Foto : Eugene Chystiakov / Unsplash
Ingin rajin atau malas itu pilihan, tapi segala konsekuensinya itu kita yang menentukan.
Begitu pula, jika kita ingin kaya, berkecukupan, atau miskin. Kita harus berjuang untuk mewujudkan hal itu, atau kita tidak peduli dan bermalas-malasan.
Jangan gara-gara kaya, kita disiriki atau dibenci. Dibilang, kita kaya karena dari hasil pesugihan, berbuat curang, dan seterusnya.
Cobalah melihat realita, berpikir positif, dan berprasangka baik. Ingat pula peribahasa, “Rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya.”
Banyak faktor orang itu jadi kaya. Di antaranya, mempunyai usaha sendiri, rajin bekerja, menabung, dan pandai mengelola keuangan.
Saat kita tendensius teradap orang lain, sebenarnya hal itu muncul dari iri hati, dengki, bahkan bisa juga karena benci. Kita tidak mau melihat orang lain kaya, sukses, dan bahagia.
Sekiranya kita belum mampu berbuat baik, tidak seharusnya kita menghalangi orang lain melakukannya. Kita menuduh mereka sebagai pencitraan, atau demi melanggengkan kekuasaan.
Berpikir negatif dan berprasangka jelek pada orang lain itu meracuni hati dan itu karena kebodohan sendiri. Faktor penyebabnya adalah malas berpikir, belajar, dan malas bekerja.
Malas berpikir membuat kita mudah ikut-ikutan, dihasut, diadu domba, dan bahkan dibenturkan dengan sesama anak bangsa.
Malas bekerja membuat kita mudah dibohongi dan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kita ingin kerja santai, tapi penghasilan besar. Kita ingin cepat kaya secara mudah. Sehingga kita mudah dibodohi, terjebak investasi bodong, dan proposal abal-abal.
Semoga dengan bersikap tenang, berpikir jernih, dan hati yang bening kita mampu mengarahkan hidup ini, sehingga berkenan bagi Allah.
Astaga… (Maaf) Ternyata Kita adalah Pembohong!