Foto utama; Awal Juni 1944, 77 tahun silam, jendral jerman Erwin ‘The Desert Fox’ Rommel memeriksa kesiapan pasukan Jerman yang menjaga Benteng Tembok Atlantik di Perancis barat.
Prajurit infantri di bawah siaga dengan senapan mesin MG-42 kebanggaan Jerman. Senapan mesin ini adalah salah satu masterpiece Jerman, karena bisa menghamburkan 1.200 peluru per-menit, sementara Browning, AS, hanya separuhnya.
Kalau sedang menyalak cepat, suaranya mirip mesin jahit karenanya kerap dijuluki Mesin Jahit Hitler.
Rommel sendiri keok di Afrika. Pasukan Jerman di Afrika utara kalah di dunia nyata dan dunia maya. Di alam nyata ia dijepit dari timur, dari Mesir oleh pasukan Inggris (terdiri dari tentara Inggris, Australia, India, Afrika Selatan, Selandia Baru) dan dari barat gabungan pasukan Amerika, Canada dan Perancis merangsek dari Maroko.
Di dunia maya barikade intelijen Jerman berhasil dijebol berkat kehebatan anak-anak muda jenius yang bekerja di Puri Bletchley, 60 km utara London.
Mereka dapat meretas semua pesan sandi AD Jerman yang dikirim melalui mesin sandi Enigma.
Kapan pasukan bergeser, kapan saat siaga serang, termasuk jadwal ransum yang dikirim untuk Rommel dari Italia: BBM, makanan, amunisi, obat-obatan….semua berhasil dibaca dan pesawat pesawat Inggris tinggal mencegatnya.
Sakit-sakitan, sebelum Korp Afrika utara jatuh, Rommel ditarik pulang. Setelah istirahat sebentar dan non-job, 4 November 1943 ia diperbantukan ke Perancis sisi barat, menangani pertahanan pantai dan memimpin Army Grup B.
Ini pasukan kuat, ada hampir satu juta pasukan yang siaga.
Desas desus Sekutu akan melakukan pendaratan besar-besaran di Perancis barat sangat santer sejak awal 1944. Masalahnya ada dua pertanyaan besar yang hinggap di kepala setiap komandan Jerman saat itu: kapan pendaratan akan dilakukan? Dan dimana?
Tak ada yang tahu.
Ini perbedaan besar yang terjadi saat itu.
Inggris memegang kendali aktif, karena anak-anak Bletchley bisa menyadap semua pesan sandi dan tahu persis setiap pergerakan pasukan Jerman, sementara para pimpinan Jerman hanya memegang kendali pasif!
Mereka hanya defensif, sambil menebak-nebak (dan -celakanya- tebakannya salah!) kapan dan dimana invasi akan dilakukan.
Spion-spion Jerman yang disebar di seantero Inggris semua berhasil ditangkap! Dan semuanya kemudian membelot menjadi agen ganda!
Para spion ini lalu ramai-ramai mengarahkan titik pendaratan ke tempat yang salah! Yakni ke kota Calais (gambar dua, panah merah) dan celakanya Jerman termakan umpan itu. Begitu keukeuhnya Hitler yakin serangan akan dilakukan ke Calais sampai-sampai ada beberapa divisi tempur berat dengan jajaran tank Tiger, tank canggih dan kuat untuk saat itu, tak boleh digerakkan oleh siapapun kecuali oleh Hitler sendiri!
Dan, naasnya, pendaratan kemudian dilakukan ke 5 pantai Normandia ( foto, panah hitam), jauh di sisi selatan Calais! Lebih celaka lagi, Eisenhower memilih saat yang tepat dalam menyerang: yakni Selasa 6 Juni!
Saat tepat itu karena 2 minggu sebelum serangan cuaca sangat buruk. Hujan lebat terus turun, angin kencang dan ombak besar di sepanjang Selat Kanal.
Masuk tanggal 3 Juni cuaca tetap tak berubah dan -prahara- itu pun terjadi: para komandan teledor! Termasuk Rommel! Ia pergi ke Paris meninggalkan markasnya, sebuah puri besar di desa La Roche-Guyon (peta) untuk membeli hadiah 2 pasang sepatu karena istrinya Lucia Maria Mollin akan ulang tahun tanggal 6 Juni!
Karena cuaca buruk dan Jerman berpikiran Sekutu tak mungkin menyerang dalam kondisi cuaca seperti itu, para komandan kunci di lapangan pun sepakat kumpul untuk latihan Perang Peta. Semua meninggalkan pos mereka!
Ada satu jendral Jerman yang bisa dan berani mendobrak otoritas Hitler untuk menggerakkan pasukan hebat yang menjaga Calais, yakni Jendral Feuchtinger, komandan Divisi Panser ke-21, tetapi jendral ini pun absen ke Paris untuk menemui pacarnya!
Alhasil, kawasan Normandia di tanggal 5 Juni, para komandan kunci Jerman disana sedang tak ada di tempat. Rommel pulang kampung ke Herrlingen, Jerman selatan. Lucia istri Rommel masak istimewa karena besok ulang tahun!
Normandia kosong melompong!
5 juni malam kapten Stag, yang mengawasi cuaca sekitar teluk berani melapor ke jendral Eisenhower bahwa kemungkinan cuaca di selat akan reda dan membaik di Selasa 6 Juni besoknya. Hanya satu hari. Selebihnya Stag tak bisa memprediksi.
Sekarang atau serangan tak usah sama sekali. Eisenhower yang relijius menyebut operasi pendaratan sebagai Kehendak-Nya, ia menamakan Operasi Overlord. Dan pilihan itu ternyata sangat tepat!
Pendaratan lancar dilakukan disaat para komadan Jerman tidak siaga….
Inilah titik balik kekalahan Jerman di Eropa Barat…