MENGAPA seorang Rabi Yahudi Ortodoks dari Brooklyn membantu Muslim di Afghanistan?
“Jawabannya sangat sederhana,” ujarnya, “orang tua dan kakek-nenek saya semuanya selamat dari Holokos”.
Asosiasi Rabi itu mengatakan sekarang telah membantu puluhan aktivis, para hakim, dan beberapa orang yang pernah bekerja dengan bekas pemerintah Afghanistan atau penerjemah bagi pasukan Inggris dan AS di negara itu.
Rabi Margaretten, yang kakek-neneknya berasal dari Hungaria, mengungkapkan kengerian yang dihadapi keluarganya ketika Nazi menyapu seluruh Eropa selama Perang Dunia Kedua – dan menyaksikan bagaimana peristiwa-peristiwa berlangsung di Afghanistan – yang membuatnya merasa bahwa tidak melakukan apa-apa bukanlah suatu pilihan.
“Orang tua kami terpaksa melarikan diri demi hidup mereka dan mereka mengalami rasa sakit yang sangat mirip,” katanya.
Asosiasinya membantu mengamankan jalur bagi anggota perempuan tim sepak bola nasional junior Afghanistan yang memungkinkan mereka dan keluarganya menyeberangi perbatasan.
Banyak pemain – berusia 13 hingga 19 tahun – kemudian menerima izin untuk bermukim kembali di Inggris setelah menghabiskan selama berpekan-pekan di Pakistan.
Para pemain perempuan dari tim sepak bola nasional yunior Afghanistan meninggalkan negara itu pada September lalu.
Semakin dirinya terlibat, semakin banyak panggilan yang diterima Rabi Margaretten, dan responsnya dengan cepat menjadi luar biasa.
“Semakin banyak kelompok melibatkan diri, orang-orang menelpon saya tengah malam, menangis dan berujar ‘Rabi tolong saya, hidup saya dalam bahaya.'”
Dia mengatakan mencoba menentukan siapa yang paling berisiko atau siapa yang harus diprioritaskan itu sangatlah sulit.
“Di satu sisi saya sangat bahagia demi mereka yang bisa saya bantu, tapi di sisi lain sangat sedih, ada batasan seberapa banyak yang bisa saya lakukan.”
“Mereka tahu apa yang mereka lakukan,” katanya.
Pengeluaran terbesar, tambahnya, adalah membawa orang-orang itu ke luar negeri, tetapi asosiasinya juga membayar mereka untuk tinggal di rumah aman dan hotel, dan untuk kebutuhan makan, pakaian, dan tagihan medis.
“Ketika Taliban mengambil alih kekuasaan, saya kehilangan segalanya,” kata perempuan berusia 25 tahun itu, “harapan saya, impian saya, kebebasan saya; saya tidak bisa keluar, saya tidak bisa pergi bekerja atau ke universitas – saya kehilangan kepribadian saya”.
Dia mengatakan dia “bertarung dan berjuang” demi hak-haknya selama bertahun-tahun dan menemukan kembalinya Taliban ke kekuasaan jadi menghancurkan harapannya.
“Saya mengorganisir aksi protes mendesak Taliban supaya membiarkan kami menjaga hak-hak kami,” katanya.
Fareeda menggunakan media sosial untuk membagikan foto-foto demonstrasi, yang terkadang diwarnai kekerasan di mana Taliban menggunakan peluru tajam, pentungan, dan cambuk.
Dan, foto-foto itu kemudian digunakan Taliban untuk mengidentifikasi dirinya.
“Mereka datang ke distrik saya,” ungkapnya, seraya menggambarkan bagaimana aparat kemananTaliban mengetuk pintu, yang memaksanya untuk bersembunyi.
Takut akan apa yang mungkin terjadi, Fareeda meminta bantuan, dan dengan cepat terhubung dengan tim Rabi Margaretten di lapangan.
“Mereka membawa saya dan seluruh keluarga saya keluar dari Afghanistan dalam waktu 24 jam,” katanya, sambil menambahkan: “Saya sangat senang.”
Ketika pasukan Taliban dengan cepat menguasai Afghanistan pada Agustus, PBB memperingatkan bahwa kelompok militan itu meningkatkan pencariannya terhadap orang-orang yang bekerja untuk pasukan asing dan mantan pegawai pemerintah.
Aalem (bukan nama sebenarnya), adalah mantan penerjemah Afghanistan yang berhubungan dengan Rabi melalui koneksi internasionalnya.
Dia mengatakan dia masih remaja pada 2003 ketika dia mengajukan diri sebagai penerjemah bagi mendiang Donald Rumsfeld, yang saat itu menjabat Menteri Pertahanan untuk Presiden AS George W Bush.
Sekarang di usianya yang memasuki 36 tahun, Aalem mengatakan dia takut tentang masa depan negaranya dan merasa lega setelah berhasil melarikan diri.
“Saya adalah salah seorang aktivis yang harus melarikan diri,” ujarnya.
“Perubahan rezim membuat saya merasa sangat rentan, sangat berisiko bagi mantan penerjemah. Afghanistan bukan lagi pilihan sebagai tempat tinggal.”
Dia mengatakan Asosiasi Tzedek sangat efektif dalam mengidentifikasi orang-orang yang rentan, tetapi menambahkan:
“Ada ribuan lagi yang masih membutuhkan dukungan itu.”
Pada hari-hari setelah Taliban menguasai Kabul, pesawat AS dan koalisi telah mengevakuasi lebih dari 123.000 warga sipil – meskipun tidak jelas berapa banyak dari mereka adalah warga negara Afghanistan.
Ribuan orang masih berusaha meninggalkan negara itu setiap hari.
Rabi Margaretten mengatakan dia akan melanjutkan upayanya untuk membantu mereka “selama diperlukan”.
Nama-nama pengungsi telah diubah karena pada saat penulisan mereka berada di negara ketiga menunggu perjalanan ke tujuan baru. – BBC/dms.