(Foto: WK)
Penulis Jlitheng
Berpuasa itu menepi dan menyepi. Mau apa menepi? Mau apa menyepi selama 40 hari ini?
Saya tertarik pernyataan Menteri Agama kepada Banser Ansor, “Kita boleh dicaci, kita boleh dimaki, tapi kita tidak boleh berhenti menabur kebajikan.
Untuk itulah kita menepi dan menyepi. Untuk memaknai lagi jati diri kekatolikan kita. Mungkin saja kita dicibir. Bisa jadi niat baik kita diplintir. Boleh saja kita disindir.
Akan tetapi, apakah kita tetap menabur kebajikan, walaupun kecil dan tidak tampak penting? Atau sudah memudarkah kita?
Selamat menepi dan menyepi untuk kita! Saya berdoa untuk semua yang dekat dengan hati saya. Inilah doa dan juga harapan terbaik saya untuk para sahabat pada Hari Pantang dan Puasa 2022 ini!
Bagi kita, sejenak menepi dan menyepi mengandung makna sangat mendalam, yakni sebagai saat kebangkitan, untuk membaharui toleransi, kebersamaan, kedamaian, dan kerukunan di antara kita dan sesama.
Menepi dan menyepi menjadi cara mendasar untuk pulang ke dalam diri, setelah sejenak menepi dan menyepi selama kita mengembara untuk bertahan hidup.
Saat semua berlari semakin cepat, kita berani menepi dan menyepi… merebut makna hidup yang telah banyak dicuri oleh pudarnya relasi dengan Yang Maha Suci.
Salam sehat dan tak henti berbagi cahaya.