”Suluh Sumurup Art Festival Gegandengan 2023”adalah sebuah tajuk pameran lukisan penyandang difabel yang digelar di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) sejak 14-22 September 2023.
Oleh YUDAH PRAKOSO
PAMERAN seni rupa dua dan tiga dimensi yang menampilkan 159 karya itu bertujuan melibatkan difabel dalam pemajuan dan pengembangan kebudayaan di Jogja.
Pameran lukisan yang berlangsung selama delapan hari itu diikuti oleh puluhandifabel dari komunitas maupun individu yang memamerkan ragam karya, sebagian besarnya merupakan lukisan dengan ukuran beragam. Corak dan motif maupun mediumnya pun luas.
Ada yang memakai kanvas dan ada pula yang mengusung karya dengan medium kain menggunakan teknik ecoprint.
Ide dan aspirasi yang dibawa sebagian besar menyiratkan makna yang majemuk dari berbagai jenis aliran.
Tak hanya pameran, Suluh Sumurup Art Festival Gegandengan 2023 juga diisi dengan diskusi sastra, tur galeri, lokakarya tari insklusi, bahasa isyarat, wayang sodo, suminagashi dan penampilan musik disabilitas.
Di luar ruang pamer, beragam stan UMKM juga disediakan untuk menyemarakkan acara.Taman Budaya Yogyakarta (TBY) sebagai laboratorium seni dan budaya mencoba untuk menggandeng semua pihak dalam perkembangan seni budaya di Jogja lewat acara ini.
Kepala TBY, Purwiati mengatakan melalui kegiatan ini pihaknya berupaya untuk menciptakan ruang kepada difabel agar berkembang. Dia mencontohkan Putri Ariani yang berhasil di bidang tarik suara dan kini mampu tampil dan berkarya hingga kancah internasional. Menurutnya difabel mampu dan punya kualitas yang setara dengan manusia lainnya ketika memiliki ruang untuk menempa diri dan berekspresi.
“Tak hanya teman-teman difabel, kali ini ada karya-karya kolaboratif dengan seniman non difabel. Kami ingin memberikan ruang, mendukung mereka berkembang dan meraih hal positif ke depan,” katanya.
Purwiati menyampaikan, sebagai laboratorium seni budaya sudah saatnya TBY memberanikan diri untuk memberikan ruang seluas-luasnya kepada difabel dalam berkarya. Meskipun pameran ini tidak hanya dari sektor seni rupa saja melainkan juga mengikutsertakan peran UMKM, pihaknya ingin agar semua orang bergandengan tangan dalam mewujudkan seni dan budaya yang lebih inklusif di wilayah setempat.
“Kami ingin agar semua orang terlibat dalam mengeksplorasi keragaman seni yang ada di Jogja. Harapan kami ini jadi ruang bersama bagi teman-teman difabel dan terima kasih kepada semua yang terlibat,” ujarnya.
Ketua Jogja Disability Arts, Sukri Budi Dharma menyampaikan ada banyak sekali potensi difabel yang masih belum tersentuh sampai sekarang. Kebutuhan akan wadah untuk mengekspresikan diri dan berkarya jadi sesuatu yang sulit diperoleh difabel.
Pihaknya mengapresiasi upaya TBY yang sudah mengajak berkolaborasi dalam memamerkan beragam potensi yang dimiliki oleh difabel, tidak hanya seni melainkan juga dari berbagai bidang lain.
“Ada banyak sekali potensi yang ditampilkan dalam kegiatan ini mulai dari kerajinan, seni, workshop disabilitas dan lainnya. Selama ini difabel mungkin hanya jadi peserta saja, tetapi kali ini mereka yang jadi pemandu,” ujar dia.
Seniman yang akrab disapa Butong atau Budi Tongkat ini menambahkan, tema Gegandhengan yang diangkat secara harfiah berarti bergandengan. Dalam konteks lebih luas, bermakna kebersamaan.
Tema ini digagas sebagai upaya mengedepankan spirit kebersamaan, kerja sama, kolaborasi, dan solidaritas sesama penyandang disabilitas pelaku seni dengan masyarakat secara umum. Seni menjadi sarana pemersatu, demikian ruh yang dibangun Suluh Sumurup Art Festival.
“Dengan cita-cita luhur, membangun kekuatan bersama untuk maju dalam berkarya. Selain karya- karya perorangan dan komunitas, acara ini juga memamerkan karya-karya kolaboratif penyandang disabilitas dengan seniman nondifabel. Serta mengakomodasi partisipasi penyandang disabilitas pelaku seni yang belum terbaca atau tidak terpetakan dalam dunia seni pamer,” katanya.
Kurator pameran Nano Warsono menyebut, Suluh Sumurup Art Festival menjadi tonggak munculnya event baru yang melibatkan difabel di TBY.
Berbeda dengan kegiatan lainnya, pameran ini kata dia menjadi program penting yang mellibatkan unsur penyandang difabel lantaran menyediakan wadah dan fasilitas yang cukup lengkap agar difabel maksimal dalam berekspresi.
Pihaknya ingin agar acara tersebut tidak kalah meriah dengan sejumlah event lain yang ada di TBY, sehingga meraih atensi lebih banyak orang ke depannya. “Kami bangga karena difabel tidak ditinggalkan dalam proses pemajuan kebudayaan di Jogja. Saya berharap ini bisa jadi event tahunan dan punya kualitas sehingga pameran ini semakin bagus dan besar, “ ucap Nano.
“Karena masih banyak teman difabel dari luar Jogja yang mungkin belum punya wadah untuk berkekspresi, sehingga kami harapkan ke depan acara ini bisa mewadahi lebih banyak teman difabel yang ada di Indonesia,” lanjutnya,
Mewujudkan seni dan budaya yang maju dan inklusif, menurutnya perlu peran serta banyak pihak. Pameran ini sebisa mungkin juga mencocokkan agar bisa dinikmati oleh semua kalangan terutama kaum difabel. Akses terhadap ruang pamer dan karya seni diperhatikan sedetail mungkin.
Tinggi karya lukis yang dipajang dibuat lebih ramah terhadap difabel pengguna kursi roda. Selain itu juga banyak area istirahat agar penikmat karya dari unsur apapun nyaman saat berkunjung. (ypr/dms)