Mati itu pasti. Tak seorangpun mampu untuk menunda, mengelak, apalagi menjauhinya. Cepat atau lambat, suka atau tidak suka kita harus menghadapinya: mati!
Apakah kita takut mati?
Hampir semua orang itu takut mati. Mati itu suatu peristiwa yang mengerikan dan mencekam, ketika kita tidak mempunyai kesiapan hati.
Kita sering kali menawar, atau tidak mau membayangkannya. Kita tidak ingin mati muda, miskin, anak-anak masih kecil, dan seterusnya.
Padahal kematian itu datangnya pasti. Jam dan waktunya tak seorang pun tahu.
Tidak ada gunanya, jika kita takut mati atau takut miskin. Lebih bijak, jika kita takut kepada Allah, karena IA yang menganugerahi kita hidup.
Ketika kita mencari Allah dan kebenaran-Nya, kita dianugerahi segala kelimpahan-Nya.
Takut menghadapi kematian itu menunjukkan iman kita yang lemah dan kita kurang percaya belas kasih dan kerahiman Allah.
Beriman yang mantap dan tangguh itu menunjukkan, bahwa kita takut akan Allah.
Hidup kita adalah nafas kebaikan Allah.
Jika kita tidak ingin mengecewakan dan menyakiti hati Allah, ya, kita hidup seturut kehendak-Nya.
Keseharian kita dituntut untuk menjadi cerminan kasih nyata Allah kepada sesama.
Dengan setia berbuat baik dan mengasihi sesama berarti kita juga taat dan setia pada Allah.
Kapanpun kematian itu datang, kita selalu siap menyambutnya, karena hidup kita milik Allah.
Mati itu suatu keberuntungan, kita segera bersatu dengan Sang Pencipta. (MR)
Sesal Itu Datang Belakangan, Kalau di Depan Berarti ‘Kulonuwun’