Jangan mengeluh, komplain, apalagi meragukan kebaikan Allah. Kita sakit itu bukan karena cobaan, atau diuji keimanan kita oleh Allah. Tapi, IA ingin dekat dan senantiasa menyertai kita.
Coba dipikir, direnungkan, dan diresapi realita yang sebenarnya.
Telusuri kejadiannya sebelum kita sakit. Apa saja yang kita kerjakan, yang dimakan, dan seterusnya.
Umumnya, sakit itu tidak datang secara ujug-ujug, mendadak, atau tiba-tiba.
Ketika bakteri, virus, atau kuman jahat menyusup ke dalam tubuh, antibodi kita segera merespons dan menyerang benda asing itu.
Kenyataannya, kita sering kali tidak peka dengan sinyal tubuh. Ketika tubuh berasa mriang, kita cuek, masa bodoh, menyepelekan, dan menganggap enteng.
Akibatnya, kita jatuh sakit, lalu minum obat rumahan atau berobat ke dokter. Karena terlambat diobati, sakit kita tidak kunjung sembuh, bahkan semakin memburuk dan parah.
Perlahan, tapi pasti, sakit yang kronis atau menahun itu mampu mengikis iman kita. Kita meragukan kebaikan Allah, karena doa kita tidak kunjung dikabulkan. Kita sakit karena dicobai atau diuji oleh Allah.
Kenyataannya, Allah tidak mencobai atau menguji umat-Nya. Kita dicobai oleh pikiran sendiri.
Sakit yang tidak kunjung sembuh itu dipengaruhi banyak faktor. Penyakit yang tidak segera teratasi, ketakutan yang berlebihan, stres, biaya pengobatan yang mahal, dan iman yang terkikis.
Kita lupa, bahwa sehat dan sakit itu anugerah Allah. Ketika sehat, kita lupa menjaga kesehatan dengan memforsir tenaga untuk bekerja, dugem, memburu kesenangan, dan seterusnya.
Kita lupa, bahwa kesehatan itu rezeki yang luar biasa dari Allah dan seharusnya kita kelola dengan baik. Untuk disyukuri, dinikmati, dan berbagi pada sesama agar hidup kita bermakna.
Begitu pula dengan sakit sebagai anugerah Allah. IA menjamah dan mengingatkan kita agar sewaktu sehat kita tidak lupa diri, tapi mengelolanya untuk hal yang baik dan bermanfaat.
Ketika kita berani membuka hati untuk mensyukuri dan menikmati rasa sakit itu sebagai anugerah Allah, jiwa kita dikuatkan untuk menahan beban berat itu. Kita mengambil hikmah dari sakit, bahwa hidup itu harus berhikmat.