Riri Riza: Paranoia Masa Pandemi

Suting sesuai prokes biaya produksi naik 15 persen, tapi pasar belum jelas. Kata Riri Riza.

Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI

Seide.id – Sutradara Riri Riza dan Produser Mira Lesmana dari MilesFilm bikin kejutan. Tanggal 11 dan 15 Juli 2021 lalu, film mereka bertajuk Paranoia, tayang perdana di dunia (world premier) pada acara 25Th Bucheon International Fantastic Film Festival (BIFAN), Korea Selatan. “Ini memang festival internasional untuk film-film genre fantastic-thriller, dan pas buat Paranoia ikuti,” ungkap Riri Riza lewat sambungan ponsel, tengah hari tadi.

Dibintangi antara lain oleh Nirina Zubir, Nicholas Saputra, Caitlin North-Lewis dan Lukman Sardi, film Paranoia berkisah ihwal Dina yang melarikan diri dari suaminya, Gion. Dina diburu karena selain lari bersama anak mereka, Laura, dia juga membawa sebuah barang berharga. Dalam persembunyian, seorang pria tak dikenal (belakangan diketahui bernama Raka) muncul dan mengusik hubungan Dina & Laura.

Situasi jadi tambah sulit, dan ancaman makin dekat. Gion, Dina, Laura, Raka, who do you trust? Begitu tanya si empunya cerita, Mira Lesmana & Riri Riza yang skenarionya ditulis Jujur Prananto, Mira Lesmana & Riri Riza. Film ini didukung tata kamera Teoh Gay Hian, tata artistik Gilang Canvistha, editor W. Ichwandiardono, tata musik / tata suara Arya Prayogi, tata busana Chitra Subiyakto, dan Tata Rias oleh Eba Sheba.

Dibintangi antara lain oleh Nirina Zubir, Nicholas Saputra, Caitlin North-Lewis dan Lukman Sardi.

Sebagaimana film-film duet Riri & Mira, Paranoia layak ditonton. Cuma yang agak mengganjal di hati saya adalah, ini film thriller, genre yang yang tidak biasa diproduksi MilesFilm. Ada apa dengan Riri & Mira? “Ya…pasti ada apa-apa. Kalo nggak ada apa-apanya, manalah mungkin kami jalan bareng dan bikin film bareng selama ini?” canda Riri sambil ngakak. Segar…!

Masih di ponsel, Riri bilang bahwa tadinya, setahun lalu, MilesFilm berencana syuting film Sherina 2. “Nyaris semua sudah siap. Eeeh…Covid-19 datang menerpa dan jadi pandemi di mana-mana. Lalu kita kudu tinggal di rumah, dan kudu tetap kerja biar dapur tetep ngebul. Saat itu saya dan Mira menemukan ide dan menulis Paranoia, kami rancang tetek-bengek produksinya dari rumah masing-masing.”

Mengapa Paranoia, yang secara gampang langsung merujuk pada sesuatu yang menakutkan? Terlebih saat kemudian diputar perdana di BIFAN di Korea Selatan?

Menurut Riri, pesan dari film ini relevan dengan situasi di dunia saat ini, dimana banyak dari kita yang mendadak disergap oleh paranoia atau ketakutan yang bisa jadi berlebihan. Takut karena Covid-19 nyatanya jadi dekat dengan hidup kita, misalnya.

Berapa biaya produksi digelontorkan MilesFilm untuk mewujudkan Paranoia? “Saya sutradara, tak bisa bicara soal besarannya. Sila tanya ke Mira,” kata Riri. Tapi yang pasti, menurut Riri, “Biaya produksi film di masa pandemi Covid-19 lebih mahal 15 persen dari biasanya. Ini karena kita harus juga menyertakan biaya (15 persen itu) untuk memenuhi standar kerja berdasar prosedur kesehatan yang wajib dilakukan.”

Syuting Paranoia berlangsung di selama 21 hari kerja, bulan November tahun lalu, di sebuah lokasi di Pulau Jawa. Sebelum syuting dimulai, semua kru, pemain dan tenaga pendukung sudah harus melaksanakan vaksinasi lengkap, plus dilakukan swab saat hendak masuk lokasi syuting, dan tidak boleh keluar lokasi hingga proses kerja selesai pada hari yang sudah dijadwal.

Selama syuting berlangsung, juga pada jam-jam istirahat, semua yang terlibat harus patuh aturan. Ada satgas Covid-19 yang memang bertugas sebagai pengawas di lokasi. Kecuali pemain yang sedang akting, semua harus patuh 3M.

“Bagi saya, ini sungguh pengalaman berharga. Covid-19 tak harus menghambat kreatifitas. Sejalan prokes, kita tetap bisa berbuat sesuatu yang berguna bagi masyarakat,” kata Riri.***

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.