Resep Bahagia Ala Ki Ageng Suryomentaram

Seide.id – Dalam hidup, kebahagiaan merupakan dambaan setiap orang.

Kebahagiaan layaknya harapan atau sebuah cita-cita yang ingin dicapai manusia.

Kebahagiaan seseorang sangatlah subyektif.

Ada yang bahagia jika berlimpah materi, ada yang bahagia dengan karier cemerlang dsb.

Nilai kebahagiaan bagi setiap orang memiliki perbedaan.

Sehingga orang akan berlomba-lomba untuk meraih kebahagiaan yang cenderung bersifat material atau duniawi semata tanpa melihat substansi yang dikejar.

Filsafat Dalam Memandang Kebahagiaan

Konsep kebahagiaan sudah dibahas oleh para filsuf sejak zaman kuno yakni mulai dari Aristoteles hingga Epicurus.

Aristoteles berpendapat jika kebahagiaan merupakan pencapaian kebaikan sesuai dengan pandangannya tentang kemanusiaan

(kesehatan, kesejahteraan, pengetahuan, persahabatan dsb).

Sedangkan Epicurus berpendapat jika sumber utama kebahagiaan adalah kepuasan (kata Yunani kuno untuk kepuasan adalah “hedone”).

Di Indonesia, filsuf dari Jawa yang mencoba untuk menemukan hakikat sejati dari kebahagiaan yakni Ki Ageng Suryomentaram.

Tulisan ini akan menguraikan latar belakang kehidupan Ki Ageng Suryomentaram serta gagasan-gagasan beliau dalam memaknai kehidupan.

Perjalanan Hidup Ki Ageng Suryomentaram

Ki Ageng Suryomentaram yang lahir dengan nama Bendoro Raden Mas Kudiarmaji pada tanggal 20 Mei 1892 merupakan anak ke-55 dari total 79 putra dan putri Sri Sultan Hamengkubuwono VII.

Ki Ageng Suryomentaram lahir dari selir sultan yang bernama B.R.A Retnomandoyo (putri dari Patih Danuredjo VI yang kemudian berganti nama menjadi Pangeran Cakraningrat).

Ki Ageng Suryomentaram memiliki perawakan rambut panjang, wajah lonjong, bermata lebar, hidung mancung, dan mempunyai daun telinga besar dan ia memelihara kumis tebal di usia dewasa.

Dari semua saudara yang begitu banyaknya, Suryomentaram paling dekat dengan kedua saudaranya yakni G.P.H Notoprojo dan B.P.H Suryadiningrat.

Bersama G.P.H Notoprojo, Suryomentaram aktif berdiskusi tentang ilmu kebatinan.

Sementara dengan G.P.H Notoprojo, Suryomentaram aktif berdiskusi tentang politik.

Titik balik Suryomentaram ingin memaknai kebahagiaan dalam hidupnya yakni saat ia tidak menemukan kebahagiaan pada kehidupan keraton yang selama ini penuh dengan kemewahan.

Banyak faktor yang membuat Suryomentaram tidak betah hidup di keraton.

Pertama, saat kakeknya yakni Patih Danuredjo VI diberhentikan jabatannya jadi patih dan selang beberapa waktu kemudian meninggal.

Kedua, ibunya diceraikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII lalu hak asuh Suryomentaram diserahkan pada keraton.

Ketiga, istrinya meninggal 40 hari paska melahirkan putranya.

Ketiga faktor tersebut memantapkan niat Suryomentaram untuk keluar dari keraton.

Pada awal paska keluar keraton, Suryomentaram hijrah ke Cilacap dengan berjualan batik dan ikat pinggang.

Suatu saat warga keraton mencari Suryomentaram hingga akhirnya bertemu saat Suryomentaram sedang mengerjakan sumur di Banyumas pada tahun 1892.

Resep Bahagia Ala Suryomentaram

Dalam proses perjalanannya menemukan hakikat kebahagiaan, Suryomentaram berani untuk melepas segala atribut kebangsawanannya dan hidup sebagai rakyat biasa.

Ki Ageng Suryomentaram memiliki dua gagasan yakni teori Kawruh Jiwa dan Kawruh Begja.

Trinarso menyebut jika Kawruh Jiwa merupakan ilmu yang membahas tentang jiwa yang dimana konsep dasar dari ilmu tersebut menurut Suryomentaram yakni persoalan rasa manusia.

Untuk menjadi manusia yang bahagia, manusia harus memahami jiwanya sendiri.

Sedangkan Kawruh Begja merupakan sebuah gagasan Suryomentaram yang dimana jalan manusia memahami kebahagiaan yakni dengan menyadari hukum kodrat bungah-susah yang sifatnya mulur-mungkret atau (memanjang dan memendek).

Kesadaran akan keinginan yang memanjang dan memendek merupakan orientasi manusia atas keinginan yang ada dalam dirinya.

Oleh: Khoirunnis Salamah