Serba Mahal, Muslim di Afrika dan Timteng Hadapi Ramadan dengan Berhemat

Di Suriah, di mana konflik sejak tahun 2011 menjerumuskan hampir 60 persen populasi ke dalam kerawanan pangan, Ramadan bagi banyak orang telah menjadi kenangan menyakitkan akan masa lalu yang lebih baik.

Harga minyak goreng naik lebih dari dua kali lipat sejak dimulainya perang di Ukraina dan dijual dalam jumlah terbatas. Pemerintah Suriah, meskipun statusnya sebagai sekutu setia Moskow, juga membatasi penjualan gandum, gula, dan beras.

“Saya pikir Ramadan lalu akan menjadi yang paling hemat,” kata Basma Shabani, seorang warga Damaskus berusia 62 tahun, mengingat kembali setahun sebelumnya yang juga dirusak oleh pandemi COVID-19.

“Namun, sepertinya tahun ini kami akan menghapus lebih banyak hidangan dari meja makan kami. Kami tidak mampu lagi membeli lebih dari satu jenis hidangan dan saya khawatir di masa depan bahkan hidangan yang satu ini akan sulit kami sediakan.”

Di Tunis, tradisi Ramadan juga diuji. Bantuan makanan yang merupakan tradisi umum selama bulan suci telah berkurang, lantaran para donatur sekarang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk diri mereka sendiri. Mohamed Malek, seorang mahasiswa dan relawan berusia 20 tahun, telah mengumpulkan sumbangan makanan Ramadan selama bertahun-tahun.

“Keranjang sumbangan kami biasanya penuh dalam satu jam, tetapi tahun ini tidak demikian,” katanya kepada AFP. “Beberapa orang bahkan mengatakan kepada kami ‘mari kita cari makanan untuk diri kita sendiri dulu’.”

Di Lebanon, jaringan sedekah lokal terhambat akibat krisis Ukraina.

“Solidaritas kuat yang muncul terutama di bulan-bulan seperti Ramadan akan diuji secara dramatis tahun ini,” kata Bujar Hoxha, Direktur Care International Lebanon.

Invasi Rusia ke Ukraina menandai berkurangnya produksi roti di beberapa daerah di Afrika dan Timur Tengah

“Hiperinflasi dan melonjaknya harga pangan di pasar lokal membuat bulan Ramadan yang telah lama ditunggu-tunggu bagi banyak orang Lebanon menjadi tantangan,” katanya kepada AFP.

Banyak yang akan “berjuang untuk menyajikan hidangan buka puasa ke meja makan.”

Murid-murid pesantren Ar-Raudlatul Hasanah duduk bersama membentuk lingkaran, saat membaca Alquran bersama-sama pada hari pertama di bulan Ramadan, di sebuah masjid di kota Medan.

“Kalau dulu ada yang beli sayur tiga kilogram, sekarang hanya beli satu,” kata Om Badreya, seorang pedagang kaki lima di Kairo barat.

Di Somalia, orang-orang bersiap menjalani Ramadan yang suram karena kenaikan harga telah memangkas daya beli dari 15 juta penduduk. Ramadan “akan jauh berbeda karena harga bahan bakar dan makanan meroket”, kata penduduk Mogadishu, Adla Nur.

Kenaikan harga pangan memaksa umat muslim mencari alternatif untuk makanan berbuka

Bahkan Arab Saudi negara yang kaya minyak pun merasa terjepit.

“Semuanya semakin mahal … setiap kali saya membayar sekitar 20-30 riyal (Rp76 ribu-114 ribu) lebih untuk produk yang sama,” kata Ahmad al-Assad, seorang pegawai sektor swasta berusia 38 tahun.

Namun, kondisi yang berbeda terjadi di Qatar. “Harga untuk lebih dari 800 komoditas telah diturunkan mulai dari Rabu (23/03) hingga bulan suci Ramadan,” kata Kementerian Perdagangan dan Industri Qatar. –DW/dms

SEIDE

About Admin SEIDE

Seide.id adalah web portal media yang menampilkan karya para jurnalis, kolumnis dan penulis senior. Redaksi Seide.id tunduk pada UU No. 40 / 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Opini yang tersaji di Seide.id merupakan tanggung jawab masing masing penulis.