Revolusi Mental : Fokus Pada Diri Sendiri

OLEH : ERIZELI JELY BANDARO

Di suatu SPA di Shenzhen, saya sedang refleksi. Tukang pijatnya anak muda. Dia berusaha ramah. Mungkin karena dia tahu saya orang asing , dia mencoba mengajak saya berbicara dengan bahasa Inggris yang ala kadarnya. Walau pronounciationnya kadang membingungkan, saya berusaha memahami. Apa yang menarik bagi saya adalah walau dia hanya tamat SMU namun dia punya cita cita tinggi. Tidak ingin jadi sarjana namun dia terus belajar sendiri termasuk belajar bahasa inggris. Cita citanya ingin punya restoran besar, kalau bisa punya hotel sendiri.

“ Dengan pekerjaan kamu sebagai tukang pijit apa mungkin kamu bisa jadi pengusaha?,” tanya saya,

“Mengapa tidak. Selalu ada harapan asalkan saya punya target dalam hidup. Sekarang usia saya 19 tahun. Masih perlu proses sedikitnya 2 tahun untuk saya bisa keluar dari lingkungan tukang pijat. Setelah itu saya akan buka usaha sendiri ”

“ Caranya ?

“ Setengah pendapatan sebagai tukang pijit, saya tabung agar dalam dua tahun saya punya modal sendiri.”

“ Apakah cukup untuk makan.”

“ Ya dicukupkan saja. Saya stop kumpul dengan teman teman yang membuang waktu sia-sia. Saya tidak punya gadget yang membuat saya sibuk bersosmed dengan teman teman. Dan karena itu saya tidak perlu keluar ongkos bayar biaya telpo . Saya menghabiskan waktu kerja 14 jam sehari. Saya sewa apartement satu kamar untuk empat orang agar hemat. Saya tidak merokok. Makan secara sederhana yang murah. Itulah cara saya agar saya punya kelebihan uang untuk ditabung.”

“ Berat sekali perjuangan kamu. Mengapa pemerintah tidak bantu kamu? Atau sahabat atau keluarga bantu kamu?

“ Hidup saya adalah urusan saya, Tidak ada kaitannya dengan orang lain. Saya juga tidak perlu emosi kalau pemerintah tidak bantu, atau kecewa kalau keluarga tidak bantu. Tidak kesal kalau sahabat tidak bantu. Mereka juga punya masalah sendiri sendiri yang harus mereka pikirkan. Mengapa saya harus mengeluh kepada mereka. itu hanya membuang waktu dan pikiran saja. “

“ Mengapa kamu punya sikap seperti itu ?

“ Orang tua saya melahirkan dan membesarkan saya tidak main-main. Mereka sangat serius dan itu dibuktikan dengan pengorbanan tidak sebentar sampai saya dewasa seperti sekarang ini. Saya yakin saya terlalu istimewa bagi mereka. Kalau saya masih mengeluh terhadap orang lain, itu artinya saya tidak menghormati pengorbanan orang tua saya. Dan mereka tidak ingin saya jadi pengeluh, apalagi sibuk memikirkan orang lain yang lebih hebat dari saya. Saya harus focus dengan diri saya sendiri untuk jadi yang terbaik menurut saya saja agar orang tua saya tidak kecewa membesarkan saya“

Menurut teman saya, memang didikan orang tua China kepada anak anaknya selalu menekankan anaknya untuk fokus memperbaiki diri sendiri. Apapun diluar diri sendiri tidak perlu disikapi berlebihan atau dipikirkan. Karena pada akhirnya kegagalan dan keberhasilan kita sendiri yang merasakan. Kalau sampai orang lain penyebabnya maka itu bukan karena orang itu jahat tapi itulah proses hidup yang harus dilewati. Baik dan buruk selalu bersanding.

Yang salah adalah apabila kita selalu punya alasan menyalahkan orang lain atau siapa saja karena kehidupan keluarga yang tak bahagia, keadaan ekonomi yang senen kemis,, kesehatan yang buruk, lingkungan yang tidak sehat, kegagalan datang mendera. Lambat atau cepat kita akan bertemu dengan para pengeluh juga. Karena pengeluh hanya berteman dengan pengeluh dan mereka kumpulan orang gagal.

Avatar photo

About Erizeli Jely Bandaro

Penulis, Pengusaha dan Konsultan