MAS SOEGENG
Kami sekeluarga jarang nonton televisi. Suatu ketika, anak saya – yang juga jarang nonton tv, minta saya lihat acara di sebuah stasiun televisi, dimana, dua wanita sedang terlibat adu mulut bahkan jambak-jambakan. Saya memaksa untuk ikut nonton.
Di televisi, seseorang yang mengaku miskin; tak punya pekerjaan, tak bisa makan tiap hari, tampak menyanyi dangdut. Dia tidak sendirian. Ada dua orang lagi yang nasibnya sama; bernyanyi di depan banyak penonton di studio dan di rumah.
Masing-masing berusaha menyanyi sebaik mungkin atau sememelas mungkin dalam alunan dangdut. Mereka artis ? Bukan !. Peserta Kontes Nyanyi ? Juga bukan.
Mereka menyanyi untuk memperoleh simpatik juri untuk memenangkan hadiah. Saya tidak tahu mengapa orang miskin yang mau dibantu nasibnya, diperas perasaannya terlebih dahulu melalui adu menyanyi .
Sebab, model tayangan seperti ini memang disetting atau rekayasa oleh televisi untuk mengambil simpatik penonton. Ujung-ujungnya biar dapat iklan banyak. Hadiahnya paling Rp 10 juta – Rp 20 juta, tapi televisi dapat ratusan juta rupiah.
Di acara lain, tampil seorang wanita sedang naik mobil bersama seorang reporter acara menuju suatu restoran. Sampai di sana kamera mengarah pada pasangan lelaki dan perempuan sedang ngobrol sambil minum juice. Sebuah rekayasa yang nyaris sempurna.
Rupanya si pria adalah pacar perempuan yang bersama reporter. Reporter mengeluh soal pacarnya yang dicurigai mudah selingkuh, reporter membantu menemukan si pria.
Saat beretemu, terjadilah adu mulut sampai si perempuan mengguyurkan air minum ke wajah pria yang dituduh selingkuh ini.
Penonton tegang. Adegan ketegangan itu terputus oleh datangnya seorang ibu yang ternyata bos si pria yang sedang mengetes untuk sebuah pekerjaan.
Penonton lega karena tak terjadi perkelahian antara dua wanita. Penonton juga kesal karena banyak muncul iklan di acara itu. Ini semua adalah adegan rekayasa agar tv punya acara yang didramatisir untuk mendatangkan penonton Indonesia yang gemar melihat konflik atau kejadian yang tak mengenakkan.
Sama ketika pemain ternama bikin acara rekayasa atau di buat sedemikian rupa, ternyata terjadi keributan beneran. Ini kecelakaan yang tidak diseting atau direkayasa. Melainkan ssesungguhnya.
Di televisi bertebaran acara rekayasa seperti itu dan penonton belum ngeh bahwa emosi mereka diaduk-aduk oleh produser televisi. Sama tidak tahu bahwa ketika ada seorang gubernur kecemplung got adalah settingan belaka untuk menaikkan rating. Masih percaya acara settingan seperti ini menyehatkan pikiran kita ?
ARTIKEL MENARIK LAIN: