Rupa-Rupa Flora Indonesia: Kopi Anjing

Dijumpai di mana mana di seluruh Nusantara tapi dengan sebutan yang sama dan tak mengenakan. Foto karya Heryus Saputro

Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI

Saya tak suka hoax, apalagi menebar kebencian. Tapi sungguh, orang Jawa dan Sunda biasa menyebut saya Kopi Anjing, padahal saya sama sekali tidak punya hubungan apapun dengan hewan Canidae tersebut. Lebih ‘dahsyat’ lagi orang Bima yang menyebut saya Puci Anggi, dan Puti Anjeng di Makassar, sama seperti orang di tatar budaya Melayu yang menyebut saya sebagai Puki Anjing.

Bisa jadi ini karena bentuk buah saya yang sekilas mirip (maaf) e’e anjing. Di Manado pun saya dipanggil NamuNamu, NamoNamo (Ternate), Namet (Halmahera), dan beberapa Bahasa di Maluku Tengah saya dipanggil Namute, Lamute, Lamuta, Klamute, sedangkan para sohib di Glodok Jakarta menyebut saya Nam Nam. Siapa mengira bila penamaan ini (konon) juga mengacu pada ‘kotoran’ anjing. Apes deh, hi…hi…hi…!

Sejatinya, saya pohon buah dari suku polong-polongan (Leguminosae alias Fabaceae). Merujuk bunga dan buah saya yang muncul di batang (cauliflory), para ahli tumbuhan memberi saya nama ilmiah Cynometra cauliflora. Perdu atau pohon kecil dengan tinggi antara 2 – 15 meter, batang berbonggol-bonggol dengan kulit batang halus berbintil, kecoklatan atau abu-abu. Bertajuk agak rapat, dengan ranting zigzag, berkelak-kelok.

Daun majemuk hampir tak bertangkai, menggantung lemas, cantik serupa saputangan

Daun majemuk dengan sepasang anak daun, bertangkai 2-8 mm. Anak daun lonjong sampai bundar telur miring tidak simetris, 5,5-16,5 x 1,5-5,5 cm, hampir tak bertangkai, seperti jangat, menggantung, hijau tua berkilap. Daun muda berwarna putih atau merah jambu terang, menggantung lemas dan cantik serupa saputangan, membuat orang sering mengira saya identik dengan Pohon Saputangan (Maniltoa grandiflora).

Karangan bunga berupa tandan kecil dengan deretan daun pelindung, 4-5 tandan berjejal pada tonjolan-tonjolan yang muncul di batang, hingga dekat ke tanah. Bunga kecil-kecil; kelopak saya merah jambu pucat atau putih, terpilah dalam 4 bagian, panjang taju kelopak 2-4 mm; mahkota bentuk lanset, putih, 5 helai, panjang 34 mm. Benang sari lepas-lepas, 8-10 helai; tangkai putik lk. 56 mm.

Para ahli masih bingung, dari mana saya berasal? Yang pasti sejak lama saya dipelihara orang di India, Asia Tenggara dan Kepulauan Nusantara. Saya berbatang padat, keras dan berwarna pucat. Konon tak cocok buat jadi bahan perabot rumah tangga. Tapi beberapa buah gangsing koleksi Bapak Dolanan Indonesia, almarhum Endi Aras Agus Riono, nyata-nyata terbuat dari bahan kayu Kopi Anjing.

Saya suka tempat-tempat terbuka dan datar. Daun-daun saya yang hijau rimbun, disisipi daun muda berwarna merah, menjadikan saya banyak ditanam sebagai penghias halaman. Tapi orang juga menanam saya karena buah-buah polong berdaging tebal, berbentuk ginjal keriput ujung runcing, bergantungan di batang, coklat bersisik ketika muda dan kehijauan atau kekuningan apabila masak.

Sila petik buah-buah saya yang masak. Cuci bersih (siapa tahu masih banyak semut, seide mengerumuni buah), belah dan sisihkan biji sebutir berbentuk ginjal pipih. Sila kunyah langsung. Boleh juga jadikan saya sebagai bahan rujak, asinan dan manisan, atau campuran Sambal Ikan Roa. Asam manis segar. Hmmm…!

15/07/2021

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.