Seide.id -Di tahun 2024, bagaikan deja vu yang mengerikan, Rupiah kembali terjerumus dalam tren pelemahan. Trauma krisis moneter di awal Reformasi seolah menghantui, memicu kembali rasa kawatir di berbagai kalangan.
Benarkah krisis kepercayaan menjadi biang keladi utama? Ataukah ada faktor lain yang lebih kompleks? Mari kita telusuri lebih dalam, untuk mencari jawaban di balik misteri pelemahan Rupiah.
Krisis Kepercayaan dan Dampaknya yang Menggerogoti
Krisis kepercayaan terhadap kebijakan ekonomi bagaikan bom waktu yang menunggu untuk siap meledak. Investor yang terasa ragu-ragu dalam melihat kebijakan yang tidak kondusif, kurang transparan, atau bahkan inkonsisten, tak segan-segan menarik modal mereka dari Indonesia.
Tentu saja ini jelas bisa memicu capital flight, atau pelarian modal yang akan menggerus nilai tukar Rupiah bagaikan air yang menggerus tebing.
Luka lama krisis ekonomi 1997-1998 masih membekas
Ketidakstabilan politik dan kekacauan yang terjadi saat itu telah meruntuhkan kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia, sehingga memicu depresiasi Rupiah yang signifikan. Trauma terhadap krisis ini menjadi pengingat pahit bahwa krisis kepercayaan dapat berakibat fatal bagi stabilitas ekonomi, bagaikan penyakit kronis yang menggerogoti tubuh.
Beban Berat yang Menghambat Laju Rupiah
Krisis kepercayaan memang bukan satu-satunya biang keladi. Karena ada juga sisi fundamental ekonomi yang lemah, bagaikan batu rintangan yang menghambat laju Rupiah, menjadi faktor lain yang tak kalah penting.
Sebagaimana diketahui defisit neraca perdagangan dan fiskal kronis, bagaikan benalu yang mengisap nutrisi, menguras cadangan devisa negara. Berakibat Inflasi naik meninggi, bagaikan monster yang melahap daya beli masyarakat, meredam daya beli masyarakat dan menggerus nilai riil Rupiah.
Sedangkan tingkat suku bunga yang tidak kompetitif, bagaikan magnet yang lemah, membuat nilai uang Rupiah masih kurang menarik bagi investor asing.
Dampak yang meluas juga terhadap nilai tukar terhadap mata uang di Asia Tenggara
Pelemahan Rupiah berubah bagaikan badai yang tak hanya menerjang nilai tukarnya terhadap Dolar AS. Demikian juga terhadap mata uang di kawasan Asia Tenggara lainnya, seperti terhadap Baht Thailand, Ringgit Malaysia, dan Vietnam Dong, rupiah mengalami pelemahan.
Rupiah melemah 4,29%, dengan 1 Ringgit Malaysia menjadi setara dengan Rp3.640, terhadap Baht Thailand melemah 3,48% atau setara dengan Rp1.200, demikian rupiah melemah 2,86%, dengan 1 Dolar Singapura setara dengan Rp10.800 pada 27 Juni 2024.
Sehingga makin memperparah dampak negatif pelemahan Rupiah, seperti menggerus daya saing ekspor bagaikan pedang bermata dua, juga meningkatkan biaya impor bagaikan beban yang tak bisa terelakkan, dan pasti menurunkan daya tarik investasi bagaikan api yang mematikan harapan.
Perlu upaya keras memulihkan Rupiah dan membangun kembali kepercayaan membutuhkan upaya komprehensif dan berkelanjutan, bagaikan merajut kembali kain yang robek.
Dalam hal ini pemerintah perlu menjalankan kebijakan yang kondusif, transparan, dan konsisten untuk memulihkan kepercayaan investor, bagaikan membangun kembali jembatan yang runtuh.
Memperkuat fundamental ekonomi dengan reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan menarik investasi asing, bagaikan membangun fondasi yang kokoh. Juga memperkuat infrastruktur, sehingga meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta menyederhanakan regulasi adalah kunci utama.
Selain tentunya tidak kalah penting yautu meningkatkan Diplomasi Ekonomi guna membangun hubungan yang lebih baik dengan negara-negara lain untuk meningkatkan kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia dan menarik investasi asing, bagaikan membuka gerbang peluang baru.
Dan bagaimanapun juga pemerintah perlu meningkatkan komunikasi publik untuk menjelaskan secara transparan arah kebijakan ekonomi dan langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi pelemahan Rupiah kepada masyarakat, dengan cermat dan konsisten dalam menyebarkan informasi yang jelas dan akurat.
Memulihkan Rupiah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, dan bagaikan bahu membahu dalam perjuangan. Para pelaku usaha perlu meningkatkan daya saing produk dan jasa, sedangkan masyarakat perlu bijak dalam berbelanja dan mengkonsumsi produk dalam negeri, bagaikan mencintai produk bangsa sendiri.
Mari kita jadikan krisis ini sebagai momentum untuk bersatu dan membangun kembali kepercayaan terhadap Rupiah, bagaikan menyalakan kembali api semangat. Dengan komitmen dan kerja sama yang kuat, kita dapat keluar dari situasi ini dan menuju masa depan ekonomi yang lebih stabil dan sejahtera, bagaikan mentari pagi yang bersinar cerah di ufuk timur
Oleh Jeannie Latumahina
Ketua Umum Relawan Perempuan dan Anak (RPA) Partai Perindo