Seide.id – ‘DESA’ berada di kota, di tepian Jalan Cigadung Raya, Kota Bandung. Setiap hari hiruk-pikuk oleh kendaraan.
Di depan gerbang ‘desa’ terpampang papan nama RUMAH BUDAYA ROSID. Sebuah tempat kongkow yang lengkap. Ada studio lukis, galeri, dan saung/ gubuk untuk nongkrong, tentu, tersedia aneka rupa kudapan. Ada juga kafe yang menyediakan aneka jenis makanan khas desa, juga menu hidangan masa kini.
Masih di gerbang, berdiri kokoh sebuah kotak besi mirip kontainer bertuliskan PERUSAHAAN ROKOK RETJO BLORONG TULUNGAGUNG. Dulunya, kotak besi penuh karat itu adalah boks pengangkut rokok, hasil produksi perusahaan rokok Retjo Blorong.
Bila kini ada di tempat itu, karena kotak boks buatan tahun 1960 ini, sengaja dibeli oleh Rosid, guna melengkapi kawasan berkeseniannya itu.
Pelukis wajah
Rosid adalah pemilik Rumah Budaya Rosid. Lelaki kelahiran Parigi, Pangandaran, 15 Februari 1969 ini kondang sebagai pelukis wajah di Bandung.
Sudah ratusan lukisan wajah lahir dari tangannya. Mayoritas terbuat dari media kayu,“saya sudah melukis sejak masih sekolah,” kata Rosid bungsu dari enam bersaudara.
Alumnus SMP Langlangbuana, Bandung, ini mengaku bisa melukis berkat bakat dan belajar secara otodidak serta menimba ilmu saat bekerja di Studio 66, Bandung.
Pada 2018 Rosid sempat menggelar pameran tunggal, yang menghadirkan belasan lukisan wajah ayahnya, Dapin, yang telah berpulang pada 2014, “bapak itu ibarat tongkat bagi saya,” ucap Rosid.
Sosok bapak juga yang mendorong Rosid menggelar pameran itu. Ia memajang sejumlah lukisan akrilik berukuran sangat besar dan menggambarkan dengan sangat detail wajah sang Bapak.
Lukisan-lukisan itu kini masih tersimpan di Galeri Rosid, yang terletak di samping Masjid Sirotul Mu’minin.
Tempat selonjor
Galeri ini rutin dibuka pada setiap Jumat guna menampung jamaah yang hendak Salat Jumat. Sepulang Ibadah, banyak pengunjung yang biasanya juga langsung duduk berlama-lama di tempat itu.
“Kalau sudah sampai sini, kaki penginnya selonjoran, nggak mau diajak pulang,” ucap Pri, pensiunan dosen, teman lama Rosid.
Bahwa pengunjung senang berlama-lama di tempat ini bisa jadi karena suasananya yang adem, khas pedesaan.
Brankas
Sambil duduk di saung, pengunjung bisa memesan berbagai kudapan seperti rengginang, ubi cilembu, singkong goreng, teh, kopi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Pengunjung juga bisa berkeliling melihat berbagai koleksi milik Rosid seperti beragam alat pertanian masa silam, radio-radio tua, kain-kain batik tua, peralatan delman tua lengkap dengan delman-nya, serta yang paling dibanggakan Rosid: brankas tua buatan tahun 1837, yang masih bisa dibuka-tutup bersama anak kuncinya.
“Saking beratnya, butuh empat orang untuk mengangkatnya,” kata Rosid, perihal koleksinya itu.
Saat ini, karena pandemi, Rumah Budaya Rosid buka setiap hari mulai pukul 12:00 – 20:00 WIB. Sebelum pandemi, waktu bukanya lebih panjang dari pukul 10:00 – 22:00 WIB.
“Semalam, jam delapan, masih ada saja yang datang ke sini,” ucap Rosid. Ia tentu tak bisa menolak, karena yang datang adalah pelanggan setia tempat itu.
Diantara yang pernah dan rutin mampir, tercatat nama kondang seperti Anies Baswedan, Didi Petet, Dik Doang, Maudy Koesnaedi, dan juga Ahmad Dani.
Tak sekadar singgah untuk melepas penat, para tamu biasanya juga memesan hidangan yang diracik langsung oleh Rostini, istri Rosid.
Dan, inilah salah satu menu yang harus dicicipi, bila mampir kesini: nasi liwet bumbu teri, lengkap dengan beragam lauk seperti tahu goreng, gurame goreng, bakmi goreng, sayur tumis daun labu, sambal terasi dadak, sambal daun kemangi, lalapan, plus cemilan rengginang, singkong goreng, dan ubi cilembu.
Sedaaappp.. (Tavip Pancoro)