Perebutan instansi yang mengurus keuangan, selalu menarik melihat dari cara mereka memperebutkan hak pengelolaan. Kripto misalnya, apakah berada di komoditas atau sekuritas. Di Amerika dan Indonesia sama; tarik-menarik demi kewenangan dan kekuasaan.
Sejak lama terjadi perdebatan di dunia cryptocurrency, apakah koin itu komoditas atau sekuritas. Jika komoditas, maka masuknya di wilayah Bursa Komoditas. Sementara jika sekuritas, masuknya ke SEC ( United States Securities and Exchange Commission ) atau akrab dikenal sebagai Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat.
Banyak instansi kripto atau perusahaan kripto terjebak dalam lingkaran SEC yang terdapat “ banyak rintangan” usaha mereka sampai masuk pengadilan berkaitan dengan status bisnis model mereka.
XRP misalnya, dianggap sekuritas sehingga ketika diperjualbelikan, XRP harus berurusan dengan SEC. Saking kesal usahanya “ dihambat” pimpinan XRP berjanji, jika di pengadilan saat ini mereka “ dikalahkan”, mereka akan pidah ke negeri lain.
Banyak kasus seperti XRP ini sekarang sedang dalam genggaman SEC yang siap mendenda para pebisnis kripto.
Tiba-tiba setelah sekian lama banyak perubahan di cryptocurrency, seperti perubahan dari sistem baru, SEC membuat pernyataan menohok. Disebutkan bahwa semua POS ( Proof Of Stake) adalah sekuritas. Oleh sebab itu, mereka semua yang sistemnya memakai POS jelas sekuritas !
POS atau Proof of Stake adalah konsep dalam investasi aset kripto di mana investor sebagai pengguna, dapat menambang atau memvalidasi transaksi sesuai jumlah koin yang Anda pegang. Artinya, semakin banyak koin yang Anda miliki, maka semakin besar pula kekuatan penambangannya.
Ketua SEC, Gary Gensler tegas menjelaskan bahwa token kripto ‘Proof-of-Stake’ dianggap sebagai kemungkinan sekuritas. Ia menyatakan bahwa apa yang disebut token bukti saham, yang mewakili banyak cryptocurrency utama, harus diatur sebagai sekuritas.
Mereka Yang Didenda
“Proof-of-stake” menjelaskan proses yang digunakan untuk menjalankan blockchain termasuk jaringan crypto No. 2 Ethereum. Dalam sistem ini, pemegang koin dapat memperoleh imbalan finansial dengan mengizinkan beberapa token mereka digunakan dalam memesan transaksi. Pencipta protokol yang mendukung token semacam itu sering mempromosikan proyek mereka di media sosial, dan investor berduyun-duyun ke sana berdasarkan harapan mendapatkan keuntungan. Deskripsi ini, setidaknya menurut Ketua SEC.
Banyak perusahaan kripto berusaha menghindari keterbukaan berkaitan dengan keamanan bagi investor. Di sisi lain, mereka beroperasi berada di bawah pengawasan peraturan pemerintah, dalam hal ini di Amerika oleh SEC. .
SEC bulan lalu mendenda Bursa Kraken, pertukaran krpto utama yang berbasis di AS, $30 juta karena menawarkan produk taruhan yang memungkinkan pengguna memperoleh penghasilan pasif. Dalam gugatan yang diajukan minggu lalu terhadap pertukaran aset digital KuCoin, Jaksa Agung New York Letitia James mengatakan Ether adalah keamanan, salah satu dari sedikit kasus langka yang secara eksplisit menempatkan token yang digunakan untuk menjalankan Ethereum dalam status hukum tersebut.
Hingga saat ini terjadi perselisihan pendapat antara Gary Gesler mewakili SEC yang mengatakan token adalah sekuritas, dengan Rostin Behman sebagai Ketua Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas, yang memberi contoh bahwa Ether bukan sekuritas, melainkan komoditas.
Hal sama terjadi di sini. Di Indonesia, aset kripto yang mestinya masuk komoditas di Bappebti di Kementerian Perdagangan, “dipaksa” berada di bawah OJK, yang didukung Kementerian Keuangan.
Tahulah kita, pola permainan seperti ini yang sedang dimainkan.
SEC Selidiki Semua Bursa Kripto di Amerika