Sastra, Kebijaksanaan dan Empati Jiwa

Bagi sebagian orang, kegiatan sastra bisa menjadi semacam aktivitas yang menjenuhkan, karena di sana akan ditemukan banyak diksi dan metafora juga kalimat berputar atau playing game yang panjang dan membosankan. Ucapan-ucapan dengan bahasa yang tidak verbal membuat para pelaku bisnis, atau mereka yang berkecimpung di dunia sains dll, menganggap sastra terlalu ‘njelimet’ dan berputar-putar. Sehingga pada akhirnya, sastra atau literasi ini menjadi ‘sosok’ yang hanya disukai oleh mereka yang memang merasa bahagia dengan beragam kalimat indah yang menukik di kedalaman jiwa.

Sastra sendiri merupakan unsur bahasa yang terdapat di dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan garis besarnya sastra berarti bahasa yang indah atau tertata dengan baik dan gaya penyajiannya menarik sehingga berkenan di hati pembacanya. Contohnya puisi, cerpen, novel, pantun, gurindam, prosa dll. Sedangkan menurut para pakar sastra, sastra adalah kata pinjaman dari literatur Sansekerta yang berarti ‘teks yang mengandung intruksi’. Sastra juga merupakan kegiatan seni yang menggunakan bahasa dan simbol sebagai alat dan penuh nuansa imajinatif. Sastra merupakan manifestasi artistik dari kehidupan manusia melalui bahasa sebagai media dan memiliki efek positif terhadap kehidupan manusia dan kemanusiaan, sastra adalah tulisan yang halus dicatat dalam bentuk kata kerja sehari-hari dalam berbagai cara dengan dipadatkan melalui bahasa, disusun dan diterbalikkan, dipanjangtipiskan serta membuat aneh si pembaca. Sastra merupakan sebuah karya sastra lisan yang memiliki berbagai karakteristik atau tulisan keunggulan seperti keorisinalan, kesenian, keindahan dalam isi dan ungkapannya.

Sastrawan NTT Gerson Poyk mengungkapkan, bahwa bersastra merupakan kerja intelektual yang bersumber dari intuisi kreatif yang dituangkan melalui tulisan berdasarkan imaji-imaji dan pemikiran yang hasilnya berguna bagi siapa saja yang membacanya. Sastra juga seperti masakan rendang yang terdiri dari beragam olahan bumbu dengan hasil maksimal dan memuaskan. Bersastra harus dibarengi dengan kegemaran akan membaca dan membaca. Objek sastra adalah alam sekitar, manusia dan lain sebagainya.
Sastra juga merupakan seni bahasa, ekspresi spontan perasaan yang mendalam, ekspresi pikiran dalam bahasa, kehidupan dan perasaan dari sebuah inspirasi dan keindahan. Sastra merupakan realitas sosial yang menghubungkan antar masyarakat, antar individu, juga peristiwa yang terjadi di dalam batin seseorang. Sastra merupakan susunan imajinatif yang harus dipertanggungjawabkan.

Itulah pengertian secara singkat tentang sastra. Untuk mensosialisasikan kegiatan sastra bagi para penikmat sastra itu sendiri, tentunya pihak-pihak atau nara sumber yang akan memberikan sosialisasi tersebut, harus paham dulu tentang apa itu sastra sesungguhnya. Setelah pendekatan melalui beragam kegiatan yang berkaitan dengan sastra seperti pengenalan pada puisi, cerita pendek, novel atau hal-hal yang berkaitan dengan listerasi, barulah dilakukan pendekatan secara psikologis agar mereka bisa menerima bahwa sastra itu adalah bentuk dari karya tulis yang berdasarkan ‘intuisi kreatif’ yang disebutkan oleh sastrawan NTT Gerson Poyk di atas.
Dari seluruh proses pengenalan tersebut, yang juga tak kalah penting dalam hal ini, adalah rasa cinta para pecinta sastra pada dunia buku dan baca. Dengan membaca, menurut Gerson Poyk, daya khayal dan intelektualitas seseorang akan terus bertumbuh sehingga menggiring dia menjadi manusia yang bijaksana, penuh empati dan humanis. Dengan demikian, sastra secara perlahan meresap ke dalam jiwa dan membuat seseorang baik para penikmat sastra dengan beragam status sosial yang mereka miliki, bisa menjadi sosok yang ‘down to earth’, memaknai hidup bahwa sebagai manusia yang diberi nafas kehidupan oleh sang Maha Pengasih pencipta dunia ini, bahwa hidup yang sesungguhnya itu bukan hanya bersumber pada segala yang hedonis dan materialisme saja. Ada kehidupan yang lebih dahsyat dari itu, yaitu kehidupan kerohanian yang membawa seseorang bijak menyikapi perilaku dan mampu mengendalikan dirinya sendiri dari hal-hal yang negatif, dan semua itu juga ada di sastra, dengan demikian seseorang semakin bisa memaknai apa kehidupan di dunia ini yang sesungguhnya.

Mensosialisasikan kegiatan sastra bagi para pecinta sastra juga berdampak luas bagi kejiwaan mereka sendiri, anak-anak mereka dan masyarakat pada umumnya. Artinya, dengan bersastra ada spirit dalam jiwa mereka untuk menulis dan memasukan apa yang mereka rasakan ke dalam berbagai bentuk tulisan, seperti misalnya puisi, cerita pendek atau novel. Tentu semua itu perlu proses dan pembelajaran yang intens, yaitu kembali lagi dengan membaca dan membaca. Hasil karya yang dihasilkan dari kegiatan menulis, pastinya akan dibaca oleh berbagai kalangan, baik itu oleh orang dewasa, umum dan anak-anak. Melalui karya sastra, ada rekam jejak yang ditinggalkan apabila kita sudah tiada nanti.

Teknik pembelajaran menulis dengan menggandeng atau melibatkan para sastrawan untuk melatih para pecinta sastra tentang bagaimana caranya menuangkan ide-ide ke dalam tulisan, bisa dilakukan di dalam kelompok-kelompok sastra itu sendiri. Dengan demikian, sebuah wadah perkumpulan para penikmat sastra, bukan hanya sekedar ketawa-ketiwi sembari bercakap-cakap ‘ngalor-ngidul’ di mana sesudahnya ketika pulang ke rumah tidak ada hal-hal baru yang berbau kreativitas dan membangkitkan semangat untuk menulis yang diperoleh.

Sekali lagi, rekam jejak yang ditinggalkan melalui tulisan di era segalanya sudah serba menggunakan teknologi ini penting. Suatu saat, buku-buku sastra bisa menghilang dari peredaran, teknologi yang bernama E-Book, mulai menggantikannya. Pembuatan buku baik itu kumpulan puisi, kumpulan cerpen maupun novel, akan menjadi barang langka, mahal, unik dan banyak dicari. Tak ada salahnya jika kita yang mengaku diri menyukai sastra mulai berpikir akan hal itu, membuat sebuah karya yang membangkitkan semangat anak-anak muda untuk kembali ke dunia baca, dunia yang mengajarkan seorang anak tidak menjadi ekstrim kiri maupun kanan, namun menerima jalan tengah yang berperikemanusiaan dan berkeadilan serta bijaksana di dalam berpikir maupun bertindak. Dunia di mana agama diekspolitasi untuk beragam kepentingan, baik melalui perang dan lain sebagainya. Sastra menjadi penengah dan penyejuk jiwa. Itu sebabnya, mari menulis dan bersastra, di dalam kata, literasi yang termasuk ke dalam sastra, akan ditemukan kebijakan dan pemahaman yang penuh dengan perenungan serta filosofi kehidupan, bahwa sastralah tempat seseorang menjadi penuh empati pada kehidupan ini. Salam sastra…

Oleh : Fanny Jonathans Poyk (Fanny J. Poyk)

Avatar photo

About Fanny J. Poyk

Nama Lengkap Fanny Jonathan Poyk. Lahir di Bima, lulusan IISP Jakarta jurusan Jurnalis, Jurnalis di Fanasi, Penulis cerita anak-anak, remaja dan dewasa sejak 1977. Cerpennya dimuat di berbagai media massa di ASEAN serta memberi pelatihan menulis