Foto : Kordula Vahle/Pixabay
Dalam pengalaman hidup, setiap pribadi harus membuat keputusan setelah memilah dan memilih. Ada hal rutin dan tekni, ada hal yang berhubungan dengan nilai dan prinsip kehidupan.
Pengalaman dan sejarah manusia menemukan ada keyakinan akan nilai sejati yang abadi dan hal yang sementara – fana. Harta kekayaan, jabatan, kenikmatan ragawi dan selera dinyatakan sebagai hal sementara – fana. Kebaikan, kebenaran, keadilan dan kesucian diyakini sebagai nilai yang sejati bagi harkat martabat manusia. Merenungkan hal tersebut, saya tuliskan dalam sajak:
Mawar-mawar Plastik di Samudera
Seorang perempuan cantik
bergaun sayap burung merak
rambut ombak terurai panjang
menunggang kuda pesona senja
menyusuri pantai samudera
Dan
di tangannya seikat kembang
aneka warna-warni indah
Bunga-bunga mawar plastik
Perempuan berkuda
bermandi pesona senja
Hendak menghadiahkan samudera
dengan bunga-bunga plastik
agar lestari hiasi waktu
merah jingga kuning putih
dan warna-warni lainnya
Cerita bahagia sukacita
tentang keluarga nama jabatan
tentang harta kekayaaan kuasa
tentang kehebatan prestasi dan kemegahan
Hasil kerjanya dan suaminya
meraih karier dan kesuksesan
yang diyakini sesuai ambisi
pasti akan bergengsi lestari
Bunga-bunga mawar plastik
diterima samudera dan ombak
Ternyata tak abadi disana
Arus gelombang silih berganti
direndam asin lantas pudar
dihempas gelombang ke pantai
tertutup pasir dan berserakan
dibakar terik ditutup debu
layu dan hilang pesona
Keindahan buatan tangan manusia
sementara dan tak abadi
ada batas menyilau mata
ada batas puaskan selera
dan zaman terus berubah
mencatat pernak-pernik kisah
Kesombongan ketamakan selera
Tipu muslihat kerakusan rasa
Aneka kejahatan olahan kelicikan
Di atas panggung sandiwara
di mata semesta dan Pencipta
di mata sesama manusia
Hari-hari ini
Perempuan itu menyusuri senja
berjalan tanpa alas kakinya
Rambutnya beruban dan dipotong
Wajahnya cemberut pucat pasi
hanya selembar kain kesakitan
membalut sebagian raganya
Tanpa bunga di tangan
hanya luka dan darah
mengalir dari telapaknya
Badannya dikerumuni laskar lalat
karena bernanah dan berbau
pikiran tak tentu arah
melangkah gontai tertatih-tatih
Perempuan yang kemarin
telah menjelma keasliannya
jadi perempuan hari ini
Sekarang…
melangkah di atas karmanya
Dipungutnya bekas bunga plastik
Bunga mawar warna-warni
yang pernah ditabur ke samudera
tidak lagi berwarna pesona
Dia terus berjalan menyusuri pantai
hingga senja redup tenggelam
Dan
perempuan itu pun
hilang
ditelan kegelapan malam
mungkin diseret ombak gelombang
Entah kemana….
hanya waktu menjawabnya
Perjuangan Merawat Warisan Tradisi Lisan Nusantara – Menulis Kehidupan 263