Membangun rumah tangga yang bahagia itu bukan hal yang mudah, tapi juga bukan hal yang sulit.
Ketika merencanakan untuk menikah, kita sering ragu, dan maju mundur untuk memutuskannya. Belum punya rumah. Gaji kita lebih kecil dari calon istri. Beda suku dan adat istiadat. Apakah kita mampu membahagiakan pasangan? Dan seterusnya.
Berbagai macam pertanyaan itu mengaduk-aduk benak ini. Tidak sedikit dari kita yang lalu menunda untuk menikah.
Yang parah adalah jika gara-gara gaji terbilang lebih kecil dari calon istri, kedudukan lebih rendah, atau tajiran calon istri. Demi gengsi, kita sering salah langkah untuk memilih bubaran alias putus hubungan.
Ragu-ragu dan takut itu hal yang wajar dan lumrah. Tapi, tidak seharusnya melemahkan semangat, apalagi hingga membatalkan niat suci untuk menikah.
Apapun bentuknya, ketakutan dan keraguan itu harus disikapi dengan berpikir jernih dan percaya diri.
Kita harus berani membangun komitmen bersama, mantap, dan optimistis membentuk keluarga bahagia.
Banyak faktor yang mempengaruhi untuk hidup sukses berumah tangga dengan bahagia, antara lain kita berani untuk saling percaya, menghargai, dan saling menghormati.
Ketika menikah, kita harus berani mengesampingkan semua perbedaan itu untuk mencari titik temu. Kita buang hal-hal jelek dari pasangan kita dengan menggali hal yang baik atau kelebihannya.
Hidup berumah tangga itu sejatinya kita diajak untuk saling mengisi, melengkapi, dan meminimalisasi konflik dengan saling mengalah.
Sebagai kepala rumah tangga, suami yang baik itu harus menjadi panutan istri agar bersikap sabar, mengalah, dan semakin menyayangi keluarga.
Begitu pula istri yang lebih mapan dari suami agar tidak memandang remeh dan merendahkan suami. Tapi menyemangati suami agar giat bekerja dan semakin maju.
Dengan saling menghargai dan menghormati hubungan suami istri, hidup rumah tangga kita menjadi damai dan bahagia.
