari Dr. June Kuncoro Hadiningrat, Konsul Jenderal (Konjen) Indonesia di Karachi, Pakistan, yang juga kawan kuliah saya di FISIP UI. Di grup angkatan kami, Konjen June menanggapi tulisan saya dengan menyatakan bahwa kesuksesan Putri Ariani tak lepas dari dukungan orang tuanya.
Saya sangat setuju dan menjawab bahwa sisi itu akan saya tulis tersendiri karena akan menjadi tulisan yang panjang jika digabungkan dengan tulisan kemarin yang berbeda angle.
Saya melihat ada kesamaan pola dukungan orang tua yang dialami Putri Ariani dan Iam Tongi, sehingga saya satukan dalam tulisan ini.
Kita mulai dari William “Iam” Tongi, yang lahir dan besar di Oahu, Hawaii, sebelum dua tahun lalu ikut keluarganya hijrah ke Washington. Bungsu dari lima bersaudara ini sangat dekat dengan sang ayah, Rodney, yang mengajarinya bermain ukulele dan gitar.
Pada umur 13 tahun, Iam mendapatkan sebuah Boulder Creek, gitar pertamanya dari sang ayah. Membuat mereka semakin sering bernyanyi bersama, antara lain membawakan lagu Islands in the Stream (Dolly Parton & Kenny Rogers) yang videonya viral di internet.
Dua bulan sebelum Iam mengikuti audisi American Idol 2023 di awal tahun ini, ayahnya meninggal dunia. Memberikan pukulan hebat bagi Iam sang anak bungsu.
Sejak saat itu Iam menyimpan gitarnya di gudang. Tak mau menyanyi lagi. Sebab setiap denting dawai hanya mengingatkannya pada ayah tercinta. Celakanya, dia mendapatkan panggilan audisi untuk tampil di depan juri American Idol.
Di sini, ibunya Lillie yang membujuk Iam supaya mau tampil, dengan memberikan alasan bahwa penampilan Iam justru untuk menghormati ayahnya yang sudah tiada. Iam akhirnya mau.
Peran Lillie memang tak kalah penting dari Rodney, mendiang suaminya. Iam tak tahu bahwa dia didaftarkan sang ibu secara diam-diam untuk mengikuti talent show ini karena dia masih trauma karena pada American Idol musim sebelumnya. Meski sudah mendaftar, namun dia tak dipanggil mengikuti audisi sama sekali. Itu membuat Iam patah hati.
Tetapi garis nasib berkata lain. Dengan gitar pemberian sang ayah yang dikeluarkannya dari gudang, dan cinta ibunda yang terus mendorongnya bangkit dari kesedihan, Iam akhirnya tampil membawakan lagu Monster (2019) karya James Blunt yang mengharu biru perasaan.
James menggubah lagu ini untuk ayahnya, Charles, yang saat itu menderita kanker ginjal stadium 4. Sebuah lagu perpisahan yang sangat personal bagi James.
Namun lagu itu ternyata beresonansi kuat pula saat dibawakan Iam, yang menyanyikan dengan terbata-bata. Bahkan tak sanggup menyelesaikan bait terakhir karena tangisnya telanjur pecah. (Di final pada pekan ketiga Mei lalu, Iam kembali membawakan lagu ini berduet dengan James Blunt, dalam sebuah penampilan yang membuat penonton berulangkali tercekat melihat keduanya berjuang mati-matian menyelesaikan lagu yang sarat emosi itu).
Dalam hal ini Putri Ariani lebih beruntung dari Iam Tongi. Ayahnya, Ismawan Kurnianto, masih hidup. Lebih dari itu, mendukung total minatnya yang menderita disabilitas netra sejak umur tiga bulan.
Melihat Putri sejak berusia 2 tahun mampu menyanyikan lagu-lagu dengan nada tepat, betapa pun sulitnya lagu itu, Ismawan yang karyawan sebuah perusahaan minyak di Riau dan pemilik sebuah resto kuliner Melayu, mendidik anaknya di pre-school internasional dengan bahasa Inggris. Begitu juga saat Putri masuk usia SD, dan seterusnya, membuat sang anak terbiasa berbahasa Inggris sejak kecil. Juga dalam obrolan di rumah, dengan kedua adik Putri yang lahir kemudian.
Seiring perkembangan pesat Putri dalam musik, Ismawan memutuskan mundur dari pekerjaannya agar bisa mencarikan guru musik dan sekolah musik yang cocok bagi anak sulung mereka. Yogyakarta adalah pilihan domisili Ismawan dan istrinya Reni Alfianty, yang juga harus pindah kerja, sembari mengurus dua adik Putri lainnya.
Pengorbanan itu membuah hasil manis saat Putri berusia 8 tahun berhasil memenangkan Indonesia’s Got Talent 2014.
Keakraban Putri dengan orang tuanya, terutama sang ayah, banyak diunggah di akun medsosnya. Seperti halnya Iam berduet dengan Rodney sang ayah, Putri pun kerap berduet dengan Ismawan.
Saking akrabnya mereka, Putri bercerita ada netizen pernah berkomentar, “Putri, itu abang kamu ya? Ganteng banget.” Putri merespon dengan santai dan lucu. “Itu berarti tampang saya ketuaan ya? Atau memang wajah ayah saya awet muda?” tanyanya berkelakar.
Di akun medsos Putri, ada juga sebuah lagu berjudul “Untuk Ayah” (2018) yang dinyanyikannya dengan sangat menggugah. Syairnya bercerita tentang pengorbanan berat sang ayah untuk mendukungnya mengejar cita-cita.
Namun bagi Ismawan, sang ayah, tak ada pengorbanan yang berat bagi anaknya. “Saya meyakini semua anak memiliki kelebihan. Kita sebagai orang tua hanya harus menggalinya lalu memberikan pendidikan terbaik. Semua yang terbaik, akan memberikan hasil terbaik pula,” ujar Ismawan saat bercerita di salah satu stasiun televisi swasta.
Maka jika Putri pandai menyanyi, piawai bermain piano dan flute, juga fasih mengaji Al Qur’an dengan kualitas suara setara vokal para qariah internasional (video murottal Putri juga mudah diakses di internet), membuktikan bahwa dukungan total orang tua merupakan fondasi terpenting dalam pencarian bakat dan pengembangan minat sang anak.
Kesuksesan dua remaja belasan tahun, Iam Tongi dan Putri Ariani, bukan hanya pertanda keberhasilan mereka melainkan juga cermin penting bagi para orang tua, terutama para ayah, agar lebih sering membersamai anak-anak dibandingkan menghabiskan waktu untuk mati-matian mengejar karier atau menekuni hobi sendiri membabi buta, yang tanpa disadari sering mengesampingkan keberadaan anak. Akhirnya membuat mereka kecewa, bakat mereka mati perlahan, serta minat mereka padam sebelum waktunya.
Sejatinya, tak ada anak yang tak punya kelebihan. Yang ada hanyalah orang tua yang kurang perhatian dan enggan maksimal dalam pengorbanan.
*Penulis adalah co-founder dan pemimpin redaksi pertama majalah musik MTV Trax (2002) dan biografer Simfoni Untuk Negeri: Twilite Orchestra & Magenta Orchestra (2012).