Saat grafik penularan virus menurun, patut dikhawatirkan penegak hukum “masuk angin” mengadili pelanggaran prokes karantina. Padahal sudah ada tokoh anti pemerintah yang masuk bui karenanya. Kasus kabur dari karantina jadi masalah hukum dan politis.
Oleh DIMAS SUPRIYANTO
MEDIA SOSIAL, khususnya Youtube dan Instragram, melahirkan banyak orang kaya baru (OKB), warga tajir dadakan, lantaran meraup uang miliaran dengan cepat, sehingga jadi jumawa, snobis, norak, suka pamer pamer, dan balas dendam kepada kemiskinan yang menjerat mereka di masa lalunya.
Lalu mereka membeli apa saja. Termasuk membeli peraturan, hukum dan aparatnya. Membayari oknum oknum.
Selain itu, media sosial juga memproduksi pengamat jadi jadian, ulama dadakan, bahkan aktor yang berakting sebagai dermawan, padahal aslinya temperamental dan suka merendahkan. Beberapa insiden membuka kedok asli mereka.
Terbaru, ada selebgram yang berkasus dengan Satgas Covid-19 karena kabur dari karantina di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Dia kabur dibantu dua oknum TNI dan dan diduga menyogok petugas. Sebelumnya dia juga lolos dari karantina luar negeri, bisa naik pesawat dan pesta di Bali, merayakan pesta ulang tahun dan bertemu dengan orang banyak. Membuat kerumunan.
Patut diduga dia bukan satu satunya yang bisa kabur dari karantina. Boleh jadi malah dia yang ditawari kabur. Aksi dua oknum yang ketahuan membantu, diduga bukan yang pertama. Dan bukan hanya mereka.
Peraturan dibuat begitu ketat tapi ternyata bisa dibobol juga. Padahal kita sedang dalam kondisi perang besar. Melawan virus.
Maka publik jadi mempertanyakan kredibelitas para petugas penjaga dan kesungguhan Satgas Covid -19 dalam penanganan pandemi.
Masalahnya kini melebar bukan hanya pelanggaran karantina, melainkan ke penegakkan hukum secara keseluruhan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat 640 dokter meninggal selama pandemi virus Corona (Covid-19). Kematian dokter tertinggi terjadi pada Juli 2021 atau selama gelombang kedua penularan virus corona, kata Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi, awal Agustus 2021 lalu.
“Sudah ada 605 orang kiai dan ulama serta pengasuh pesantren yang meninggal dunia,” ujar Wapres KH Ma’ruf Amin, mengutip data Kemenag per 7 Juli 2021 saat membuka peluncuran program Kita Jaga Kiai secara daring yang serentak digelar di 5 pondok pesantren, pada pekan yang sama. Belum lagi, korban dari para guru, dosen dan PNS lainnya.
Ratusan triliun uang negara dihabiskan untuk menangani Covid 19 –dan mensubsidi warga yang tak bisa beraktifitas. Untuk vaksinasi saja, Pemerintah mengeluarkan Rp. 57,84 triliun. Banyak pengusaha gulung tikar, warga yang usaha swasta mendadak miskin, pekerja kehilangan pendapatan.
Karena itu, oknum oknum yang membantu pelarian selebgram dan berpotensi menyebarkan virus varian baru – karena pulang dari negeri – memang layak dihukum maksimal sesuai undang undang kekarantinaan. Tak cukup minta maaf, membayar denda dan kerja sosial.
Mereka mengambil untung dari para tenaga medis yang tertular dan meninggal, di atas mayat mayat warga yang tak tertolong dan bergelimpangan